Oleh:
Kristina Niedderer dan Linden Reilly
Pengantar oleh : Nasbahry Couto
Sebelum tulisan ini telah di uraikan adanya dua metoda dalam desain dalam artikel "Metoda Desain)"06-03-2014, yaitu metoda rasional dan metoda tindakan. Tetapi uraian dalam artikel ini sangat singkat. Untuk memperjelas apa itu metoda tindakan, maka penulis merasa perlu untuk menyajikan tulisan Kristina Niedderer dan Linden Reilly ini yang diangkat dari jurnal internasional "JRP" (Journal of Research of Paractice) yang berasal dari negara Inggris untuk melihat duduk persoalannya. Sekaligus untuk menjelaskan kaitannya dengan Tacit Knowledge dalam bidang penelitian seni dan desain.
Jurnal Riset Praktik (JRP) adalah salah satu jurnal yang sifatnya open acces journal terkemuka di Inggris.
Jurnal Riset Praktik (JRP) adalah salah satu jurnal yang sifatnya open acces journal terkemuka di Inggris.
Dash dan Ponce mengamati dalam editorial perdana mereka, pada Journal of Practice Research (JRP) bahwa bentuk penalaran yang berhubungan dengan
penelitian adalah hal yang penting, bidang penelitian baru mungkin
membutuhkan pendekatan berbeda, agar penyelidikan terbuka untuk temuan atau
wawasan yang baru dengan menghindari norma-norma penelitian yang telah ada (
& Ponce, 2005).
Umumnya pengetahuan pengalaman (art and design experience) tidak selalu dapat dikaitkan dengan penelitian dan
penyelidikan yang terorganisir (yang lazim), dan bahkan sering dilihat kurang bernilai karena adanya dilema dan perdebatan tentang ini, daripada mengasah metode penelitian dan metodologi (yang ada). Namun,
banyak peneliti bidang seni dan desain serta yang terkait, menganggap pengetahuan
pengalaman atau pengetahuan tacit adalah bagian integral dari praktik mereka.
Agar pengetahuan pengalaman berhasil di wilayah penelitian, seyogyanya harus disadari dan dipertimbangkan pendekatan dan penyelenggaraan penelitian yang cocok dan relevan. Oleh karena itu penulis
merasa senang untuk menyajikan topik yang bertajuk "Praktik Penelitian di Seni dan Desain
yaitu: Pengetahuan Experiential dan Inquiry yang terorganisir," yang
membahas beberapa isu yang timbul dari pengakuan tentang keberadaan pengetahuan pengalaman sebagai
bagian integral dari praktik penelitian (yang biasa diakui).
Pada dasarnya -- dalam tulisan ini -- Niedderer dkk., memperkenalkan beberapa
perdebatan baru pada praktik penelitian di bidang seni dan desain, dan
peran pengetahuan pengalaman (experience knowledge) dalam praktik ini. Yaitu mengambil kewenangan
lintas-disiplin dari JRP ke dalam bidang seni dan desain (yang didefinisikan dalam
arti luas), dalam rangka untuk menggali dan meningkatkan praktik penelitian dalam
disiplin kreatif. Niedderer dkk., berharap bahwa tulisan ini disertakan dalam
edisi khusus ini akan memiliki relevansi di bidang lain yang berkaitan dengan praktik profesional dan ada refleksi, dampak, dan atau pengaruhnnya pada bidang praktik profesi lain, seperti pendidikan, manajemen, dan
keperawatan.
Seperti yang diketahui, seni dan desain merupakan domain yang relatif baru untuk
penelitian akademis. Tujuan dari JRP adalah - "untuk menyoroti
dinamika praktik penelitian, misalnya mengungkapkan kehidupan seorang
peneliti dan pengembangannya di lapangan praktik, dan dalam kaitannya
dengan perubahan lingkungan sosial dan kelembagaan"( Fokus dan Ruang Lingkup JRP ) - oleh
karena itu sangat relevan dengan bidang seni dan desain (yang dibicarakan ini). Tujuan ini terkait
dengan konsepsi Donald Schon tentang dunia praktik yang dikemukakannya dalam The Reflective Practitioner (1983/1991) yang berpengaruh itu-- dimana dia mengemukakan konsep penyelidikan terorganisir -- dalam seni dan
desain. Schön memberi ruang kepada praktisi profesional dengan metode ini, agar dapat mengamati dan merenungkan bagaimana praktik mereka, dengan maksud untuk meningkatkan nilai praktik itu.
Ide Schön telah menjadi penting dalam diskusi tentang hakikat perbedaan antara praktik seni dan desain dan praktik penelitian seni dan desain. Diskusi ini telah difokuskan pada tiga sifat yang menjadi kunci
dari penelitian seni dan desain: (a) sifat multidisiplin, (b) fungsi kreativitas dalam penelitian, dan (c) fungsi pengetahuan pengalaman dan tacit (yang tersembunyi), yang terakhir sering dikaitkan dengan keterampilan dan
keahlian dalam penggunaan alat atau bahan (Niedderer, 2009, hal. 4).
(1) Aspek multi-disipliner biasanya muncul dari definisi yang luas tentang seni dan desain dan perimpitannya dengan banyak bidang lain, hal ini berkaitan dengan metode, seperti teknik, ilmu sosial, ilmu perilaku, dan sebagainya. Penelitian seni dan desain secara teratur mengacu pada berbagai metode yang keluar dari kedua bidang ini, tetapi juga perlu bernegosiasi dengan posisi metodologis itu sendiri.
(2) Kebutuhan kreativitas yang muncul dari tujuan seni dan desain biasanya adalah untuk membayangkan sesuatu yang belum ada.
(3) Terkait dengan ini, ada kebutuhan untuk melihat dan mempedomani bagaimana pengalaman pribadi, kerja profesional, pengetahuan seniman dan desainer yang sering tersembunyi (sering tidak bisa diucapkan dan atau dirangkai dengan kata-kata).
Oleh karena itu, tujuan dari tulisan ini adalah untuk menarik perhatian berbagai
pihak untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pengetahuan dan disiplin praktik penelitian kreatif itu. Secara
khusus, tulisan ini mengeksplorasi berbagai cara, di mana pengalaman dan pengetahuan
tacit (yang tersembunyi) dapat dikenal, dipahami, terpadu, dan
dikomunikasikan dalam sebuah kerangka penelitian (yang formal). Berikut untuk mendiskusikan tentang pengetahuan pengalaman yang beragam itu dan penggunakan terminologi yang berbeda, seperti mengetahui pengalaman dan
pengetahuan, pengetahuan tacit, pengetahuan non-proposisional, pengetahuan
pribadi, pengetahuan profesional, dan sebagainya. Niedderer dkk., menjelaskan
juga masalah terminologi, antara lain, dalam bagian 2 di bawah ini untuk
menempatkan beberapa konteks diskusi.
Menurut Kristina Niedderer dan Linden Reilly
(2011) umumnya ada perdebatan selama beberapa waktu berselang
tentang sifat penelitian dalam desain, seni, dan bidang terkait. Selama dua
dekade terakhir, perdebatan ini sangat urgen di banyak negara termasuk
Australia, Amerika Serikat, Inggris, dan banyak negara Eropa lainnya. Hal pokok
yang diperdebatkan adalah apakah rambu-rambu penelitian yang berlaku untuk
sains berlaku juga pada bidang seni ? Nampaknya tidak, hal ini memunculkan
perdebatan tentang tacit konwledge.
Menurut Niedderer dan Reilly, di Inggris (2011), mulai
terdapat integrasi antara seni dan departemen desain ke dalam sebuah sistem
universitas di Inggris di awal 1990-an (Durling, Friedman, & Gutherson,
2002, hal.8) pengintegrasian ini memberikan kesempatan untuk penelitian di
bidang akademis seni dan desain lebih lancar, dan memberikan dorongan baru
untuk perdebatan tentang sifat dan penelitian protokol seni dan desain.
Disamping ketersediaan dukungan keuangan untuk penelitian - dengan semua masalah
dan manfaatnya itu telah memungkinkan penelitian untuk seni dan desain dapat
dikembangkan. Seni dan desain harus menjawab tantangan untuk mendefinisikan
istilah-istilahnya sendiri, dalam kaitannya dengan definisi yang mapan dan
model untuk penelitian di bidang lain, meskipun masih banyak yang harus
dilakukan.
Menurut (Mottram 2009) pengembangan gelar untuk PhD dalam bidang seni dan desain umumnya didesak oleh kebutuhan agar penelitian menjadi lebih eksplisit (terbuka), misalnya tentang bagaimana metode
penelitian, kerangka kerja, dan metodologi untuk menunjukkan sifat-sifat praktik penelitian di bidang ilmu
kreatif. Sementara itu lembaga biasanya mengakomodasi beberapa latihan
kreatif dan profesional dalam penelitian di bawah kondisi tertentu, dan juga perdebatan
tentang sifat, tujuan, validitas, evaluasi, dan perlunya penelitian tersebut agar terus berlanjut.
Perubahan ini, sebagian besar terkait dengan masalah pendidikan di bidang seni dan desain, hal disebabkan oleh adanya penyatuan departemen bidang seni dan desain ke dalam
sistem universitas (yang eksplisit)-- tentu saja ini akan menimbulkan masalah--karena adanya dua set praktik dan keyakinan yang berbeda, yang di dekatkan, dipertemukan: menjadi satu tangan dan melebur kedalam sebuah praktik budaya penelitian. Masalah yang muncul, ditandai oleh perdebatan
tentang pertanyaan, metode dan apa yang
dianggap sebagai pengetahuan, dan dengan menularkan persyaratan serta hasil yang digeneralisasikan dan dapat dipindahtangankan. Sebaliknya, di sisi lain -- secara tradisional dipahami --praktik membikin, merancang, menciptakan, dan membuat, yang berperan penting adalah pengalaman tubuh manusia. (Niedderer & Reilly 2007, p. 81).
Catatan penulis: Hal sama juga terdapat di Indonesia, khususnya yang penulis alami, dimana buku pedoman tugas akhir, atau karya-karya setingkat (S1) memaksakan pedoman penelitian yang umum kepada bidang seni dan desain, ujian komprehensif bagi tugas akhir (berkarya), dianggap sebagai karya ilmiah, celakanya jika ke luar dari sistem penelitian yang dibuat universitas untuk mengerjakan tugas akhir, karya itu tidak dianggap ilmiah.
Sebaliknya jika diperiksa laporan tugas akhir mahasiswa itu, sama sekali tidak ada hubungannya dengan pengalaman praktik mahasiswa sesuai dengan objek tugas akhir. Jika diteliti lagi, banyak dari isi laporan Tugas Akhir itu sebenarnya adalah teori-teori yang diperoleh saat mahasiswa kuliah atau yang diambil dari buku-buku dan internet-- walaupun memang terkait dengan Tugas Akhir itu -- namun tidak relevan dengan objek TA, praktik dan tindakannya. Seharusnya laporan tugas akhir yang akan diuji adalah laporan bagaimana pengalaman praktik saat membuat tugas akhir itu dan alasan-alasan tindakan mereka. Hal itu tidak banyak terlihat dalam laporan mahasiswa.
Kata-kata "Program Kreatif", Perencanaan Kreatif" hanyalah tema umum untuk menggantikan kata-kata "alternatif desain".
Salah satu bentuk kegiatan untuk mengekplisitkan pengetahuan tacit itu menurut McKim (1980) adalah melalui drawing, sebab dalam "drawing konsep desain" telah menyatu antara berpikir-melihat- dan menggambar. Justru, "drawing konsep" ini sudah jarang diminta sebagai sebuah bentuk yang mutlak harus ada dalam laporan desain dan atau sebagai bagian dari tindakan dan atau pengalaman desainer saat bekerja dan menyelesaikan masalah.
Ada yang menganggap bahwa pekerjaan langsung mereka melalui komputer adalah pra desain atau alternatif desain, (yang dapat mewakili pikiran-tindakan ) mereka. Tetapi banyak yang tidak sadar bahwa pekerjaan melalui komputer seharusnya adalah untuk "finishing", apa yang diungkapkan melalui layar komputer adalah simulasi dan rekayasa untuk bertujuan ke arah finishing.
Sebaliknya jika diperiksa laporan tugas akhir mahasiswa itu, sama sekali tidak ada hubungannya dengan pengalaman praktik mahasiswa sesuai dengan objek tugas akhir. Jika diteliti lagi, banyak dari isi laporan Tugas Akhir itu sebenarnya adalah teori-teori yang diperoleh saat mahasiswa kuliah atau yang diambil dari buku-buku dan internet-- walaupun memang terkait dengan Tugas Akhir itu -- namun tidak relevan dengan objek TA, praktik dan tindakannya. Seharusnya laporan tugas akhir yang akan diuji adalah laporan bagaimana pengalaman praktik saat membuat tugas akhir itu dan alasan-alasan tindakan mereka. Hal itu tidak banyak terlihat dalam laporan mahasiswa.
Kata-kata "Program Kreatif", Perencanaan Kreatif" hanyalah tema umum untuk menggantikan kata-kata "alternatif desain".
Salah satu bentuk kegiatan untuk mengekplisitkan pengetahuan tacit itu menurut McKim (1980) adalah melalui drawing, sebab dalam "drawing konsep desain" telah menyatu antara berpikir-melihat- dan menggambar. Justru, "drawing konsep" ini sudah jarang diminta sebagai sebuah bentuk yang mutlak harus ada dalam laporan desain dan atau sebagai bagian dari tindakan dan atau pengalaman desainer saat bekerja dan menyelesaikan masalah.
Ada yang menganggap bahwa pekerjaan langsung mereka melalui komputer adalah pra desain atau alternatif desain, (yang dapat mewakili pikiran-tindakan ) mereka. Tetapi banyak yang tidak sadar bahwa pekerjaan melalui komputer seharusnya adalah untuk "finishing", apa yang diungkapkan melalui layar komputer adalah simulasi dan rekayasa untuk bertujuan ke arah finishing.
Perbedaan antara praktik penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan pengetahuan dan pemahaman baru di satu sisi, dan berbagai praktik seni dan desain bertujuan generasi artefak baru (dalam arti yang luas) di sisi lain pula, telah memunculkan sejumlah pertanyaan, yaitu tentang sejauh mana dan cara-cara bagaimana pendekatan yang baik mungkin dapat mewujudkan pengetahuan dan pemahaman tentang ini.
Salah satu upaya awal yang bergulat dengan masalah ini dalam
seni dan desain telah dikemukakan oleh Bruce Archer (1979) yang berpendapat
bahwa "modus ekspresi desain, yang disebut pemodelan, setara tetapi
berbeda dengan bahasa verbal atau notasi ilmiah. "Dalam artikel
selanjutnya, Archer (1995, p. 10) membahas masalah ini lebih lanjut, meneliti
keyakinan lama yang dipegang, bahwa seniman, desainer, dan praktisi lainnya, dalam seni melakukan penelitian dalam rangka
persiapannya dan atau sebagai bagian
dari praktik mereka.
Meninjau ke sistematika berbagai mode penelitian, Archer
(1995, p. 6) mendefinisikan penelitian secara umum sebagai penyelidikan yang
sistematis dan terorganisir yang berkaitan dengan masalah atau pertanyaan, dan
yang berorientasi pada tujuan, atau pengetahuan-diarahkan, dan ditularkan. Lebih lanjut dia
berpendapat, bahwa semua jenis penelitian, baik yang berasal dari ilmu
pengetahuan, humaniora, atau seni harus mematuhi kerangka ini, tidak peduli
apakah ini berkaitan untuk penelitian, untuk, atau melalui seni
dan desain, kategori yang telah digunakan secara paralel oleh Archer (1995, p.
11) dan Frayling (1993).
Walaupun gagasan penelitian ini tampaknya dapat diterima
secara luas saat ini, perdebatan mengenai masalah komunikasi dan penggunaannya
di bidang seni dan praktik desain sebagai bagian dari penelitian umumnya telah
didebat, dan bersikukuh untuk bertahan. Kegigihan ini mungkin memiliki beberapa
akar penyebabnya, dua di antaranya tampaknya relevan dengan pembahasan saat
ini: satu adalah pandangan politik-filosofis dibawa ke pemahaman penelitian dan
kreatif / praktik profesional,
kebohongan lain dalam sifat praktik ini, yaitu adanya pengetahuan yang tersembunyi yang terjadi
secara diam-diam, sementara penelitian yang secara umumnya dibutuhkan
komunikasi yang eksplisit.
Akhirnnya aspek politik-filosofis yang dibawa ke masalah ini, memicu perdebatan tentang hubungan antara teori dan praktik. Perdebatan ini merupakan
warisan dari pemisahan antara teori dan praktik dalam seni dan desain -- yang antara lain -- menerima pengaruh dari sekolah di Inggris atas penggabungan studi sejarah ke dalam seni dan pendidikan desain yang juga di pengaruhi
oleh Laporan Coldstream (Coldstream, 1961) pada tahun 1960. Perkembangan
ini juga dikaitkan dengan teori pengetahuan eksplisit yang disampaikan melalui
ceramah slide dan esai tertulis, dan tentang praktik seni dan desain dengan kerja manual di studio.
Pendekatan alternatif berikutnya dan konsepsi seperti Schön
yang mengetahui- dalam-tindakan atau refleksi-in-action berpendapat
bahwa "pengetahuan tersembunyi dari kita biasanya, tersirat dalam
pola-pola tindakan kita dan dalam merasakan hal-hal yang kita hadapi”. Tampaknya
tepat untuk mengatakan bahwa pengetahuan itu ada di dalam tindakan kita
"(Schön, 1983/1991, p. 49). Ilmu kognitif mengatakan bahwa kita
secara bertahap membangun model dari dunia, yang digunakan untuk melihat dan
mengalami dunia, ketika kita membayangkan dunia dan ketika kita bertindak atas dunia. Sebaliknya, gagasan tentang bagaimana aspek tindakan dan praktik itu "mungkin bebas" dari model tentang dunia dan pemahaman kita tentang dunia. Chris Frith
berpendapat:
[T] perbedaan antara mental dan fisik adalah bias (palsu). Ini adalah
ilusi yang diciptakan oleh otak manusia. Segala sesuatu yang kita ketahui, apakah itu
tentang fisik atau dunia mental, datang kepada kita melalui otak
kita. . . . otak kita menciptakan ilusi bahwa kita memiliki
kontak langsung dengan benda-benda di dunia fisik. Dan pada saat yang sama
otak kita menciptakan ilusi bahwa dunia mental kita sendiri terisolasi dan terasing. (Frith,
2007, hal. 17)
Jika perbedaan antara mental dan fisik itu dibuat, maka
pembagian antara teori dan praktik juga dibikin, oleh karena dipengaruhi pembagian antara
pikiran dan tubuh. Namun, perdebatan tentang praktik berbasis penelitian
dan praktik yang dipimpin tampaknya bertahan meskipun
istilah itu tidak dapat didefinisikan dengan baik (Niedderer & Roworth-Stokes,
2007) dan hal ini tampaknya tidak membantu karena perbedaan implisitnya dari "kebenaran”
penelitian.
Apa yang penting dalam diskusi mengenai penelitian dan
gagasan terkait berbasis praktik adalah pertanyaan mengapa praktisi merasa
perlu untuk memanfaatkan praktik sebagai bagian dari penelitian mereka. Meskipun mungkin ada beberapa alasan untuk ini, masalah yang
paling menarik di sini adalah kecenderungan seni dan praktik desain mengandalkan pemahaman tersembunyi dari
bahan dan proses, estetika dan ekspresi, masalah emosional dan budaya (Tacit Knowledge). Tacit
knowledge ini diperoleh melalui pengalaman yang luas bekerja dengan bahan dan
proses, memungkinkan seniman dan desainer untuk memperoleh pengetahuan dan
keterampilan yang didasarkan pada pengalaman, yang sebagian besar adalah
tersembunyi (tacit), dan yang merupakan dasar keahlian dan connoisseurship
(Berliner 1994, p. 110; Dreyfus & Dreyfus, 1988; Niedderer, 2007b).
Celakanya, menurut Polanyi, keterampilan atau pengetahuan semacam ini
tidak pernah dapat sepenuhnya dikomunikasikan,
karena "kita bisa tahu lebih dari
apa yang kita bisa katakan" (Polanyi, 1967, p. 4). Oleh karena sebagian
besar menjadi tersembunyi, praktik pengetahuan (knowledge pengalaman) sering
dianggap bertentangan dengan pemahaman tradisional tentang penelitian dan
kontribusinya, yang membutuhkan pembenaran dan bukti untuk dilihat secara
ketat.
Pengetahuan Tacit
dari Artefak
Tacit knowledge dari proses desain berdasarkan
“tindakan”
Mads Nygaard
Folkmann
Desain adalah disiplin berdasarkan praktek konkret. Seringkali proses
pelaksanaan bidang desain dan bisnis ini, dapat mengungkapkan pengetahuan teori dan
di verbalkan. Namun sebagai bagian dari proses desain, hal ini hanya didasarkan pada
pengalaman pelaku, dan dengan demikian sering dianggap berlangsung tacit dan
tersembunyi. Oleh karena itu tantangan utama pengetahuan teori terletak
pada cara bekerja dan cara membicarakan bentuk yang unik dari pengetahuan yang
tertanam dalam objek tanpa mengorbankan karakternya yang khas.
Apa yang membuat beberapa benda desain lebih baik
daripada yang lain? Apa properti yang unik dari objek desain yang baik, dan
bagaimana hal ini dapat disampaikan (secara verbal) sebagai keterampilan dan
pengetahuan dalam konteks pendidikan? Ini adalah titik tolak Anders Brix,
seorang profesor di departemen desain di Royal Danish Academy of Fine Arts,
School of Architecture dalam merefleksikan bentuk khusus dari pengetahuan tacit yang mungkin ada dalam disiplin
desain dan atau objek desain.
Sebaliknya, kebanyakan peraturan penelitian, terutama bagi PhD, juga memberikan
kontribusi terhadap pengetahuan, dan mereka juga meresepkan satu set
persyaratan bagaimana kontribusi ini harus dikomunikasikan (misalnya, Arts and Humanities Research Council, 2010, p. 64; Higher Education Funding Council for England, hal 34 [PDF version];. dan banyak definisi penelitian
universitas di seluruh dunia, seperti Curtin University of Technology, 2007,
hlm 2-3;. Indiana University Southeast, 2005, hal 19, p . 50). Posisi pengetahuan
yang tersirat dalam penelitian melalui peraturan dan persyaratan dapat dianggap
untuk memprioritaskan apa yang dikenal sebagai pengetahuan
proposisional atau propositional knowledge (Niedderer, 2007a). Pengetahuan proposisional telah
didefinisikan sebagai “justified true belief” atau "keyakinan yang benar dibenarkan" (Grayling,
2003, hal. 37), dan kebutuhan untuk pembenaran konvensional membutuhkan
pengetahuan untuk menjadi eksplisit dan digeneralisasikan.
Experiential or tacit knowledge, dan atau pengetahuan pengalaman atau Tacit (juga, pengetahuan
non-proposisional) bertentangan atau kontras dan dianggap sebagai pengetahuan
yang berasal dari pengalaman, meskipun ada variasi (misalnya, Grayling 2003,
38ff p;. Williams, 2001, hal 98.). Pengetahuan pengalaman yang dianggap
penting untuk seni dan desain, karena dapat memberikan data, dan memverifikasi
dugaan teoritis atau pengamatan
seseorang. Sementara itu, beberapa bagian dari pengetahuan
pengalaman digambarkan tidak komunikatif dan tetap tacit. Oleh karena
itu pengetahuan ini disebut tacit
knowledge. Karena sifatnya yang (sebagian) bersifat Tacit, pengetahuan pengalaman tidak mudah menyerah pada praktik pembenaran dan bukti konvensional yang digunakan
dalam penelitian (Niedderer, 2007b, hal 7;. Williams, 2001, hal 98.).
Perdebatan epistemologis yang lebih baru menolak dualisme antar
pikiran/tubuh ini (Damasio, 1994; Edelman, 2006; Johnson, 2007; Lakoff &
Johnson, 1999) dan menetapkan mengetahui dan pengetahuan dari posisi
epistemologis naturalisasi, sebagai sesuatu yang diperoleh melalui interelasi
tubuh, dengan otak dan sistem saraf, dan lingkungannya. Sepanjang tahun
1979, Bruce Archer menulis tentang " Epistemologi Desain: Studi tentang
sifat dan validitas cara mengetahui, keyakinan dan perasaan dalam Desain"
sebagai isu kunci dalam bidang desain (Archer, 1979).
Posisi pengetahuan naturalisasi telah memungkinkan integrasi
pengetahuan pengalaman dan tacit dengan gagasan-gagasan pengetahuan yang
lebih mapan. Hal ini telah menyebabkan perdebatan ini diperpanjang tentang
metode penelitian dalam desain, yang dalam banyak hal menggemakan pertanyaan
dibahas dalam mashab/gerakan metode desain tahun 1960-an dan 1970-an, seperti:
"Apa metode desain?" (Misalnya, Jones, nd). Sekarang dibingkai
dalam konteks penelitian desain, pertanyaan-pertanyaan Jones itu hanya mengatasi masalah di mana
metode desain dapat digunakan sebagai metode penelitian serta sifat metodologi
disiplin khusus desain.
Kabar baiknya adalah, bahwa dalam perdebatan ini, ada peningkatan minat dalam
pengembangan metode dan pendekatan yang dirancang untuk seni dan desain --dan
penelitian yang dikembangkan-- untuk memanfaatkan dan mengintegrasikan
pengetahuan pengalaman. Publikasi oleh Cross (1984, 2001, 2003) serta
Rust (2004) telah mengamati di lapangan, dan sejumlah studi PhD telah
menetapkan preseden untuk penelitian di bidang seni dan desain dengan
menggunakan potensi kreatif dari gambar atau merancang untuk menghasilkan
wawasan dan / atau solusi baru (Dunne, 1999; Niedderer, 2007c, Pedgley, 2007;
Whiteley, 2000; Wood, 2004).
Kesimpulan: menurut
Niedderer dan Reilly (2011) Pemahaman yang berkembang dalam perdebatan ini
adalah bahwa masuknya praktik dalam proses penelitian -- atau sebagai hasil
penelitian -- dapat membantu untuk mengintegrasikan dan mengkomunikasikan jenis
atau bagian dari pengetahuan yang tidak dapat dengan mudah dilihat secara eksplisit.
Seperti bagian dari pengetahuan pengalaman tacit, yang umumnya dikenal dengan
nama tacit knowledge. Hal ini
juga dapat membantu bernegosiasi dan mengintegrasikan berbagai jenis atau
bagian pengetahuan untuk bergerak ke arah posisi epistemologis naturalisasi
dalam penelitian, seperti yang terlihat dalam artikel yang disajikan dalam tulisan
ini.
Contributions
The articles presented in this issue extend the debate about the role and use of experiential and tacit knowledge within current understandings of research. The articles are organised under two sections. The first section is titled “Experiential Knowledge in Organised Inquiry” and addresses issues of integrating and communicating experiential and tacit knowledge within the context of organised inquiry. The second section, “Experiential Knowledge in Doctoral Research” examines research practice options within doctoral research in art and design.
The articles for this issue have been selected and developed from contributions to two conferences, which were organised by the Experiential Knowledge Special Interest Group (EKSIG) of the Design Research Society (DRS):
(a) “Experiential Knowledge, Method and Methodology,” international conference of the DRS special interest group on experiential knowledge (EKSIG 2009), London Metropolitan University, London, June 19, 2009.
(b) “Experiential Knowledge and Rigour in Research” (special session), third international conference of the International Association of Societies of Design Research (IASDR 2009), Seoul, Korea, October 18-22, 2009.
EKSIG is concerned with the understanding and management of knowledge in research and professional practice in design and related fields in order to clarify fundamental principles and practices of research, both with regard to research regulations and requirements, and research methodology.
Both events were guided by the remit of EKSIG and had the aim to share different views and developments on methods and methodologies concerning the inclusion and communication of experiential knowledge in art and design research. Contributions from both events were selected through the peer review process of JRP.
The selected articles demonstrate a consolidation in the understanding of methodologies that use creative practice as part of research. They combine it with a variety of approaches, which indicates an increasing awareness of, and confidence in, the use of methods for the integration and communication of experiential and tacit knowledge in research. These are important developments for the field because they demonstrate that after nearly 2 decades of research in the creative disciplines, subject-specific approaches and methods have started to gain recognition, signalling the consolidation of a distinctive research practice in these disciplines.
The section on “Experiential Knowledge in Organised Inquiry” includes four articles. The article byJohn Onians discusses the role of experiential knowledge in relation to what he calls the “ultimate design studio,” that is, the brain. He proposes that personal experiential knowledge plays a particular role in artistic/design developments because of the neuropsychological processes related to it, for example through processes of empathy and imitation. Peter Storkerson’s article offers Brunswik’s lens model as a way to operationalise a theoretical framework to study experiential knowledge and knowing systematically. The article provides a theoretical background and discussion of knowledge and of Brunswick’s lens model, followed by an example of the potential application of the model. Tiiu Poldma investigates how tacit knowledge informs design thinking and decision making in the context of interior design. She links this to the question how meaning is made in the design process in relation to knowledge construction in traditional research paradigms, and how these can be negotiated. The article by Seymour Roworth-Stokes advances this theme by exploring how capturing and retaining knowledge through the design process is dependent on organisational contexts, both with regard to design practice and policy.
The next section on “Experiential Knowledge in Doctoral Research” opens with two articles, which examine methodological developments and methods used in design research, and especially PhD research. Joyce S. R. Yee identifies and analyses “the methodological innovation that is occurring in the field, in order to inform future provision of research training.” Mark Evans presents examples of how “researcher practice” can be embedded within doctoral projects. The final two articles of this section are concerned with the role of creative practice and visual approaches for the communication of experiential knowledge. Kaye Shumack describes ways in which the designer, positioned as a key agent within the design process, may conduct productive and creative “internal conversations” through journal writing. Lynn Butler-Kisber and Tiiu Poldma investigate “how collage making and concept mapping are useful visual approaches that can inform qualitative research.”
Together, the articles provide a rich overview over the role and significance of experiential knowledge within the field of art and design as well as for research in general. It is our hope that this issue will demonstrate that experiential knowledge, if acknowledged, can be a mediator between different approaches and schools of research because it provides a common basis. We further hope that this issue will help researchers from art and design as well as other disciplines to recognise experiential knowledge, its importance and contribution, and to integrate it within their organised inquiry to facilitate a holistic approach.
References
Arts and Humanities
Research Council. (2010, October). Research funding guide (Version
1.3). Retrieved January 15, 2011, fromhttp://www.ahrc.ac.uk/FundingOpportunities/Documents/Research%20Funding%20Guide.pdf
Archer, B. (1979). The
nature and role of design research. Unpublished notes.
Archer, B. (1995). The
nature of research. Co-design, 2, 6-13. Transcribed
version by Chris Rust retrieved January 15, 2011, from http://www.metu.edu.tr/~baykan/arch586/Archer95.pdf
Berliner, D. (1994).
Teacher expertise. In B. Moon & A. S. Mayes (Eds.), Teaching and
learning in the secondary school (pp. 107-113). Abingdon, UK:
Routledge.
Coldstream, W.
(1961). Coldstream report (First report of the National
Council for Diplomas in Art and Design, UK). London: National Council for
Diplomas in Art and Design.
Cross, N. (Ed.).
(1984). Developments in design methodology. Chichester, UK: John
Wiley.
Cross, N. (2001).
Designerly ways of knowing: Design discipline versus design science. Design
Issues, 17(3), 49-55.
Cross, N. (2003). Designerly
ways of knowing. Basel, Switzerland: Birkhäuser.
Curtin University of
Technology. (2007). Principles for doctoral coursework programs.
Perth, Australia: Author. Retrieved January 15, 2011, fromhttp://research.curtin.edu.au/local/docs/graduate/GS-CWDoctorates.pdf
Dash, D. P., &
Ponce, H. R. (2005). Journey of research practice [Editorial]. Journal
of Research Practice, 1(1), Article E1. Retrieved January 15,
2011, fromhttp://jrp.icaap.org/index.php/jrp/article/view/10/21
Damasio, A. R.
(1994). Descartes' error: Emotion, reason and the human brain. New
York: Grosset/Putnam.
Dreyfus, H. L., &
Dreyfus, S. (1988). Mind over machine: The power of human intuition and
expertise in the era of the computer. New York: Free Press.
Dunne, A. (1999). Hertzian
tales: Electronic products, aesthetic experience and critical design.
London: Royal College of Art.
Durling, D., Friedman,
K., & Gutherson, P. (2002). Editorial: Debating the practice-based PhD.International
Journal of Design Sciences and Technology, 10(2), 7-18.
Edelman, G. M.
(2006). Second nature: Brain science and human knowledge. New
Haven, CT and London: Yale University Press.
Frayling, C. (1993).
Research in art and design. Royal College of Art Research Papers, 1(1).
London: Royal College of Art.
Frith, C. (2007) Making
up the mind: How the brain creates our mental world. Malden, MA: Blackwell.
Grayling, A. C. (2003).
Epistemology. In N. Bunnin & E. P. Tsui-James (Eds.), The Blackwell
companion to philosophy (2nd ed., pp. 37-60). Malden, MA: Blackwell.
Higher Education Funding
Council for England et al. (2005, June). RAE 2008 Research assessment
exercise: Guidance on submissions [Ref RAE 03/2005]. Retrieved January
10, 2011, fromhttp://www.rae.ac.uk/pubs/2005/03/
Indiana University
Southeast. (2005). Research policy manual (5th ed.). New
Albany, IN: Author. Retrieved January 15, 2011, fromhttp://www.ius.edu/acadaffairs/pdf/ResearchPolicyManual.pdf
Johnson, M.
(2007). The meaning of the body: Aesthetics of human understanding.
Chicago and London: University of Chicago Press.
Jones, J. C. (n.d.). A
theory of designing. Retrieved January 15, 2011, fromhttp://www.softopia.demon.co.uk/2.2/theory_of_designing.html
Lakoff, G., &
Johnson, M. (1999). Philosophy in the flesh: The embodied mind and its
challenge to western thought. New York: Basic Books.
Mottram, J. (2009).
Researching research in art and design. In J. Elkins (Ed.), Artists
with PhDs: On the new doctoral degree in studio art (pp. 3-30).
Washington, DC: New Academia.
Niedderer, K. (2009,
October). Understanding methods: Mapping the flow of methods, knowledge
and rigour in design research methodology. Paper presented at the third
international conference of the International Association of Societies of
Design Research (IASDR 2009), Seoul, Korea. Retrieved January 15, 2011, fromhttp://www.iasdr2009.org/ap/navigation/byauthorname.html
Niedderer, K. (2007a,
April). A discourse on the meaning of knowledge in art and design
research. Paper presented at the seventh international conference of the
European Academy of Design (EAD 07), Izmir, Turkey.
Niedderer, K. (2007b).
Mapping the meaning of knowledge in design research. Design Research
Quarterly, 2(2), 1 & 5-13. Retrieved January 15, 2011, fromhttps://uhra.herts.ac.uk/dspace/bitstream/2299/4406/1/903922.pdf
Niedderer, K. (2007c).
Designing mindful interaction: The category of the performative object.Design
Issues, 23(1), 3-17. Retrieved January 15, 2011, fromhttp://www.mitpressjournals.org/doi/pdfplus/10.1162/desi.2007.23.1.3
Niedderer, K., &
Reilly, L. (2007). New knowledge in the creative disciplines: Proceedings of
the first experiential knowledge conference 2007 [Editorial]. Journal
of Visual Arts Practice,6(2), 81-88.
Niedderer, K., &
Roworth-Stokes, S. (2007). The role and use of creative practice in
research and its contribution to knowledge. Paper presented at the second
international conference of the International Association of Societies of
Design Research (IASDR 2007), Hong Kong. Retrieved January 15, 2011, fromhttp://www.sd.polyu.edu.hk/iasdr/proceeding/html/sch_day3.htm
Pedgley, O. (2007).
Capturing and analysing own design activity. Design Studies, 28(5),
463-483.
Polanyi, M.
(1967). Personal knowledge. London: Routledge & Kegan Paul.
Rust, C. (2004) Design
enquiry: Tacit knowledge and invention in science. Design Issues, 20(4),
76-85.
Schön, D. (1991). The
reflective practitioner: How professionals think in action. Aldershot, UK:
Arena/Ashgate. (First published by Basic Books, New York, in 1983.)
Whiteley, G.
(2000). An articulated skeletal analogy of the human upper-limb.
Unpublished doctoral dissertation, Sheffield Hallam University, UK.
Williams, M.
(2001). Problems of knowledge: A critical introduction to epistemology.
Oxford, UK: Oxford University Press.
Wood, N. (2004,
September). Unknown knowns: Knowledge elicitation for multimedia in
craft learning. Paper presented at the Challenging Craft conference, Gray's
School of Art, The Robert Gordon University, Aberdeen, UK. Retrieved January
15, 2011, fromhttp://www2.rgu.ac.uk/challengingcraft/ChallengingCraft/papers/nicolawood/nwoodabstract.htm
Published 26 February 2011
Copyright © 2010 Journal of Research Practice and
the authors
Biodata Para Penulis
Kristina Niedderer,
Sekolah Seni dan Desain, Universitas Wolverhampton
Molineux Street, Wolverhampton WV1 1SB, UK
k.niedderer @ wlv.ac.uk
Kristina Niedderer,
Sekolah Seni dan Desain, Universitas Wolverhampton
Molineux Street, Wolverhampton WV1 1SB, UK
k.niedderer @ wlv.ac.uk
Linden Reilly
Sir John Cass Department of Art, Media and Design, London Metropolitan University
Central House, 59-63 Whitechapel High Street, London E1 7PF, UK
l.reilly @ londonmet.ac.uk
Sir John Cass Department of Art, Media and Design, London Metropolitan University
Central House, 59-63 Whitechapel High Street, London E1 7PF, UK
l.reilly @ londonmet.ac.uk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar