oleh : Sri handayani 66990 / 2005 Pendidikan Kimia Nr
Editor oleh : Tarmizi
2.1 Botani Tumbuhan
Tanaman daun salam
dapat ditemukan dari dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1800 m
diatas permukaan laut. Pohon salam yang biasanya tumbuh liar dihutan dan
pegunungan bisa mencapai ketinggian 25 meter dan lebar pohon 1,3 meter. Pohon
salam juga dapat tumbuh dipekarangan – pekarangan rumah dengan keadaan tanah
yang gembur.
Daun rasanya kelat
dan astrigen, daun salam biasa dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai
pelengkap bumbu dapur, digunakan dalam masakan sebagai penambah aroma. Selain
daun yang dipakai senagai bumbu, kulit pohonnya biasa dipakai sebagai bahan
pewarna jala atau anyaman bambu. Perbanyakan tumbuhan ini bisa dilakukan dengan
biji, cangkok atau stek.
Ditinjau dari
kajian saintifik juga, daun salam mengandung sejenis minyak atsiri ayng dapat
menegah pertumbuhan berbagai bakteri. Untuk tujuan pengobatab tradisional,
bagian yang digunakan adalah daun, selain itu kulit, batang, akar, dan buah
juga berkahsiat sebgai obat.
Daun salam
mengandung minyak atsiri (sitral, eugenol), tanin dan flavonoid. Dengan
kromatografi lapis tipis disimpulkan bahwa minyak atsiri daun salam dari
seskuiterpen lakton yang mengandung fenol. Konsentrasi terkecil minyaka atsiri
yang mampu menghambat pertumbuhan E. Coli adalah 40% sedangkan terhadap S. Areus
sekitar 5%. Uji mikrobiologi dengan menggunakan metode cakram menunjukkan bahwa
ekstrak etanol daun salam dapat menghambat bakteri E. Coli, Vibrio Chaera,
Salmonela sp dan ekstrak air daun salam memiliki efek hipoglikemik (menurunkan
kadar gula).
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Plantae
(tumbuhan)
Divisio :
Magnoliophyta
Kelas :
Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Familia : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium
polyanthum Wigh Walp
Gambar 1. Daun Salam
Khasiat untuk obat
• Menurunkan kadar
kolesterol darah yang tinggi
Cuci 10-15g daun
salam segar sampai bersih, lalu rebus dalam 3 gelas air sampai tersisa 1 gelas.
Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum sekaligus di malam hari.
Lakukan pengobatan ini setiap hari.
• Sakit maag
Daun salam segar
sebanyak 15-20 lembar dicuci bersih. Rebus dengan 1/2 liter air sampai mendidih
selama 15 menit. Tambahkan gula enau secukupnya. Setelah dingin, minum airnya
sebagai teh. Lakukan setiap hari sampai rasa perih dan penuh dilambung hilang.
• Diare
Cuci 15 lembar daun
salam segar samapi bersih. Tambahkan 2 gelas air, lalu rebus sampai mendidih
(Selama 15 menit). Selanjutnya masukkan sedikit garam. Setelah dingin, saring
dan air saringannya diminum sekaligus.
• Kencing manis
Cuci 7-15 lembar
daun salam segar, lau rebus dalam 3 gelas air samapai tersisa 1 gelas. Setelah
dingin, saring dan air saringannya diminum sekaligus sebelum makan. Lakukan
sehari 2 kali.
• Khasiat lainnya :
mengatasi asam urat yang tinggi, stroke, melancarkan peredaran darah,radang
hidung, gatal – gatal dan mabuk alkohol.
2.2 Senyawa
Metabolit Sekunder
a. Alkaloid
Alkaloid menurut
Winterstein dan Trier didefinisikan sebagai senyawa yang bersifat basa,
mengandung atom nitrogen yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Alkaloid
seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi
yang menonjol, jika digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid
biasanya tidak bewarna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk
kristal hanya sedikit yang berbentuk cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar.
Secara umum,
golongan senyawa alkaloid mempunyai sigat – sifat sebagai berikut :
a. Biasanya
merupakan kristal tak bewarna, tidak mudah menguap, tidak larut dalam air,
larut dalam pelarut organik seperti etanol, eter dan kloroform.
b. Bersifat basa,
pada umumnya beberapa pahit, bersifat racun, mempunyai efek fisiologis secara
optis aktif.
c. Dapat membentuk
endapan dengan larutan asam fosfowolframat, asam fosfomolibdat, asam pikrat,
kalium merkuriiodida dan lain sebagainya. Dari endapan – endapan ini, banyak
juga yang memiliki bentuk kristal yang khusus sehingga sangat bermanfaat dalam
identifikasinya.
Senyawa alkaloid
dapat diklasifikasikan dari gugus fungsi yang dikandungnya : (Rangke, 1998 :
133)
a. Alkaloid
feniletamin, misalnya efedrin.
b. Alkaloid
pirolidin, misalnya higrin dari koka.
c. Alkaloid
piridin, misalnya asam nikotinat.
d. Alkaloid
perpaduan pirolidindan piridin, misalnya nikotin.
e. Alkaloid
kuinolin, misalnya kuinin.
f. Alkaloid
isokuinolin, misalnya papaverin.
g. Alkaloid
fenantrena, misalnya emetin.
h. Alkaloid indole
yang masih dapat digolong – golongkan menjadi :
a) Alkaloid
sederhana, misalnya triptamin.
b) Alkaloid ergot,
misalnya serotonin.
c) Alkaloid
hermala, misalnya β-karbolin.
d) Alkaloid
yahimbe, misalnya reserpin.
e) Alkaloid
strychnos, misalnya brusin dan strinkin.
b. Flavonoid
Flavonoid adalah
suatu kelompok yang termasuk ke dalam senyawa fenol yang terbanyak dialam,
senyawa-senyawa flavonoid ini bertanggung jawab terhadap zat warna ungu, merah,
biru dan sebagian zat warna kuning dalam tumbuhan. Berdasarkan strukturnya
senyawa flavonoid merupakan turunan senyawa induk “flavon” yakni nama sejenis
flavonoid yang terbesar jumlahnya dan lazim ditemukan, yang terdapat berupa
tepung putih pada tumbuhan primula.
Sebagian besar
flavonoid yang terdapat pada tumbuhan terikat pada molekul gula sebagai
glikosida, dan dalam bentuk campuran, jarang sekali dijumpai berupa senyawa
tunggal. Disamping itu sering ditemukan campuran yang terdiri dari flavonoid
yang berbeda kelas.
Flavonoid dalam
tumbuhan mempunyai empat fungsi :
a) Sebagai pigmen
warna
b) Fungsi patologi
dan sitologi
c) Aktivitas
farmakologi
Dianggap berasal
dari rutin (glikosida flavonol) yang digunakan untuk menguatkan susunan
kapiler, menurunkan permeabilitas dan fragilitas pembuluh darah dll. Gabor et
al menyatakan bahwa flavonoid dapat digunakan sebagai obat karena mempunyai
bermacam – macam bioaktivitas seperti antiinflamasi, antikanker,
antifertilitas, antiviral, antidiabetes, antidepresant, diuretik dll.
d) Flavonoid dalam
makanan.
c. Terpenoid
Banyak tumbuhan
(bunga, daun, buah, biji atau akar) yang berbau harum. Bau harum itu berasal
dari senyawa yang terdiri dari 10 dan 15 karbon yang disebt terpen. Golongan
senyawa ini dapat dipisahkan dari tumbuhan sumbernya melalui destilasi uap atau
secara ekstraksi dan dikenal dengan nama minyak atsiri. Beberapa contoh minyak
atsiri, misalnya minyak yang diperoleh dari cengkeh, bunga mawar, serai
(sitronela), cukaliptus, pepermint, kamfe, sedar (tumbuhan cedrus) dan
terpentin. Senyaea organik bahan alam golongan minyak atsiri sangat banyak
digunakan dalam industri wangi – wangian (perfumery), makanan dan obat – obatan.
Senyawa terpen pada
awalnya merupakan suatu golongan senyawa yang hanya terdiri dari atom C dan H,
dengan perbandingan 5 : 8 dengan rumus empiris C5H8 (unit isopren), yang
bergabung secara head to tail (kepala – ekor). Terpenoid sama halnya dengan
senyawa terpen tapi mengandung gugus fungsi lain seperti gugus hidroksil,
aldehid dan keton. Dewasa ini terpen maupun terpenoid dikelompokkan sebagai
senyawa terpenoid ( isoprena).
Berdasarkan jumlah
unit isoprena yang dikandungnya, senyawa terpenoid terbagi atas :
a. Monoterpena (dua
unit isoprena)
b. Seskuiterpena
(tiga unit isoprena)
c. Diterpena (empat
unit isoprena)
d. Triterpena (enam
unit isoprena)
e. Tetraterpena
(delapan unit isoprena)
Monoterpen dan
seskuiterpen adalah komponen utama minyak essensial (minyak atsir) yang dapat
diperoleh dengan penyulingan. Vitamin A adalah suatu diterpenoid, skualen
tergolong triterpenoid yang dijumpai dalam minyak atsiri hati ikan, karoten –
karoten pigmen merah dan kuning tergolong tetraterpen, lateks (karet alam )
adalah politerpen.
d. Steroid
Secara sederhana
steroid dapat dioartkan sebagai kelas senyawa organik bahan alam yang kerangka
strukturnya terdiri dari androstan (siklopentanofenantren), mempunyai empat
cincin terpadu. Senyawa ini mempunyai efek fisiologis tertentu.
Sebagian besar dari
steroid mempunyai sifat sebagai berikut:
• Mengandung gugus
fungsi oksigen (sebagai = O atau OH) pada C3
• Mengandung gugus
samping pada C17
• Banyak yang
mengandung ikatan rangkap C4 – C5 atau C5 – C6
Beberapa steroid
penting adalah kolesterol, yaitu steroid hewani yang terdapat paling meluas dan
dijumpai pada hampir semua jaringan hewan. Batu kandung kemih dan kuning telur
merupakan sumber yang kaya akan senyawa ini. Hormon-hormon seks yang dihasilkan
terutama dalam testes dan indung man seks yang dihasilkan terutama dalam testes
dan indung telur adalah suatu steroid. Hormon jantan disebut androgen dan
hormon betina estrogen, dan hormon kehamilan progestin.
e. Saponin
Saponin merupakan
suatu senyawa glikosida kompleks yaitu senyawa hasil kondensasi suatu gula
dengan suatu senyawa hidroksil organik yang apabila dihidrolisis akan
menghasilkan gula (glikon) dan non-gula (aglikon), saponin ini terdiri dari dua
kelompok : saponin triterpenoid dan saponin steroid. Saponin banyak digunakan
untuk bahan pencucui kain (batik) dan sebagai shampo. Saponin dapat diperoleh
dari tumbuhan melalui metode ekstraksi.
Pembahasan
1. Identifikasi
Alkaloid
Pada identifikasi
alkaloid ini digunakan metoda Culvenor – Fitzgerald. Filtrat yang diperoleh
dengan cara marajang halus dan menggerus sampel dalam lumpang kemudian
ditambahkan amoniak – kloroform 0,05 N, larutan H2SO4 diuji dengan beberapa
pereaksi (Mayer, Wagner dan Dragendorf). Berdasakan data yang diperoleh,
diketahui bahwa daun salam tidak mengandung alkaloid. Hal ini ditunjukkan
dengan tidak terbentuknya endapan putih keruh dengan pereaksi Mayer atau
endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan orange dengan pereaksi
Dragendor. Hal ini sesuai dengan literatur yang ada.
2. Identifikasi
Flavonoid
Pada identifikasi
flavonoid, sampel juga dirajang halus kemudian di ekstrak dengan metanol dan
dipanaskan selama 5 menit. Ketika pada penambahan berikutnya yaitu penambahan
beberapa tetes asam klorida dan sedikit serbuk Mg. Pada tabung reaksi yang
dipanaskan terlihat perubahan warna menjadi merah, akibat dari sampel yang
telah dirajang halus bewarna hijau ditambah metanol yang larutannya bening dan
dingin. Keduanya bereaksi dalam tabung reaksi yang dipanaskan beberapa menit,
reaksi keduanya terbentuklah perubahan earna menjadi merah. Flavonoid mempunyai
banyak fungsi seperti : sebagai pigmen warna, fungsi fisiologi dan patologi,
fungsi farmakologi dan flavonoid dalam makanan, antiflamasi, antikanker,
antifertilitas, antiviral, antidiabetes, antidepresant, diuretik dll.
3. Identifikasi
steroid/terpenoid
Pada identifikasi
steroid, lapisan kloroform yang diperoleh pada uji alkaloid ditempatkan pada
plat tetes dan dikeringkan. Kemudian ditambahkan 3 tetes H2SO4 pekat. Pada
percobaan diperoleh warna biru pada plat tetes. Untuk melihat warna biru pada
plat tetes membutuhkan waktu pengeringan yang cukup lama, terbentuknya warnapun
akan lama. Pembentukkan warna biru dapat diamati pada bagian pinggir lingkaran
bagian plat tetesnya. Saat benar – benar kering baru ditambah H2SO4 barulah
tampak warna birunya. Hasil ini menunjukkan bahwa daun salam mengandung steroid
dan menunjukkan bahwa daun salam tidak mengandung terpenoid.
4. Identifikasi
Saponin
Pada identifikasi
saponin, dilakukan dengan menggunakan sampel yang telah dikeringkan untuk
kemudian dihaluskan. Lalu ditambahkan dengan air suling dan dididihkan selama 2
– 3 menit. Lalu didinginkan, setelah dingin di kocok kuat – kuat. Pada
pengocokkan yang dilakukan terbentuk busa. Namun busa yang terbentuk tidak
permanen, karena busa tersebut cepat hilang. Adanya busa yang tidak permanen
tersebut menunjukkan bahwa daun salam tidak mengandung saponin.
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan
diatas dapat disimpulkan bahwa daun salam mengandung berbagai senyawa – senyawa
kimia bermanfaat seperti flavonoid dan steroid.
Senyawa – senyawa
yang dikandung daun salam ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
kesehatan. Penggunaan daun salam dalam bidang kesehatan adalah untuk
pengobatan, kolesterol tinggi, kening manis, tekanan darah tinggi, radang
lambung, maag, diare dll.
Senyawa metabolit
sekunder yang terdapat pada daun salam adalah flavonoid dan steroid, hal ini
dapat dibuktikan dengan tes positif saat melakukan percobaan.
5.2 Saran
Untuk paper ini
disarankan dalam pengidentifikasikan senyawa – senyawa dalam daun salam bila
harus menggunakan tanaman yang segar, diharapkan diambil beberapa saat sebelum
pengidentifikasian. Tidak dibiarkan selama berjam – jam karena bisa saja
senyawa yang sebenarnya ada dalam tanaman tidak teridentifikasi karena
senyawanya sudah rusak. Namun selain itu, praktikan juga harus teliti dalam
mengidentifikasi senyawa organik senyawa organik bahan alam.
Fessenden,
Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
L. Tobing, M.Sc.,
Rangke. 1989. Kimia Bahan Alam. Jakarta: Depdikbud.
Muhlisah, Ir.
Fauziah. 1996. Tanaman Obat Keluarga. Jakarta : Penebar Swadaya.
Tim Kimia Organik.
2007. Penuntun Pratikum Kimia Organik 2. Padang: FMIPA UNP.
pan> b @W� �� orphans: 2;text-align:-webkit-auto;
widows: 2;-webkit-text-size-adjust: auto;-webkit-text-stroke-width: 0px;
word-spacing:0px'>
2. Identifikasi
Flanoid : Sianidin test
0,5 gram sampel
diekstrak dengan 5
ml metanol
dipanaskan selama 5
menit
ekstrak
+ beberapa tetes
HCl pekat dan sedikit serbuk Mg
merah / pink atau
kuning
(sampel mengandung
flavonoid)
3. Identifikasi
steroid/terpenoid : Metode Liebermen – Burchard
lapisan kloroform
pada uji alkaloid
ditempatkan pada
plat tetes
+ 5 tetes anhidrida
asam asetat
dibiarkan mengering
+ 3 tetes H2SO4
pekat
warna merah jingga
/ ungu : tes positif untuk terpenoid
warna biru : tes
positif untuk steroid
4. Identifikasi
saponin : uji busa
Sampel kering
dirajang halus
Dimasukkan kedalam
tabung reaksi
+ air suling
dididihkan 2 – 3
menit
didinginkan
dikocok kuat -
kuatdirajang halus
Adanya busa stabil
selama 5 menit
Uji Pereaksi Hasil
Keterangan
Alkaloid Mayer
Wagner Dragendorf -
-
Flavonoid HCl pekat
dan serbuk magnesium + Terjadi perubahan warna sampl menjadi kuning.
Steroid/terpenoid
Anhidrida asetat dan H2SO4 pekat - -
Saponin Air suling
- -
4.2 Pembahasan
1. Identifikasi
Alkaloid
Pada identifikasi
alkaloid ini dimana terjadi perubahan warna Dari eksperimen yang dilakukan
terhadap daun selasih, tes ini menunjukkan hasil yang negatif karena tidak
terbentuk endapan putih/keruh dengan pereaksi mayer, tidak terbentuk endapan
coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan orange dengan pereaksi Dragendorf .
Hal ini menunjukkan bahwa sampel tidak mengandung alkoloid. Ini sesuai dengan
yang tertera dalam kandungan kimia dari daun selasih.
2. Identifikasi
Flavonoid
Pada identifikasi
flavonoid, sampel daun dewa juga dirajang halus kemudian diekstrak dengan
metanol dan dipanaskan selama 5 menit. Pada penambahan berikutnya, tetesan
klorida dan sedikit serbuk Mg. Ekatrak daun dewa yang semula bewarna hijau
berubah warnya menjadi kuning kemerahan. Dengan terjadinya perubahan warna tadi
menandakan bahwa daun dewa mengandung flavonoid. Hal ini sesuai dengan
literatur yang didapat.
3. Idetifikasi
Steroid/Terpenoid
Pada eksperimen
akan dihasilkannya warna jingga/ ungu yang menandakan uji positif terhadap
terpenoid dan warna biru menunjukkan uji positif untuk steroid. Hasil yang
didapatkan yaitu negatif karena tidak terbentuk warna jingga/ungu ataupun biru.
Dari hasil eksperimen dengan teoritis didapatkan kecocokan, bahwa pada daun
selasih tidak mengandung steroid dan terpenoid.
4. Identifikasi
Saponin
Pada eksperimen ini
dihasilkan busa yang relatif banyak setelah dilakukan pengocokan kuat pada
larutan sampel. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa daun dewa tidak
mengandung saponin, ini ditunjukan dengan hasil yang negatif. Selain membentuk
busa yang stabil, saponin juga mempunyai rasa yang pahit, toksik dan membentuk
senyawaan dengan kolesterol.
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang
telah dilakukan dan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa:
1. Tanaman selasih
tidak mengandug alakloid yang ditandai dengan tidak terbentuknya endapan
setelah direaksikan dengan beberapa pereaksi. 2. Tumbuhan selasih mengandung
flavonoid yang ditandai dengan perubahan warna sampel dari hijau menjadi terang
atau agak warna pink. 3. Tumbuhan selasih tidak mengandung steroid atau
terpenoid.
4. Tumbuhan selasih
mengandung saponin karena tidak terbentuk busa.
5.2 Saran: 1.
Sebaiknya pengujian dilakukan pada tanaman obat jenis lainnya yang belum pernah
diteliti sehingga diperoleh informasi yang lebih banyak. 2. Untuk identifikasi
senyawa-senyawa metabolit sekunder sebaiknya sampel yang digunakan adalah
tanaman yang segar. 3. Sampel harus dirajang dahulu kalau bisa di gerus agar
senyawa – senyawa yang terdapat didalam sampel keluar dan pada saat penambahan
reaksi kimia harus hati – hati agar hasilnya maksimal
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden,
Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Hart, Harold. 1990.
Kimia Organik. Terjemahan Suminar Achmad. Jakarta: Erlangga.
L. Tobing, M.Sc.,
Rangke. 1989. Kimia Bahan Alam. Jakarta: Depdikbud.
Tim Kimia Organik.
2007. Penuntun Pratikum Kimia Organik 2. Padang: FMIPA UNP.
http://www.google.com/daun
selasih.htm