oleh
Nasbahry Couto
Revisi Agustus 2012
Untuk kelanjutan artikel ini ada pada artikel: Fungsi Seni: Motif-motif di balik seni, yang menjelaskan seni yang bermotif dan yang tidak bermotif (seni yang tidak di sadari)
A. Pemakaian
dan Asal Kata Seni
1. Pemakaian Kata Seni di Barat (Eropah)
Barnes (2003-2009), menjelaskan maksud dari arti seni (art) dalam kaca mata orang Eropah (Barat) yang utama dan terkini adalah seni visual (seni rupa) walaupun terkandung pengertian dan maksud bahwa kata art ini juga termasuk musik, tari, film, teater dan sebagainya dalam pengertian yang luas. Sebagai contoh dalam bahasa Inggris sangat jarang dipakai istilah Art of film, art of music, art of theater, dan hanya disebut sebagai film, music atau theater saja. Jika seni adalah terjemahan dari art maka buku-buku yang berjudul art seperti History of Art tidak akan ada membahas teater, sastra atau musik di dalamnya, dalam buku semacam ini yang ada adalah seni lukis, patung, grafis, dan keramik. Kadang-kadang ada arsitektur di dalamnya.
Pada zaman lampau, istilah seni ini di Barat di mulai
dari istilah ars. Dalam bahasa latin abad
pertengahan, ada terdapat istilah-istilah ars, artes, dan artista. Ars adalah teknik atau craftsmanship = yaitu ketrampilan dan atau kemahiran dalam mengerjakan sesuatu.
Sedangkan atista = pelaku ars itu. Adapun artes berarti societates
mesteriorum atau kelompok orang-orang
yang memiliki ketangkasan tersebut (craft
guilds); dan artista adalah anggota yang ada
dalam kelompok-kelompok itu. Istilah ars inilah yang kemudian
berkembang menjadi I’arte (Italia), I’art (Perancis), el arte (Spanyol), dan art (Inggris). Bersamaan dengan
itu isinyapun berkembang sedikit demi sedikit kearah pengertiannya sekarang.[1]
Yunani yang dipandang sebagai sumber kebudayaan Eropa,
tidak ditemukan kata yang sepadan dengan kata arts. Kata yang sejajar dengan
istilah itu adalah “techne” atau teknik. Menurut Aristoteles, (techne)
dapat disebut dengan seni, yaitu kemampuan untuk mengerjakan sesuatu
disertai dengan pengertian yang betul tentang prinsip-prinsip pembuatannya.
Pada masa ini timbul pandangan bahwa seniman hanya peniru, jadi karya seni
hanya tiruan (imitasi = mimesis). Dunia ini diciptakan oleh Tuhan, sedangkan
seniman atau tukang hanya peniru ciptaan Tuhan, jadi yang ideal itu adalah
ciptaan Tuhan. Plato seorang filsuf Yunani mengatakan bahwa keindahan itu
terletak pada pikiran manusia tentang sesuatu yang ideal (kesempurnaan) ciptaan
Tuhan, sehingga tidak mungkin keindahan itu kita peroleh dari dunia ini. Akibat
pandangan ini tidak ada pembatas antara seniman dan kriyawan, kriyawan mencipta
sepatu dan para pelukis hanyalah menghasilkan tiruan dari sepatu tersebut.
Timbulnya istilah fine
art atau seni murni dalam abad
ke-18, oleh pembedaan antara seniman dan kriyawan. Seniman dianggap pekerja
seni yang berurusan dengan kreatifitas dan ekspresi, sedangkan kriyawan adalah
tukang yang bekerja dengan keterampilan tangannya. Fine
art bukanlah kesenian yang
rumit melainkan seni yang indah atau beautiful,(les beaux arts, le belle
arti, die schone Kunst). Seni yang mementingkan keindahan daripada
kegunaanya. Pada abad ke-19, di Inggris terdapat suatu usaha untuk menyatukan
kembali seni murni dan seni kriya tersebut yang dipelopori oleh John Ruskin dan
William Morris.
2. Asal Kata Seni dan Pemakaiannya dalam Bahasa
Indonesia
Pemakaian istilah seni untuk pertama kalinya secara resmi
di Indonesia adalah dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, karangan Poerwadarminta [2] . Pemakaian istilah ini
kemudian diikuti oleh kamus-kamus lainnya di Indonesia.
Istilah “seni” sebenarnya sudah lama dipakai dalam bahasa
Melayu Lama yang berarti “halus” atau “kecil”. Misalnya dalam buku
Sejarah Melayu lama, karangan Nuruddin ar- Raniri[3] ditemukan kalimat “ jarum
yang seni” (seni= halus atau kecil).
Keterangan selanjutnya menjelaskan bahwa kata seni
dipakai Poerwadarminta dalam kamusnya, bukan untuk menterjemahkan kata art, atau dalam arti yang
lebih khusus “seni rupa” tetapi fine
art yang artinya (seni
halus), sebab penulis buku kamus ini
beranggapan bahwa istilah seni ini menunjukkan kesepadanannya dengan keindahan,
kehalusan seni yang bernilai tinggi seperti kegiatan sastra dan musik,
teater. Walaupun pengrajin juga menghasilkan karya yang indah itu bukanlah seni
(= yang murni, indah dan dan halus).
Di kawasan lain dari Indonesia, istilah seni ini dapat
dijelaskan, misalnya di India dikenal istilah Cilpa. Dalam bahasa Sansekerta,
seni disebut dengan Cilpa. Sebagai kata sifat Cilpa
berarti berwarna dan kata su-cilpa berarti dilengkapi dengan
bentuk-bentuk yang indah atau dihias dengan yang indah. Dalam kebudayaan India
terkenal buku Cilpacastra, yang artinya buku petunjuk seni yaitu buku atau
pedoman untuk para cilpin, yaitu tukang, atau
seniman. (Soedarso, 2006: 10).
Sebagai tambahan, ada yang mengatakan bahwa seni berasal
dari kata “sani” dalam bahasa Sansekerta yang berarti pemujaan,
pelayanan, donasi, permintaan atau pencarian dengan hormat dan jujur (Sugriwa,
1957). Selanjutnya ada yang mengatakan bahwa seni diambil dari istilah Belanda
yaitu “genie” atau jenius.
Sebagai konsekuensinya kita melihat dalam buku Kamus
Besar Bahasa Indonesia arti seni dan pemakaiannya dalam uraian berikut ini.
3.
Pemakaian kata Seni dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Pemakaian kata seni dalam KBBI dijelaskan dalam
kata sifat (adjectif dan kata benda (noun).
Adjective( kata sifat)
2. 1 halus
(tt rabaan); kecil dan halus; tipis dan halus: benda -- , benda
yang halus bahannya dan buatannya; bercelak -- , memakai
celak yg halus; jarum yg -- ,jarum
yg halus sekali; seorang putri yg -- , putri
yang halus kulitnya; ular -- , ular
yg kecil; 2 lembut dan tinggi (tt
suara): suara
biduanita itu sungguh -- , suara yg kecil
tinggi; 3 mungil dan elok (tt
badan): burung
yg -- burung yg kecil dan elok;
me·nye·ni a halus;
lembut: lagunya
-
noun (kata benda)
3. 1 keahlian
membuat karya yg bermutu (dilihat dr segi kehalusannya, keindahannya,
dsb); 2 karya yg diciptakan
dng keahlian yg luar biasa, spt tari, lukisan, ukiran; seniman tari sering juga
menciptakan -- susastra yg indah;
-- arca ilmu
tt arca dilihat dr segi tekniknya (gaya, cara, dan ketentuan pembuatannya); -- bangunan seni
tt keindahan dl membuat bangunan; --budaya perihal
kesenian dan kebudayaan; -- derita kegiatan
yg dng sengaja membuat menderita diri sendiri, spt mengurung diri dl ruangan;
-- drama seni mengenai
pelakonan dl pentas (sandiwara); -- eksperimental seni
yg diciptakan dng maksud diujicobakan untuk dinilai dan diapresiasikan: musik garapan musikus itu
dapat dikatakan sbg -- eksperimental; -- kriya seni
kerajinan tangan: ia mempromosikan -- kriya Indonesia yg kaya
ragam; -- lukis seni
mengenai gambar-menggambar dan lukis-melukis; -- murni seni
mengenai pembuatan barang yg indah-indah (seni lukis, seni pahat, dsb); -- pahat seni
mengenai pahat-memahat (membuat patung dsb); seni ukir; -- panggung kebolehan
dan keterampilan yg diperlukan dl suatu pementasan; -- ritual seni
yg berkaitan dng kepentingan memanunggalkan manusia dng Tuhannya atau kekuatan
adikodrati yg dipercayainya: Nini Thowok termasuk kategori pergelaran --
ritual Jawa; --rupa seni
pahat dan seni lukis; -- sastra seni
mengenai karang-mengarang (prosa dan puisi); -- suara seni
olah suara atau bunyi (nyanyian, musik, dsb); -- suara
instrumental seni suara yg diperdengarkan melalui
alat-alat, spt alat tiup, alat gesek, dan alat pukul; -- suara
vokal seni suara yg diperdengarkan dng
perantaraan suara manusia; -- sungging seni
membuat gambar perhiasan; --taman lanskap;
-- tari seni mengenai
tari-menari (gerak-gerik yg berirama); --ukir seni
pahat;
ber·se·ni v mempunyai
rasa seni; mengandung nilai seni;
me·nye·ni v cak berseni: ia
- juga;
ke·se·ni·an n perihal
seni; keindahan: sejarah -, sejarah
tt perkembangan seni;
- rakyat kesenian
masyarakat banyak dlm bentuk yg dapat menimbulkan rasa indah yg diciptakan
sendiri oleh anggota masyarakat yg hasilnya merupakan milik bersama
4. kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yg bernilai
tinggi (luar biasa);
5. orang yg berkesanggupan luar biasa; genius
B. Memahami
Pengertian Seni Sepanjang Zaman di Barat
Pengertian seni (art) dalam bahasa-bahasa Barat berbeda dengan apa yang diuraikan dalam bahasa Indonesia sebab art dalam bahasa-bahasa Barat artinya adalah seni rupa. Apa yang diuraikan di bawah ini lebih lebih cendrung untuk menjelaskan seni dalam konteks seni rupa.
Menurut Couto (2008:79-100), Setiap zaman orang memahami
seni itu berbeda-beda, hal ini dibuktikan dari uraian di bawah ini. Dalam buku
kritik seni, sejarah seni dan artikel-artikel dan buku tentang seni yang
terbaru seperti tulisan John Peter Berger (1972, 2005), Jirousek (1995), atau
Barnes (2009), atau buku-buku standar seperti Atkins, Robert, (1990),
Clark, John (1998). Florida, Richard (2002) Geertz, Clifford. Hauser,
Arnold.(1974, Jones, Cristopher, (1979), Rathus, Louis Fichner (1994). Walker,
John A,.(1989). Waterson, Roxana (1990), dapat menjelaskan perbedaan pandangan
budaya tentang pengertian seni, budaya, berikut bagaimana produksi dan
teknologinya dari berbagai disiplin ilmu seperti seni dan budaya, seni rupa,
desain, arsitektur dsb.[4]
Agar pembaca dapat memahami masalahnya maka sekiranya
dapat dilihat beberapa pertanyaan pokok di bawah ini tentang apa
itu seni dan bukan seni.
- Dapatkah sebuah objek dianggap sebagai seni hari ini namun tidak dianggap seni waktu karya itu diciptakan?
- Apa kondisi yang harus dipenuhi agar sesuatu itu dengan fungsi tertentu dapat dianggap sebagai kerja seni?
- Harus seni itu indah (estetik)?
- Harus seni mengkomunikasikan sesuatu atau menjadi sesuatu? Haruskah seni itu dapat bercerita?
- Harus seni dibuat dengan tangan?
- Bagaimana dengan benda-benda yang diproduksi secara massal?
- Harus sebuah karya seni hanya dibuat oleh seorang seniman?
- Seorang seniman mengambil sepotong kayu apung dari pantai dan menampilkannya di galeri, apakah itu dapat disebut sebuah karya seni?
- Dalam kondisi apa fotografi itu dapat dianggap seni, dan kapan fotografi bukan seni?
- Dapatkah obyek menjadi seni jika orang yang membuat itu tidak bermaksud bahwa itu tidak untuk menjadi seni?
- Harus sebuah karya seni harus mengekspresikan perasaan atau emosi untuk dianggap seni?
- Apakah seni itu harus imitasi (tiruan) atau interpretasi dari alam?
- Apakah seni harus terlihat "real/nyata"?
- Dapatkah sebuah kursi, pakaian alat, kartu ucapan selamat, musik instrumen, permadani, selimut menjadi seni? ? Dalam kondisi apa objek itu seni atau bukan seni?
- Apa benda pakai dapat menjadi sebuah karya seni? Dapatkah benda yang ditemukan begitu saja dianggap sebagai sebuah patung?[5]
Menurut Barnes, Bernadine (2009)[6] nampaknya semua definisi seni, terbuka bagi pertanyaan dan perdebatan. Ada beberapa hal yang perlu dan dapat dijelaskan. Menurutnya, suatu definisi seni yang nampak benar bagi orang Barat pada abad 21 mungkin sangat berbeda dengan definisi seni budaya nonbarat (Timur), baik dalam konteks masyarakat, komunitas, atau dalam periode sejarah yang berbeda-beda. Definisi seni bagi masyarakat Barat yang terbuka, dan tidak terasa asing bagi masyarakat Barat masa kini, seni bagi mereka adalah kategori umum seperti lukisan dan patung.
Menurut Barnes, definisi seni mulai bermasalah sejak
awal abad 20, dimana beberapa seniman mulai mencari dan mengubah seluruh
konsepsi seni. Dimana objek seni dari seniman-seniman ini mulai memperlihatkan
sifat-sifat yang berbeda dan tidak lagi terkait dengan seni yang indah, atau
mengandung keahlian, dan mengandung komposisi yang jelas. Akibatnya, objek
seni bisa jadi, tak dapat dibedakan dari produk
konsumsi sehari-hari.
Gambar 1.1 Painted Bronze. 1960, Oil
on bronze, Overall: 5 1/2 x 8 x 4 3/4" (14 x 20.3 x
12 cm); two cans: each 4 3/4 x 2 11/16" diameter
(12 x 6.8 cm), base: 3/4 x 8 x 4 3/4" (2 x 20.3 x 12
cm), Museum Ludwig, Ludwig Donation, Cologne, ©
1996 Jasper Johns/Licensed by VAGA, New York, NY
Seniman konseptual (Conceptual art) seperti Jeff Koons,
misalnya, menciptakan patung dari hasil pabrik seperti produk penghisap
debu dan perhiasan rumput halaman. Gejala yang menonjol pada seperempat abad
ke-20 terakhir, kritikus dan sejarawan seni mempertimbangkan banyak jenis objek
yang dapat disebut karya seni.
Hari ini, masalah seni yang sering dibicarakan adalah
tentang budaya visual (visual culture), yang dapat meliputi filem,
televisi, iklan, dan buku komik dan pandangan ini ikut mempengaruhi cara
melihat dan menilai hasil seni patung, lukisan atau arsitektur.
Menurutnya, kesukaran yang utama dalam mendefinisikan
seni, dapat diperlihatkan dengan adanya pengaruh nilai uang, pengaruh strata
sosial, dan intelektual terhadap seni. Sejumlah besar uang mungkin dihubungkan
dengan sebuah obyek seni yang dihargai berlebihan. Suatu patung kaleng bir
ciptaan Seniman Amerika Jasper Johns dapat bernilai jutaan dolar,
sedangkan kaleng bir biasa tidak bernilai seperserpun.
Banyak kritikus seni menjelaskan bahwa sebuah
patung mengandung nilai seni, hanya oleh karena senimannya mengatakannya
bernilai seni. Tetapi bagaimana jika penciptanya tidak berpikiran seperti itu?
Sebagai contoh, misalnya selimut yang ditenun oleh suku Indian Navajo di
Amerika. Pembuat selimut ini samasekali tak dikenal. Apakah ciptaannya ini
tidak dapat disebut karya seni?
Selimut buatan penenun suku Indian Navajo, misalnya
hanya dikenal sebagai benda kriya, tak dikenal pembuatnya. Dibandingkan sebagai
hasil seni; karya ini lazim hanya digolongkan sebagai artefak budaya manusia
biasa yang nonartistik. Seperti halnya benda utilitas suku lainnya, dimana
produk itu tanpa nama pencipta, tanpa gender dan asal mereka dalam
kebudayaan suku primitif. Sebaliknya mungkin saja kita akan mulai untuk
mempertimbangkan bahwa objek itu sebagai objek seni.
Menurut Barnes, kecendrungan ini adalah cerminan dari
nilai sosial kita yang sedang berubah. Dimana
tadinya kita melihat sebagai benda biasa, kemudian menilainya menjadi benda
seni. Objek benda pakai budaya suku seperti hasil kriya atau artefak, tidak
dapat dianggap karya seni, jika kita berpikir tentang kategori lukisan, patung,
dan lainnya yang termasuk high art (seni tinggi).
Kritikus dan sejarawan seni hari ini sering mencoba untuk
menghindari perbedaan antara seni tinggi dan seni rendah, dan berusaha untuk
mengganti istilah “ seni tinggi” dengan terminologi seperti “seni dengan suatu
huruf besar “A”(Art), seni seperti apa adanya (art) dan “seni
serius.” Tetapi terminologi ini masih mengandung unsur untuk menyimpang dan
mengandung perbedaan pengertian. Kita bisa menggantinya seperti “seni yang
dipertunjukkan di musium,” “seni yang diajar kelas sejarah seni,” atau “ seni
yang ditafsirkan oleh kritikus” dan seterusnya. Ungkapan ini meliputi
objek-objek seni masyarakat suku primitif dan memberi karya mereka
dengan nilai intelektual, tanpa mengenal siapa pembuat dan apapun tujuannya.
Menurut Barnes, kesukaran kita dalam membentuk definisi
seni, dapat dicontohkan saat kita pergi ke suatu musium seni. Biasanya di sana
terdapat lukisan dan patung, bukan buku komik, balok roti, atau hasil karya
seniman amatir. Umumnya kita tidak kecewa sekalipun kadang-kadang yang
dipamerkan menonjolkan buku komik sebagai hasil seni, dan ini membuka mata kita
apa yang disebut seni menurut seniman. Kita dapat melihat lukisan berbingkai
atau karya pahatan kayu dengan alasnya, karya ini ternyata tidak lain dari pada
kesepakatan sejarah saja tentang seni, dibanding dari material spesifik atau
memiliki mutu seni visual sesuai dengan kriteria yang berlaku. Banyak
objek disebut “ seni” menghadirkan gagasan penting, tetapi beberapa diantaranya
sama sekali tidak memilki sebuah gagasanpun. Walaupun suatu definisi seni nampak
seperti suatu gagasan yang baik, dan ahli filsafat dalam bidang estetika
mencoba menjalinnya menjadi suatu pengertian, tetapi sangat mungkin untuk
menciptakan dan menikmati seni tanpa
definisi seperti itu.
Seniman biasanya lebih memperhatikan bagaimana cara
atau teknik terbaik dalam memakai material untuk menyampaikan gagasan mereka,
dibanding dengan memutuskan apa yang seni atau bukanlah seni. Sedangkan kurator
musium dan sejarawan seni lebih sibuk mencari contoh jenis seni dari objek
tertentu, seperti Jambangan Yunani atau hasil kerjaan pelukis Rembrand.
Menurut Barnes, adalah penting untuk diingat bahwa seni adalah suatu kategori
berubah-ubah batasannya, yang tidak hanya tergambar pada definisi umumnya
tetapi juga tergambar pada bagian-bagiannya. Manusia tidak hanya membuat karya
seni, tetapi juga memilih objek-objek yang seyogyanya disebut seni. Banyak
sifat-sifat tertentu sekarang ini kita hubungan dengan sifat-sifat asli seni,
misalnya ungkapan individu (ekspresi), sesuatu yang dapat kita renungkan
dibanding dengan kaya-karya sekitar tahun 1500-1700-an.
Sebelum zaman ini objek-objek besar yang indah dan arti
simbolisnya biasanya hanya melayani satu tujuan, selain dari ungkapan
keindahan. Seni lebih dikenal sebagai bagian dari benda pakai, misalnya
pakaian, peralatan yang dipakai dan seniman adalah para pekerja. Para pekerja
itu dihormati atas sebuah keahliannya, bahkan kadang-kadang
masyarakat masa itu, menganggap mereka memiliki keahlian yang ajaib karena
kemampuannya itu tidak dimiliki oleh orang lain.
1. Pengertian Seni di Zaman Yunani dan Romawi
Kuno
Gambar
1.2 Bagi orang Yunani seni sama halnya
dengan pertukangan atau keahlian teknik. Patung Perikles, 461 SM. Sumber
Compton Enciclopaedia, CD.
Menurut Gunawan Muhammad dalam
Sachari (1986:36) di zaman Yunani kuno, perkataan techne adalah suatu ucapan yang
sebanding dengan kata seni. Techne (teknik) berarti pekerjaan
atau kecakapan teknis, dapat digunakan bagi berbagai objek pilihan. Tetapi
orang Yunani menghargai suatu peniruan yang disebut dengan istilah mimesis (tiruan dari kenyataan) di
bidang seni lukis dan terutama untuk penggunaan proporsi di bidang seni
patung dan seni bangunan (arsitektur) orang Roma zaman kuno, menggunakan kata ars, tetapi ars yang merujuk kepada suatu
teknik atau suatu metoda bekerja, bukan kepada ekspresi, kegiatan kreatif yang
oleh kita sekarang ini dihubungkan dengan seni.
Menurut Barnes, penulis Roma Pliny The Elder, dapat
menguak rahasia tentang seniman klasik (periode Yunani dan Roma kuno). Ia
menulis tentang seni-lukis dan seni patung yang dibuat dari logam.
Walaupun Pliny memuji keahlian pematung dan pelukis tertentu, ia tidak
memilih lukisan atau patung sebagai hal yang lebih baik daripada barang
tembikar, kerja logam, atau kerja kriya lainnya, jadi kedudukannya sama. Hal
ini menunjukkan tradisi yang berlangsung saat itu. Dimana seni tidak dibedakan
dengan keahlian membuat barang kebutuhan sehari-hari. Namun bukan berarti benda
itu bukan benda seni, sebab tujuan pembuatan benda itu telah mengandung
nilai-nilai artsitik dan estetik, yang baru disadari oleh masyarakat lain
pada waktu dan tempat berbeda.
2. Pengertian Seni di Zaman Pertengahan
Sepanjang Abad Pertengahan (sekitar tahun 350-1450),
Agama Kristen mendominasi kultur Barat. [7] Umumnya karya ini menarik perhatian orang
saat itu, dan gambar atau lukisan sangat membantu mereka dalam menjelaskan
tanda-tanda keagamaan, misalnya untuk memahami bentuk lingkaran di atas kepala
orang suci, atau untuk memahami bagaimana bentuk iblis besar dan menakutkan.
Ukiran tanda-tanda keagamaan. Gam baran mengenai Santo
(orang suci), pada tiang katedral di Chartres, Perancis, yang
dibangun sekitar tahun 1132 and 1240. Sumber:
Encyclopaedia Encarta, CD, 2002-3
Banyak hiasan diukirkan dan dekorasi yang
dilukiskan, atau penggunaan materi yang mahal seperti emas, gading dan permata,
dan rekabentuk penyinaran interior melalui penggunaan kaca patri (stained
glass).
Tidak ada bentuk seni tertentu dipikirkan lebih dari seni
yang lain sepanjang abad Pertengahan yang dianggap bernilai bahkan berbeda
dengan pengertian kita sekarang.
Misalnya objek mewah yang kecil-kecil seperti naskah
iluminasi (hiasan buku manuskrip), barang barang perhiasan, dan objek
metal yang digunakan di gereja. Untuk membangun bangunan Katedral yang besar
abad Tengah, diperlukan ketrampilan beratus-ratus pengrajin dan menjadi
kebanggaan keseluruhan kota besar. Orang-orang kaya menghias rumah mereka
dengan hiasan dinding dan permadani besar yang menceritakan tentang
berbagai mitologi saat itu. Bahkan dekorasi pakaian seseorang bisa dihias secara detail untuk menyatakan
pandangan moral dan status seseorang.
Di Abad Pertengahan, pengrajin secara hati-hati dilatih;
atau terlatih di tempat kerja membuat buat objek yang kita sebut sekarang
sebagai karya seni. Dapat dikatakan beberapa karya masterpiece berasal
dari tradisi kerja abad Pertengahan ini. Istilah master ini mengacu
pada suatu obyek yang dibuat oleh tukang ahli (master). Mereka belajar dengan
sistem aprentis dan masuk organisasi pertukangan yang disebut dengan gilda (gilde)[8].
Pada akhir pelatihannya atau biasanya dengan seorang guru (master), dia harus
menunjukkan telah memiliki keahlian pula untuk disebut sebagai master.
Sepanjang abad Tengah suatu karya masterpiece bisa jadi sebuah patung,
suatu jendela gelas, atau sepasang sepatu.
3. Pengertian Seni di zaman Renaisan
Pentingnya ketrampilan dan kriya tangan berlanjut terus
sampai Zaman Renaisan, suatu periode yang berkaitan dengan hidupnya lagi
sastra dan seni Eropah, yang dimulai tahun 1400.
Gambar. 1.4 Hasil
pertukangan zaman Renaisan, sebuah relief tembaga, pada pintu masuk katedral.
Menggambarkan “Pengorbanan nabi Ismail” Secara sosial seni zaman ini
berada dalam kelompok-kelompok pertukangan sejenis yang disebut dengan Gilda. Sumber:
Encyclopaedia Encarta, CD, 2002-3
Sepanjang Zaman Renaisan, seni visual di Eropah sering
dihubungkan dengan kegiatan dagang berdasarkan jenis materi yang dipakai.
Sebagai contoh, di dalam serikat sekerja (asosiasi dagang) abad ke-15, para
pelukis Italia diklassifikasikan sama dengan para doktor, sebab
kedua-duanya menggunakan bahan-kimia. Para pematung yang bekerja dengan
bahan perunggu dikelompokkan sama dengan kelompok pembuat panah dari besi.
Bagaimanapun, posisi seniman mulai berubah pada abad ke-15.
Pelukis dan Pematung berhubungan secara informal dengan
penyair, yang menduduki suatu status sosial lebih tinggi, sebab puisi telah
lama mempertimbangkan suatu seni yang lebih tinggi (hight art). Buku tentang seni telah
mulai ditulis orang, untuk menjelaskan teori seni dan arsitektur, dan seniman
mengklaim bahwa mereka adalah genius yang memiliki inspirasi, jadi tidak semata
hanya sebagai pekerja.
Sepanjang abad ke-16, para teoritikus seni di Italia
mulai mengklassifikasikan arsitektur, lukisan, dan patung sebagai Arts of disegno (“design”) yaitu
kegiatan kreatif yang memerlukan suatu ide dan memindahkan ide itu ke atas
gambar. (Kata Italia Disegno berarti rekabentuk/design dan gambar).
Para penulis Zaman Renaisan Italia juga
menghormati lukisan naratif (bercerita) dan lebih berharga dibanding jenis
lukisan lain seperti lukisan potret (potrait) atau pemandangan (lanscape).
Lukisan naratif diangkat dari cerita mitos tentang sejarah atau atau
tentang cerita dalam agama. Gambar atau lukisan naratif itu bisa menjadi
pedoman langsung tentang ajaran moral etika dan agama dengan melihatnya, dibandingkan
penyebaran ajaran melalui cerita tertulis. Jenis lukisan ini disebut istoria oleh orang Italia, dan
lukisan sejarah oleh orang Inggris, karya-karya ini dipertimbangkan sebagai
bentuk seni rupa yang paling tinggi nilainya sampai akhir abad ke-19.
4. Pengertian Seni abad ke17sd. 19: Seni adalah Hasil Karya Para Jenius
Sampai dengan abad ke-17, banyak seniman berkeliling Eropah untuk mencari-cari kebebasan yang lebih kreatif. Mereka memandang sumber inspirasi mereka yang berasal dari Abad Pertengahan dan Zaman Renaisan (zaman kebangkitan kembali) sudah sangat terbatas. Beberapa seniman memperoleh kebebasan dengan bekerja di lingkungan kerajaan dan golongan bangsawanan sedang yang lain menciptakan seni untuk dijual secara langsung ke kolektor individual.
Agaknya suatu kebebasan, bagaimanapun juga nampaknya
harus dibayar mahal dengan menurunnya mutu artistik di kalangan seniman masa
itu. Sebagai dampaknya maka mulai bermunculan akademi–akademi seni yang penting
sebagai cara untuk masuk ke profesi tanpa menyesuaikan diri ke peraturan
serikat sekerja (gilda). Akademi lebih menekankan gagasan, yang terutama sekali
yang terkait dengan ilmu pengetahuan, filsafat atau literatur
tertentu, bidang yang menikmati status jauh lebih tinggi dibanding seni
visual rakyat kebanyakan.
Gambar 1.5 Karya Self-Portrait oleh Rembrandt van Rijn dilukis tahun 1669, saat-saat
akan tutup usia, lukisan ini ada di National Gallery, London. Sumber:
Encyclopaedia Encarta, CD, 2002-3. Rembrandt dianggap salah satu pelukis jenius
di samping pelukis Vermeer
Pada waktu yang sama, akademi membedakan diri mereka dari
pekerjaan bengkel (workshop). Di Perancis, berdiri Academia des
Beaux-Arts (Akademi Seni Rupa) pertama, tahun 1648 di kota Paris, Perancis.
Pendidikan terutama menekankan pembedaan ini; seni-lukis, patung, dan
arsitektur dengan nama beaux-arts, yang berarti seni murni (fine arts).
Akademi Seni Rupa Perancis memasukkan program menggambar nudis sebagai
materi pelajarannya, hal ini berpengaruh agar program ini tidak dibuat
sembarangan secara bebas oleh masyarakat ditempat lain selain hanya di
Akademi.
Mereka menyadari bahwa tidak semua seni visual harus
menggunakan figur manusia untuk karya kriya dan seni mekanik, termasuk metode
kerja seni lukis. Walaupun ilmu lain seperti perspektif, geometri dan anatomi
dipelajari dalam kelas biasa namun seni lukis dan seni patung dipelajari
secara individual di dalam studio akademi. Bagaimanapun juga pandangan
orang terhadap seni, tidak sama dengan masa sekarang. Lukisan-lukisan minyak
karya Johanes Vermeer, misalnya, dianggap berteknologi tinggi pada abad ke-17
di Belanda, dan seniman adalah jenius.
5. Seni Abad ke-19, Seni Sebagai Ekspresi
Seni
sebagai media ekspresi sebenarnya ada pada setiap zaman, namun sebagai
sebuah pemikiran, seni sebagai ekspresi mulai kelihatan sejak adanya penolakan
seniman Perancis atas cara Akademi Seni dalam berkarya. Akademi Seni
Rupa Perancis memiliki fasilitas khusus dari Pemerintah Perancis
untuk pengembangan sekolahnya. Sokongan ini penting atas kestabilan dan
dominasi institusi terhadap nilai seni.
Gambar
1.6. Suatu ide bahwa seniman dapat menyalurkan ekspresinya
secara pribadi dan dapat menjadi suatu tema atau subject menjadi mapan
sepanjang abad ke-19-an. Contoh karya Eugène Delacroix, Liberty Leading the People sesudah
revolusi Perancis tahun 1789 - 1799, dilukis tahun 1830. Sumber: Encyclopaedia
Encarta, CD, 2002-3.
Sebagai akibatnya maka sepanjang abad ke-19, para seniman
kebanyakan di Perancis mulai menentang dominasi institusi ini. Misalnya,
para seniman Abad pada awal 19, mulai mengadakan gerakan seni yang disebut
dengan romantisme, antara lain oleh pelukis Eugene Delacroix, dimana mereka
lebih menekankan ungkapan seni lukis yang penuh dengan ekspresi yang sangat
berlebihan. Mereka sering memilih subjek seni yang mengkritik pemerintah,
walaupun cara melukis pada prinsipnya menggunakan teknik dan
komposisi akademis yang ada pada saat itu.
Pada pertengahan abad ini Gustave Courbet dan
Seniman Perancis lainnya mulai untuk mempromosikan ciri khas seni mereka
yang berbeda dengan cara akademi. Mereka tidak hanya memilih objek seni lukis
dari para raja dan bangsawan, tetapi mereka menggunakan gambar itu sebagai alat
untuk mengkritik pemerintah, malahan mereka mulai menggunakan teknik yang berbeda
dengan yang diajarkan di akademi.
Mulai tahun 1860-an Edouard
Manet, seorang pelukis Perancis yang terkenal dengan lukisan impressionisnya,
keluar dari Akademi, kemudian mendirikan sanggar sendiri dan berkompetisi
dengan para pelukis lain yang disponsori oleh pemerintah (sekolah akademi
seni). Alternatif ini dengan cepat merubah sistem yang ada selama ini, menjadi
sistem galeri komersil yang modern yang pertama, di mana seniman menyediakan
hasil kerja seni dan menyalurkannya sebagai penjual kepada siapa yang
membutuhkan jasanya.
Gambar 1. 7 Pengaruh
hasil Print dari
karya grafis Jepang yang masuk ke Eropah, terhadap karya pelukis Vann
Gogh,The Bridge in the Rain (after Hiroshige), 1887,Vincent van Gogh
(1853-1890),Oil on Canvas, 73 x 54 cm,Van Gogh Museum, Amsterdam
Suatu ide bahwa seniman dapat menyalurkan ekspresinya
secara pribadi dan dapat menjadi suatu tema atau subject menjadi mapan
sepanjang abad ke-19-an. Sebetulnya sejak abad ke-18-an beberapa seniman mulai
bereaksi terhadap apa yang dirasakannya untuk menggambarkan seni masa
itu.Gerakan romantis berlanjut terus dan menjadi mapan, dengan kecendrungan
untuk mengambil tema tentang penderitaan, nafsu atau imajinasi yang lepas dari
kenyataan. Di sekitar pertengahan abad ke-19 muncul tradisi seni realisme yang
bereaksi terhadap terhadap ungkapan sastra romantis dan menuntut suatu
pelukisan kembali kenyataan sesuai dengan realitas.Tanggapan ini berpengaruh
sampai dengan tahun 1860-an dan 1870-an, dimana untuk mengungkapkan realitas,
seniman berusaha bereksperimen dengan lukisan impressionists untuk kesan sesaat
dari realitas optis yang nampak, merekam cahaya dan warna sesuai dengan apa
yang terlihat sesaat. Mereka tertarik untuk menggambarkan cahaya dan warna
seperti apa yang terlihat dan memberikan jalan untuk seniman generasi
berikutnya untuk menyatakan apa yang mereka rasakan melalui warna asli, bahkan
ada yang tidak mencampurnya.
6. Seni Abad ke-20: Seni sebagai Media dan Bentuk Baru
Pada
abad ke-20 dan 21-an, banyak sekali kecenderungan seni yang dikembangkan,
perkembangan diantaranya adalah untuk mencari dan merubah definisi
seni yang ada. Seniman Dada, misalnya yang timbul pada awal abad 20,
menciptakan karya seni dan hal-hal yang tidak masuk akal dari semua
definisi seni.
Gambar 1.8 Karya pelukis Perancis Marcel Duchamp bergaya Dada
1917. Sebuah tempat buang air kecil dari keramik di jadikan karya patung. Sumber: Encyclopaedia Encarta, CD,
2002-3.
Salah satu dari pekerjaan gaya Dada yang yang paling
terkenal telah diperlihatkan tahun 1917 oleh pelukis Perancis Marcel Duchamp:
dia mengambil tempat buang air kecil dari keramik dan dijadikan karya seni
patung yang diberi judul “Air mancur,” dan menandatangani dengan suatu nama
samaran (R. Mutt) yang mempermainkan nama pabrik (J.R.Mott) sebagai nama
Duchamp. [10]
Seniman zaman ini, sadar akan tradisi lebih awal
dari seni rupa dan dapat memilih untuk bekerja media tradisional (termasuk
lukisan, patung, Print making, dan sekarang fotografi),
dan dikombinasikannya dengan berbagai media baru collage dan assemblage (kolase dan asembling),
atau mencoba untuk beralih dari sifat-sifat seluruh yang berbau tradisional
dalam berkarya.
Gambar 1.9 Karya Seniman kelahiran Bulgaria Christo
Javajeff, “package” 1961. Sumber: Encyclopaedia
Encarta, CD, 2002-3.
Sebagai contoh, beberapa seniman menciptakan yang disebut
seni lingkungan (environmental art) dimana kita dapat berjalan
mengelilingi atau memasuki karya seni itu. Seniman lain kelahiran
Bulgaria Christo Javajeff (1935-) dan Amerika Robert Smithson, mencoba untuk
mengatur kembali pemandangan yang alami dengan cara-cara yang tidak lazim yang
tidak benar-benar dapat disebut arsitektur, arsitektur lanskap, atau patung.
Misalnya seniman Christo, membungkus sebuah gedung dengan
kain yang sangat besar sebagai karya seninya. Atau menata sebuah pulau dengan
pasir. Kritikus Seni menamakannya karya jenis ini dengan seni daratan ( land
art) dan earthworks. Meski demikian
banyak seniman lainnya dapat memusat perhatian pada nilai komersial seni,
dengan menciptakan karya yang samasekali tidak dapat dijual, seperti beberapa
seniman konseptual dalam beberapa dekade terakhir abad 20.
Beberapa seniman kontemporer malahan mengabaikan apa yang
digariskan oleh akademi tentang apa yang disebut seni murni maupun kriya, atau
mereka samasekali menyatakan adanya perbedaan penting antara satu bentuk seni
dengan lainnya menurut keyakinan mereka.
C.
Seni dalam Konteks Masyarakat (Sosial dan Budaya)
Banyak tulisan yang menjelaskan bahwa pengembangan dan
definisi seni dalam pandangan sejarah seni hanya berlaku bagi tradisi seni
rupa (visual art) Barat; khususnya tentang seni rupa di Eropa
dan Amerika (Eromerika). Menurut kacamata Barat tiap-tiap
kebudayaan manusia mempunyai tradisi seni sendiri, sama kompleks dan
kayanya seperti tradisi seni Barat.
Namun perlu juga diketahui bahwa pada waktu di masa lampau, seni nonbarat banyak pengaruhnya terhadap seniman Eropa dan kadang-kadang pengaruh ini justru telah mengubah seni Barat. Misalnya beberapa karya Pablo Picasso yang terkenal itu, dipengaruhi seni patung dari Afrika awal abad 20. Seni Afrika banyak berpengaruh terhadap Seni Barat abad ke-20 melalui gubahan bentuknya yang meniru seni patung Afrika. Perbedaan antara pandangan tentang seni ini, baru terkuak kepada umum sejak tahun 1970-an, beberapa museum seni yang besar di Eropah mulai mengenalkan buku teks tradisi nonbarat untuk dipelajari siswa sejarah seni dan juga kepada publik.
Namun perlu juga diketahui bahwa pada waktu di masa lampau, seni nonbarat banyak pengaruhnya terhadap seniman Eropa dan kadang-kadang pengaruh ini justru telah mengubah seni Barat. Misalnya beberapa karya Pablo Picasso yang terkenal itu, dipengaruhi seni patung dari Afrika awal abad 20. Seni Afrika banyak berpengaruh terhadap Seni Barat abad ke-20 melalui gubahan bentuknya yang meniru seni patung Afrika. Perbedaan antara pandangan tentang seni ini, baru terkuak kepada umum sejak tahun 1970-an, beberapa museum seni yang besar di Eropah mulai mengenalkan buku teks tradisi nonbarat untuk dipelajari siswa sejarah seni dan juga kepada publik.
1. Tujuan dan Maksud Seni yang Berbeda
Ditinjau dari segi budaya, tujuan seni itu ternyata
dapat berbeda. Misalnya saat mempelajari seni dunia; yang dapat meluaskan cara
berpikir tentang seni secara umum, khususnya seni yang nonbarat akan timbul
berbagai kesulitan. Terutama karena perbedaannya cara pandangnya dengan tradisi
seni Barat. Pertama, Barat cenderung untuk memaksakan kategori Barat dan
nilai-nilai Barat pada seni dari kebudayaan lainnya. Topeng dari Afrika,
misalnya, telah dihargai untuk sedikitnya suatu abad oleh kolektor Barat
sebagai seni patung.
Gambar
1.10 Benda-benda ini bukan dimaksudkan sebagai
benda seni oleh pembuatnya, tetapi benda-benda pakai biasa, yang
bisa ditafsirkan sebagai benda seni oleh orang Barat
Selama ini topeng dari Afrika ini telah dilihat oleh
kacamata Barat sebagai bentuk patung untuk dipajang didinding dan
mengapresiasi kualitas abstrak yang kuat dari patung itu. Sebaliknya bagi
kelompok masyarakat di Afrika, topeng hanyalah bagian dari tarian
upacara agama,
yang berguna untuk memperlihatkan salah satu kostum pemain tari, dengan peran
tertentu yang dalam kehidupan sosial mereka, atau dalam komunitas mereka,
misalnya asesories raja atau pawang. Bagi masyarakat Afrika, khususnya
komunitas tertentu, topeng hanya mempunyai nilai dan maksud simbolis saat
digunakan dalam tarian. Bagi orang Afika, topeng juga tidak dinilai sebagai
patung dalam upacara tarian agama, jadi mereka tidak membedakan antara seni
visual, tarian, musik, dan teater di dalam kegiatan ini.
2. Seni yang Disadari dan Tidak Disadari
Di tengah masyarakat yang berwawasan luas, akan muncul karya-karya seni yang bermutu tinggi. Karena kompleksitas dan kedalamannya, maka orang berusaha membuat definisi dan klassifikasi mengenai seni. Usaha ini dimaksudkan untuk mempermudah orang memahami seni. Konsep-konsep yang muncul itu sangat bervariasi sesuai dengan pemahaman, penghayatan, dan pandangan seseorang terhadap seni di sepanjang zaman. Oleh karena itu kita melihat dua fenomena dalam pemahaman seni (1) seni yang disadari (2) seni yang tidak disadari , atau dalam bahasa lain seni yang tidak memiliki motiv, dan seni yang memiliki motif tertentu. Uraian tentang ini lihat (klik kanan di sini)
Menurut Hauser (1979, 1988), menjelaskan bahwa seni
yang disadari adalah ungkapan-ungkapan tekstual yang ditulis oleh para
ahli sepanjang zaman. Disadari berarti dipikirkan, direnung kan, sehingga
meng hasilkan konsep-konsep atau teori seni. Antara lain dalam bentuk
kritik seni, tinjauan seni, sejarah seni. Yang terpenting dalam hal ini
adalah bahwa oleh karena dipikirkan, maka ada usaha untuk menciptakan seni
dalam bentuk baru. Seni modern adalah salah satu bentuk seni yang
muncul dari hasil pemikiran, berikut kreativitas yang ada di dalamnya.
Sedangkan seni yang tidak disadari adalah seni yang
berlangsung dalam masyarakat (sosial), misalnya masyarakat tradisional.
Seni itu tidak dibahas secara ilmiah, tetapi diturunkan secara lisan dari
mulut-ke mulut. Tradisi ini dianggap sebagai pemeliharaan seni, tetapi
jarang ada usaha untuk merobah seni itu karena sifat konvensionalnya (telah
disepakati bersama).
Beberapa
ungkapan dari seni yang disadari itu bersifat ilmiah, hal ini dapat diterangkan
dalam beberapa contoh berikut ini.
a.
Seni yang Disadari, Seni yang memiliki motivasi, tujuan, dan fungsi tertentu
Motivasi keagamaan dan Kepercayaan
Plato, Lessing, JJ. Rousseu, (Filsuf Naturalisme) Seni pada hakekatnya adalah peniruan alam dengan segala segi-seginya. Teori ini beranggapan bahwa seni yang baik adalah yang mendekati bentuk alam (natural).
Plato, Lessing, JJ. Rousseu, (Filsuf Naturalisme) Seni pada hakekatnya adalah peniruan alam dengan segala segi-seginya. Teori ini beranggapan bahwa seni yang baik adalah yang mendekati bentuk alam (natural).
Sokrates (Filsuf Yunani), pernah menyatakan
bahwa keindahan itu adalah segala sesuatu yang menyenangkan dan memenuhi
keinginan terakhir. Interaksi antara manusia dengan alam banyak mengispirasi
penciptaan karya seni.
Aristoteles (Filsuf Yunani), Seni adalah peniruan
bentuk alam. Namun tidak sekedar itu, pencipta harus menyatakan idenya untuk
menambah keindahan seni melebihi alam nyatanya. Teori ini di dasari oleh
pendapat aliran naturalisme yang dipengaruhi oleh kesenian kuno.
Filsuf Kristiani Santo
Augustinus (354-430) dan Thomas Aquinas (1225-1274) berpendapat bahwa keindahan
itu berkaitan dengan kebenaran, bahwa kebenaran yang illahiah akan melahirkan
konsep keindahan, dan usaha untuk mengekspresikan kebenaran-kebenaran tersebut
akan menghasilkan bentuk-bentukyang indah. Santo Augustinus mendefinisikan
keindahan sebagai kesatuan bentuk omnis pulcritudinis forma
unitas est dan Thomas Aquinas membagi
dalam tiga hal yaitu: (1) adanya integritas atau kesempurnaan; (2) proporsi
yang tepat atau keharmonisan; dan (3) adanya kejelasan.
Schopenhauer, (Filsuf yang
bertolak dari seni musik). Seni adalah suatu usaha untuk menciptakan
bentuk-bentuk yang menyenangkan. Menurut Schopenhauer, tiap orang tentu senang
musik meskipun seni musik adalah seni paling abstrak.
Motivasi Pendidikan, seni untuk Pendidikan
Motivasi Pendidikan, seni untuk Pendidikan
Herbert Read, ahli Seni (1955). Seni adalah ekspresi. Dalam hal ini Herbert Read lebih mengutamakan seni dari segi proses aktifitas seniman daripada aktifitas fisik sampai aktifitas psikologis. Penuangan hasil pengamatan yang dihubungkan dengan perasaan inilah yang disebut seni oleh Read.
Benedetto Croce, ahli seni, seorang filsuf Italia yang
hidup pada tahun 1866-1952, menyatakan bahwa seni adalah ungkapan
kesan-kesan (art is expression of impressions)
Thomas Munro, (Ahli Seni Amerika) Seni adalah alat buatan manusia untuk
menimbulkan efek-efek psikologis atas manusia lain yang melihatnya. Efek-efek
tersebut mencakup segala tanggapan yang berwujud pengamatan, pengenalan,
imajinasi yang rasional maupun emosional.
M. Ross (1978) seorang pendidik , seni adalah wahana kegiatan
pelaku seni untuk mengungkapkan ide rasa/pengalaman batinnya dalam bentuk karya
seni dengan pertimbangan estetik-artistiknya kepada orang lain, sehingga orang
lain memiliki pengalaman baru.
Seni bermotif alat ekspresi dan komunikasi
Ki Hajar Dewantara (pendiri Sekolah Taman Siswa), Seni merupakan perbuatan manusia yang timbul dari perasaannya dan bersifat indah, sehingga dapat menggerakkan jiwa dan perasaan manusia.
Drs. Suwadji
Bastomi (dosen ISI Yogyakarta), Seni adalah aktifitas batin dan pengalaman
estik yang dinyatakan dalam bentuk agung yang mempunyai daya menjadikan takjup
dan haru.
Drs. Primadi (Dosen Seni
Rupa ITB), berpendapat bahwa bentuk
yang agung merupakan pengejawantahan pribadi kreatif yang telah matang
dan masak, sedangkan haru adalah getaran emosi yang terjadi karena adanya
rangsangan yang kuat dari sesuatu yang agung. Haru adalah rasa puas yang
dimulai dari empati dan simpati, kemudian lebur menjadi terpesona,
akhirnya memuncak menjadi haru. bahkan lebih jauh, seni adalah juga hal-hal
yang terlihat oleh alam batin/kejiwaan.
Dr. Sujoko (dosen Seni
Rupa ITB) Seni mempunyai cakupan yang
cukup luas. Seni adalah kemahiran membuat dan melakukan sesuatu yang dipakai
sebagai perangsang pengalaman estetis yang memuaskan. Yang dimaksud dengan
kemahiran bukan sekedar membuat dan melakukan namun harus memuaskan. Sedangkan
memuaskan tidak harus indah, dapat juga mengharukan, menegangkan, menggalakkan,
dan sebagainya.
Drs. Sudarmaji (dosen ISI Yogyakarta). Seni adalah segala manifestasi batin dan pengalaman estetis dengan media grafis, warna, volume, teksture, dan ruang.
Drs. Sudarmaji (dosen ISI Yogyakarta). Seni adalah segala manifestasi batin dan pengalaman estetis dengan media grafis, warna, volume, teksture, dan ruang.
Soedarso (1987) dosen ISI
Yogyakarta, berikutnya mengemukakan
bahwa seni adalah hasil karya manusia yang mengkomunikasikan
pengalaman-pengalaman batinnya, pengalaman batin tersebut disajikan secara
menarik, sehingga merangsang timbulnya pengalaman batin pula pada manusia lain
yang menghayatinya. Kelahirannya tidak didorong oleh hasrat memenuhi kebutuhan
pokok, melainkan upaya untuk melengkapi dan menyempurnakan derajat
kemanusiaannya, memenuhi kebutuhan yang spiritual sifatnya. Batasan ini
lebih dapat dipahami secara lebih komprehensip.
Paul Klee (Dosen Sekolah Seni dan
Desain Bauhaus, Jerman), Seni bukan sekedar refleksi
hal-hal yang kasat mata, Paul Klee lebih cenderung menganggap bahwa seni adalah
hasil penuangan kehidupan batin yang mempunyai nilai estetis.
S. Sujoyono, salah seorang pelukis
terkemuka Indonesia, menyatakan bahwa seni adalah jiwa
tampak (Jiwa ketok= bhs.Jawa)
Achdiat Kartamihardja, Seni adalah kegiatan rohani yang merefleksikan realitas ke dalam suatu karya. Bentuk dan isinya mempunyai daya untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam batin penghayatnya.
Averyman Encyclopedia, menjelaskan bahwa seni
adalah sesuatu yang dilakukan orang, dan bukan merupakan kebutuhan pokok,
melainkan segala sesuatu yang dilakukan karena kemewahan, kenikmatan atau
kebutuhan spiritual.
Ensiklopedia Indonesia, Seni adalah penciptaan
segala hal atau benda yang karena keindahan bentuknya orang senang melihat atau
mendengarnya.
Banyak pendapat yang muncul dari ahli seni baik
dari Barat, Timur, maupun dari Indonesia, dan banyak pula literatur yang
dapat menjelaskan hal ini, dan tentu saja daftar tentang pendapat-pendapat ini
dapat diperpanjang lagi. Anda sendiri (pembaca) juga boleh membuat pendapat
atau tafsiran sendiri tentang seni. Agar lebih jelas maka pendapat ini muncul
dari (1) . respon mereka terhadap seni atau
karya seni secara kritis (logika) maupun (2) hasil
respon estetik (merasakan
keindahan seni).
Tentu
saja semua pendapat itu tidak akan ditulis dalam buku ini. Namun
pendapat-pendapat ini perlu Anda cermati dan Anda rangkum dalam beberapa
kesimpulan, apa sebenarnya seni itu dan bagaimana peryujudan atau
penampilannya.
3. Seni yang tidak Disadari (tidak memiliki motif tertentu)
Sesuai dengan konsep Hauser, suatu seni umumnya datang dari suatu grup atau suatu kelompok masyarakat di saat masyarakat memiliki suatu kerangka sosial budaya yang berkembang dan memiliki tradisi tertentu. Seni ini berbeda dengan seni yang disadari karena sifat tradisi dan konvensionalnya. Umumnya seni ini berkembang dan tidak disadari. Tentu saja seni tradisi ini kalau bersentuhan dengan kebudayaan modern, maka seni itu berubah menjadi seni yang disadari .
Terbentuknya masyarakat dan budaya itu mungkin saja
disebabkan oleh isolasi budaya, atau geografis; yang sebagian besar dari
mereka, pada suatu saat, mengembangkan citarasa seni yang tinggi namun tidak
terlepas dari kelompok masyarakatnya yang lebih besar. Seni folk, tradisi atau
yang semacam ini pada masyarakat maju, cendrung disenangi oleh kalangan tua.
Folk art dapat berbentuk seni
petani (the art of peasants), seni masyarakat pengembala domba (shepherds
art), seni orang laut (sailors art), seni masyarakat nelayan (fisherfolk),
seni masyarakat tukang (artisans) dan seni kelompok kecil pedagang (small
tradespeople) yang hidup pada pusat budaya perkotaan (cultural urban
centers) pada suatu bangsa yang tidak memiliki industri berat.
Bentuk-bentuk masyarakat seperti ini ditemukan sejak abad Pertengahan di
Eropah, dan terdapat di Amerika sejak abad ke-20, juga terdapat di Eropah
Timur. Corak masyarakat seperti ini ditemukan pada pusat Asia dan Asia
Timur, serta pada kota-kota di Amerika Latin.
Folk art, dengan demikian, secara
konsisten mengembangkan produk yang khas, sesuai dengan selera lokal yang khas.
Objek-objek seperti furniture, peralatan, permaian (toys),
pakaian, perumahan (housing), peralatan musik (musical instruments),
senjata, alat upacara (religious figurines), beberapa produk peralatan
rumah tangga (household utensils) dapat dikategorikan sebagai hasil folk art.
Masyarakat petani umumnya sangat konservatif, mereka
berpikir dan bekerja berpegang kepada adat atau tradisi yang di anutnya.
Masyarakat seperti ini justru menyimpan banyak corak tradisi, terutama seni
mereka yang beragam itu. Seni rakyat folk art) merefleksikan
konvensi-konvensi, kebebasan berkias (proverbial wisdom), tahayul kuno (old
superstitions) tema-tema sentimental, dan kepercayaan agama. Hal ini secara
turun temurun dianut oleh sebagian besar masyarakat ortodok.
Seni rakyat itu tersembunyi pada berbagai bentuk upacara dan perayaan, seperti
upacara kelahiran, perkawinan, kematian/penguburan, dan pemujaan (ritus) sepanjang
terkait dengan irama hidup atau pekerjaan mereka seperti menanam atau
memanen basil pertanian yang mereka lakukan secara rutin.
Kita menamakan karya mereka itu, namun seni yang ada pada seni rakyat itu bukan untuk tujuan seni menurut pemikiran manusia sekarang.
Kita menamakan karya mereka itu, namun seni yang ada pada seni rakyat itu bukan untuk tujuan seni menurut pemikiran manusia sekarang.
4. Kesalahpahaman dalam Menilai Seni
Kesukaran lain dalam memandang seni dari segi kebudayaan yang berbeda adalah suatu kecenderungan untuk menyederhanakan masalah, bahwa kita cendrung melihat semua jenis seni pada suatu area budaya yang luas, dianggap mirip satu dengan lainnya, pada hal bisa saja apa yang kita lihat itu kebalikan dari apa yang kita ketahui. Di dalam berpikir tentang Seni Cina dan Seni Barat, kita perlu diingatkan bahwa seni Cina itu telah terbentuk selama 5.000 tahun lamanya dan menjadi tradisi yang berlanjut sampai sekarang.
Tradisi seni Barat biasanya dikatakan mulai muncul pada Seni Yunani di abad ke 8 SM, separuh lebih sedikit tuanya dari pada Seni Cina. Pengamat Barat mungkin memperhatikan Seni Cina yang tak berubah-ubah. Padahal Seni Cina sesungguhnya banyak berubah, baik di pusat budayanya, maupun pada sistem politik, dan kepercayaan religius sampai berabad-abad lamanya, namun hal ini sering tak kelihatan dengan jeli oleh pengamat Barat atau penganut budaya lainnya. Lain halnya dengan Seni dari Afrika, orang Barat cenderung untuk berpikir bahwa seni Afrika itu adalah semata-mata seni Selatan Sahara Afrika dan menghilangkan Seni orang mesir dan Seni Kristen Etiopia yang juga sebenarnya bagian dari Afrika.
Kecenderungan lain adalah adalah untuk berpikir bahwa semua kultur Afrika yang berbeda-beda itu, sebagai suatu hal yang sama, dan keseluruhan budaya ini hanya tidak sama dengan peradaban (civilization) tradisi kultur Eropa . Ahli antropologi yang mempelajari seni Afrika, dan mengenal sejarah seni dan terdidik justru membandingkan seni ini, atau terjebak untuk membandingkannya dengan seni anak-anak atau orang-orang prasejarah. Di dalam beberapa Bahasa Afrika, kata-kata yang digunakan untuk mengatakan seni dan diterjemahkan kedalam bahasa Inggris agak berbeda dengan apa yang kita pikirkan, misalnya seni (art) diartikan sebagai “pemenuhan/accomplihsment, keahlian/skill, dan nilai/value,” “berbagai objek dibuat dengan tangan/things made by hand,” dan “ berbagai objek untuk diperhatikan/ things to look at.”
Dari dua definisi pertama itu, dapat diperbandingkan ke definisi seni Eropa sampai era Renesan, sedangkan yang terakhir adalah semakin dekat ke Definisi seni Barat dari abad yang 18-an. Orang Afrika juga mempunyai tokoh yang terkenal dalam membuat seni, sama halnya apa yang dilakukan oleh orang Eropa dan Amerika, dan Seni Afrika berabad-abad lamanya memperlihatkan perubahan gaya dan inovasi.
Beberapa unsur seni Afrika mirip antara satu budaya dengan budaya yang lain, misalnya kecenderungan untuk menciptakan seni abstrak (baca: penyederhanaan dan penyamarataan/simplified-generalized) bentuk-bentuk pilihan untuk seni tiga dimensi pada lukisan.
Bagaimanapun juga ada perbedaan besar pada daerah budaya yang berbeda di Afrika. Sejumlah buku tentang Afrika dan lainnya budaya non-Barat menunjukkan bagaimana kesalahpahaman Barat tentang budaya lain, dan hal ini mengangkat kesadaran tentang variasi tradisi seni yang sangat luas di seluruh dunia.Demikian juga dalam menilai karya seni yang berasal dari Asia, jika kita tidak memahami bagaimana pandangan spiritual agama Budha, maka akan sukar untuk memahami apa yang digambarkan oleh seniman Thailand.
[1] Di Eropa juga ada istilah lain untuk menamai hal yang sama. Orang Jerman menyebut seni dengan die Kunst dan orang Belanda menyebutnya Kunst, yang berasal dari akar kata lain yang memiliki pengertian yang sama.
[2] Lihat, Jim Supangkat, 1979, dalam: Gerakan Seni Rupa Baru, Jakarta: Gramedia. Hal.70
[3] Dialah penulis pertama di Tanah Melayu yang menyajikan sejarah dalam konteks universal dan memprakarsai bentuk baru penulisan sejarah Melayu. buku sejarahnya yang berjudul Bustan al-Salatin merupakan karya terbesarnya yang mencerminkan minat khusus pengarangnya terhadap sejarah, khususnya Sejarah Melayu
[4] Uraian yang lebih lengkap lihat buku Nasbahry Couto (2008), Dimensi Teknologi pada Seni Rupa, Padang, UNP Press.
[5] Lihat aesthetic questions, http:// art.unt.edu/ntieva/ download/ teaching/a esthetic/ Aesthetic_ Questions. pdf
[6] Professor at Wake Forest University Greensboro/Winston-Salem, North Carolina Area, Amerika serikat
[7] Disadari atau tidak, tujuan utama seni visual kemudian menjadi alat atau media untuk mengajarkan ajaran agama Kristen, alasannya, banyak orang tidak bisa membaca, sebab budaya tulis belum berkembang. Hubungan seni dan agama adalah suatu yang menyenangkan bagi kebanyakan orang Barat saat itu, misalnya gambar atau lukisan.
[8] Pada permulaan abad Pertengahan, sebuah kesatuan usaha tertentu (misalnya usaha sepatu) kesatuan usaha dianggap sebagai milik dari yang mengepalainya. Pada umumnya yang mengepalainya adalah tuan tanah, sedang mereka yang bekerja pada tuan tanah dianggap sebagai budak. Untuk mencapai tujuan tertentu, para tuan tanah dapat memperlakukan budak sekehendak hatinya. Lama-kelamaan para budak yang sudah mempunyai keahlian ini dapat menebus dirinya dari perbudakan dengan jalan pemberian ganti rugi kepada tuan tanah. Bekas-bekas budak yang sudah bebas dari perbudakan ini, kemudian menimbulkan suatu kelas di dalam masyarakat, yang kemudian diberi nama karyawan merdeka. Upah yang diterimanya ditentukan oleh tuan tanah sebesar yang dianggap dapat menyambung hidup karyawan merdeka dengan keluarganya. Karyawan merdeka yang tidak bekerja pada tuan tanah lama-kelamaan menjadi majikan pula dengan mengupah beberapa orang karyawan merdeka. Sistem ini kemudian disebut dengan sistem gilde. Timbullah dua macam gilde yaitu pertama terdiri dari para karyawan merdeka yang sudah menjadi majikan dengan pembantu-pembantunya dan jenis kedua terdiri dari para pedagang lokal yang mengadakan gabungan dengan maksud menentukan kualitas dan melawan saingan dari pihak luar. Sistem produksi pada abad pertenganahn, dikerjakan dengan tangan, mengalami perubahan dengan timbulnya revolusi industri. Dalam masa revolusi industri proses produksi tidak lagi seluruhnya dikerjakan oleh tangan tetapi sudah umum mempergunakan mesin-mesin
[9] Mereka lebih berani dengan warna (gaya ini kemudian di sebut post-impressionisme). Gagasan di mana seni harus suatu bentuk ekspresi diri (self-expression), menjadi lebih penting, sebagai bagian dari definisi seni kita sampai hari ini.
[10] Seniman Pop, terinspirasi oleh ide dada sepanjang tahun 1960-an, Jasper Jhon dengan karyanya menggambarkan Bendera dan seniman Andy Warhol yang menggambar kan kaleng sup.
[11] Couto, Nasbahry Standar Pendidikan Seni dan Budaya, http: //nasbahrygalleryedu. blogspot. com/2011/10/standar-pembelajaran-seni-dan-budaya. html, diakses Nopember 2011
[12] Bahan yang lebih lengkap lihat dalam buku Seni Rupa Teori dan Aplikasi, serta buku Dimensi Teknologi dalam Seni Rupa, terbitan UNP Press.
[13] Bahan yang lebih lengkap lihat dalam buku Dimensi Teknologi dalam Seni Rupa, terbitan UNP Press, karangan penulis