Automatic translation of this blog page: Terjemahan otomatis blog ini

Minggu, 28 September 2014

Fungsi Seni: Motif-motif yang tidak terlihat di balik Seni


Nasbahry Couto

Istilah motif (motive, Ingg), dalam KBBI-off-line artinya adalah: (1) dasar motif yang umum untuk menggambarkan atau membandingkan motif dari orang yang berbeda-beda; (2) hiasan corak hiasan yang indah pada kain, bagian rumah, dsb; (3) dorongan dari dalam, keperluan, atau keinginan yang tidak perlu disertai perangsang dari luar.




Adalah kejadian biasa terjadi saat  seorang guru menjelaskan pengertian seni kepada murid-muridnya dalam pembelajaran seni. Sang guru mencoba untuk  menjelaskan pengertian seni  melalui definisi-definisi yang dipelajarinya. Misalnya seni adalah sesuatu yang indah. Namun apa yang terjadi? Murid murid mulai dibingungkan karena bunga juga indah. Penjelasan seperti ini bisa masuk ke tataran filosofis yang bukan "makanan" murid-murid sekolah umum. Menurut penulis masalah filosofis seni itu tak usah dikaji. Biarkanlah para filsuf itu berpikir untuk menjelaskan seni secara filosofis. Oleh karena itu laman ini mencoba untuk menyederhanakan masalah ini. Apa sebenarnya yang ada dibalik definisi dan label-label tentang seni itu. 

1.Pendahuluan 

Motivasi (motivation), adalah penyebab perilaku suatu organisme termasuk manusia, yaitu alasan organisme melakukan beberapa atau sesuatu kegiatan. Menurut teori psikologi analisa, dalam diri manusia, motivasi terlibat dua dorongan/drive yaitu yang “disadari” dan “yang tidak disadari” (unconciousness).

Motivasi  juga dapat dilihat dari tingkatannya. Misalnya, teori-teori psikologi selalu melihat dua macam peringkat motivasi yang disebut motif "primer" untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, oksigen, dan air, dan  motif "sekunder" untuk memenuhi kebutuhan sosial seperti persahabatan dan prestasi. 

Kebutuhan primer harus dipenuhi sebelum suatu organisme mendapatkan dorongan  motif sekunder seperti yang dikemukakan oleh Abraham Harold Maslow (1908-70), dalam bukunya Toward a Psychology of Being (1962) dan Farther Reaches of Human Nature (1971).

2.Motivasi dan Fungsi seni

Dengan uraian di atas, menjadi jelas hubungan fungsi seni dengan motivasi. Sebab fungsi seni sebenarnya muncul dari motif-motif di balik seni  yang diujudkan kepada kegiatan dan produk seni. Motivasi ini juga dapat menjelaskan perbedaan-perbedaan dalam pemahaman, apresiasi, klassifikasi, dan makna seni atau respon manusia terhadap seni.

Kata-kata yang memperlihatkan  art motivation dalam bahasa Indonesia terlihat dari frasa berikut ini: maksud seni, tujuan seni, sasaran seni, tema seni dan sebagainya,[1] dapat dilihat dan dijelaskan dalam kerangka berpikir tentang apa fungsi seni.

Oleh karena itu fungsi seni, adalah suatu perkataan yang dapat dipakai menjelaskan produksi seni  sebagai objek (art works), maupun fungsi seni dalam kegiatan seni (art activity) dan motif-motif (art motivation) yang ada di baliknya, seperti  tujuan seniman atau desainer dalam berkarya. Hal ini dapat kita lihat dari tabel di bawah untuk memperlihatkan adanya keragaman motivasi sebagai dasar untuk menjelaskan arti dan fungsi seni.

Tabel  Contoh Beberapa Pendapat Ahli Mengenai Maksud Seni


Herberd Read (1955)

Bernard Myers (1965)

Edmund Burke Feldman (1967)

Charlotte Jirousek
(2002)

Barnes (2003 a)

Menciptakan ben­tuk-bentuk yang menyenangkan
Merekam ke­nyataan
Sebagai alat ekspresi
Menciptakan keindahan
Menciptakan lambang-lambang dengan makna tertentu (ikon)

Mengemuka­kan pikiran, ide (filsafat)
Mengemukakan kritik dan nilai moral
Mengungkapkan mimpi dan ilusi
Merekam fakta dan peristiwa
Merekam kenyata­an (realisme)
Menyenangkan/ entertainer
Mengekspresikan emosi
Menciptakan keindahan
Mengungkapkan  cara melihat ben­tuk secara: impre­sionis, ekspresif, abstrak, produksi massa

Sebagai alat ekspresi indi­vidu
Sebagai alat ekspresi sosial
sebagai alat pembentuk alam benda/ fisik dan ling­kungan

Sebagai sa­rana peralatan agama atau ritual (tertua)
sebagai alat untuk merekam peristiwa pen-ting
Sebagai alat propaganda dan kritik sosial
Sebagai alat perekam kenyataan/ realitas/ data
Menciptakan keindahan lukisan
Sebagai alat untuk menceri­takan kisah (narrasi)
Sebagai alat untuk menyam­paikan  emosi atau perasaan

Merekam penampilan (recording ap­pearance)
Menciptakan sesuatu yang sebelumya belum ada ( making visible the invisible)
Tujuan meng­komunikasi sesuatu
Tujuan untuk menyenang­kan (Delight­ing)

Dari berbagai pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan-perbedaan pendapat itu disebabkan faktor keragaman motivasi dan maksud seni sebagai berikut ini.
  • Tergantung cara pandang ilmu pengetahuan (sains) atau pendekatan teori, Barnes misalnya menekankan kepada alasan karya seni itu diciptakan. Rathus (1994)  menekankan kepada makna-makna (meaning) yang terkandung dalam isi (content) karya seni.
  • Tergantung kepada tujuan kegiatan seni. Ada tiga pilihan yaitu seniman, karya seni, pemakai. Jiorusek, menekankan kepada fungsi karya seni, Herberd Read menekankan kepada bagaimana tujuan seniman dan tujuan pemakai memahami bentuk-bentuk karya seni.
  • Tergantung produk seni visual yang dibahas, misalnya  (Feldman, 1967),  di samping  membahas seni murni seperti seni lukis dan patung juga membahas bidang desain dan arsitektur.Myers (1965) misalnya membatasi hanya pada seni patung dan lukis.

Banyak penulis lain yang membahas  tentang tujuan dan maksud seni ini,  tetapi tidak usah dibahas semuanya. Pada dasarnya pendapat-pendapat itu memiliki  kesamaan, misalnya kalau tidak menyorot alasan (motif) seniman, mereka akan bertolak dari alasan penciptaan karya seni dan atau cara pandang teori, motivasi kritikus, penulis tentang tujuan dan makna seni rupa.  

Ini pula salah satu alasan kenapa berbagai penulis dapat  terjebak dengan perbedan pendapat-pendapat tentang pengertian seni, fungsi seni dan klassifikasi seni, dan mengatakan sebagai yang paling benar.Oleh karena itu kita harus dilihat masalah ini secara mendasar kenapa manusia memiliki yang namanya seni, apa alasannya, hal ini nampaknya telah dipikirkan para pemikir besar sepanjang zaman.

Beberapa contoh motivasi dalam Kaca Mata Sejarah Seni

Seni telah memiliki sejumlah besar fungsi yang berbeda sepanjang sejarahnya, membuat tujuan yang sulit dan abstrak atau mengkuantifikasi untuk setiap konsep tunggal. Ini tidak berarti bahwa tujuan seni adalah "kabur", tetapi kebanyakan adalah unik, dan memiliki alasan yang berbeda untuk diciptakan, misalnya motivasi orang di zaman pertengahan, dikatakan sebagai berikut: 
“Sepanjang Abad Pertengahan (sekitar tahun 350-1450), Agama Kristen mendominasi kultur Barat. Disadari atau tidak, tujuan utama seni visual kemudian menjadi alat atau media untuk mengajarkan ajaran agama Kristen, alasannya, banyak orang tidak bisa membaca, sebab budaya tulis belum berkembang. Hubungan seni dan agama adalah suatu yang menyenangkan bagi kebanyakan orang Barat saat itu, misal-nya gambar atau lukisan. Umumnya karya ini menarik per-hatian orang saat itu, dan gambar atau lukisan sangat mem-bantu mereka dalam menjelaskan tanda-tanda keagamaan, misalnya untuk memahami bentuk lingkarandi atas kepala orang suci, atau untuk memahami bagaimana bentuk iblis besar dan menakutkan. (Couto, Nasbahry, 2008:84)
Sebaliknya Seni moderen dikatakan bahwa motivasinya adalah budaya populer.
“Yet another view holds that the basic motivation of modern art is to engage in a dialogue with popular culture. To this end, Picasso pasted bits of newspaper into his paintings, Roy Lichtenstein imitated both the style and subject of comic strips in his paintings, and Andy Warhol made images of Campbell’s soup cans. But although breaking down the boundary between high art and popular culture is typical of artists like Picasso, Lichtenstein, and Warhol, it is not of Mondrian, Pollock, or most other abstract artists. Each of these theories of course, is compelling and could explain a great many strategies employed by modern artists. Yet even this brief examination reveals that 20th-century art is far too diverse to be fully contained within any one definition. Each theory can contribute a part to the puzzle, but no single theory can claim to be the solution to the puzzle itself.”(Claude Cernuschi, 2009).
Dalam sebuah artikel, Ganjar Gumilar (2013), menjelaskan motivasi yang melatarbelakangi pasar seni kontemporer di Indonesia sebagai berikut.
"Isu-isu mengenai mengenai kelesuan pasar seni rupa Indonesia merupakan isu yang cukup ramai dibicarakan dalam perkembangan seni rupa kontemporer Indonesia akhir akhir ini. Melemahnya pasar dalam konteks ini berkesan secara langsung mempengaruhi praktik-praktik seni rupa di Indonesia, meskipun belum dapat dipastikan, dinamika pasar seni rupa memberikan dampak yang cukup kuat pada perkembangan seni rupa kontemporer...... 
Praktik  komoditas  seni rupa kontemporer di Indonesia sangat dipengaruhi oleh perekembangan ekonomi yang juga mendapat singgungan dari dunia politik. Pengaruh ekonomi dan politik global pun memberikan efek dominonya pada proses  komoditas seni rupa kontemporer. Pemerintahan Orde Baru yang  menempatkan etnis Tionghoa pada sektor ekonomi rupanya secara tidak sengaja berdampak pada penguasaan struktur pasar seni rupa di Indonesia, fenomena tersebut juga dilatarbelakangi oleh penguatan status eilte ekonomi yang diperankan oleh etnis Cina, sebagai dampak dari kebijakan Orde Baru."

Motivasi dan  Apresiasi Seni

Motivasi seni mungkin juga berakar dari apresiasi, apa itu apresiasi? Menurut Terry Barrett (2007), Topik apresiasi seni sangat luas. Sebuah pencarian tentang apresiasi seni di Internet dapat menghasilkan sekitar 3.540.000 hasil. Kompleksitas konsep apresiasi seni bisa berimpit dengan konsep yang terkait dengan respon estetika, sejarah seni, kritik seni, pendidikan seni, pendidikan estetika, dan pendidikan museum seni. 

Apresiasi juga dipengaruhi oleh pemahaman tentang konsep persepsi, kepekaan, interpretasi, rasa, preferensi, dan evaluasi atau penilaian. Apresiasi ini menyatu dengan keindahan dan kecantikan untuk aesthetic experience. Dalam filsafat estetika serta dalam kehidupan sehari-hari, konsep kecantikan dan apresiasi diterapkan pada alam, karya seni, dan berbagai artefak. Apresiasi seni umumnya diasumsikan dan seringkali secara eksplisit diklaim sebagai hasil yang diinginkan pendidikan seni. Jadi apresiasi seni motivasinya adalah pendidikan seni. Namun Barret membantah apresiasi hanya sekedar untuk tujuan pembelajaran. Itulah sebabnya dia menulis panjang lebar dalam tajuk:” Teaching Toward Appreciation” (Menuju Pembelajaran Apresiasi) bukanlah “cinta terhadap benda”, tetapi cinta yang dibenarkan ilmu pengetahuan terhadap apa yang dibuat manusia, sebab apresiasi harus berdasarkan pemahaman dan pengetahuan, bukan respon naluriah dan emosional.

Beberapa fungsi-fungsi ini dari seni disediakan dalam garis tujuan berbeda dari seni yang dapat dikelompokkan sesuai dengan fungsi seni yang tidak bermotif, dan fungsi seni yang bermotif (Levi-Strauss).[2]

3. Seni tanpa Motivasi

Seni  dikatakan tidak bermotif karena seni telah integral sebagai bagian diri manusia, seni telah melampaui individu, dan karenanya bisa tidak memiliki tujuan eksternal tertentu. Dalam hal ini, seni, sebagai ciptaan manusia, adalah sesuatu yang alamiah saja dari sifat dan perilaku manusia sebab tidak ada spesies lain yang menciptakan seni, dan karena itu bisa saja tidak terkait dengan utilitas atau fungsi tertentu. Beberapa pendapat di bawah ini dapat kita lihat sebagai berikut.

Sesuatu yang Spesial, tetapi bukan untuk seni
Dalam bukunya, Homo Aestheticus, (1995) Ellen Dissanayake, berpendapat bahwa seni adalah pusat adaptasi, pertumbuhan dan ketahanan hidup spesies manusia, kemampuan estetika adalah bawaan setiap manusia, dan seni adalah  kebutuhan mendasar bagi spesies manusia seperti kebutuhan lainnya, seperti pangan, kehangatan atau tempat tinggal.

Kemampuan estetik, menurut Dissanayake memungkinkan kita untuk 'memisahkan'  sebuah kegiatan, yang penting bagi kelangsungan hidup kita, memisahkannya dari hal yang bersifat duniawi, dan menjadikannya “istimewa”. Dalam kaitan itulah  kita “menemukan” tari, puisi, jimat, mantra, topeng, pakaian dan banyak artefak lainnya.

Dalam kegiatan inilah pekerjaan mengangkut jaring atau menumbuk padi  ditampilkan agar terlihat lebih sensual dan menyenangkan, dan agar sekaligus dapat  meningkatkan kerjasama, kerukunan dan persatuan di antara anggota kelompok. Kegiatan khusus inilah, yang memungkinkan kita untuk mengatasi kesulitan hidup, atau mengatasi sesuatu tidak dapat  diharapkan atau yang tidak dapat dijelaskan.[3]

Fungsi Ritual dan Simbolik
Dalam berbagai kebudayaan, seni digunakan dalam berbagai ritual (upacara), pertunjukan dan tarian, sebagai hiasan atau simbol-simbol tertentu. Sebaliknya seni itu tidaklah didorong oleh motif kegunaan dan tujuan tertentu, antropolog mengetahui bahwa seni sering hanya bermaksud sebagai sebuah makna dalam budaya tertentu. Makna ini bukan hasil oleh individu, tetapi sering diturunkan dari perubahan banyak generasi, dan terkait dengan kosmologis dalam budaya tersebut.
"Most scholars who deal with rock paintings or objects recovered from prehistoric contexts that cannot be explained in utilitarian terms and are thus categorized as decorative, ritual or symbolic, are aware of the trap posed by the term 'art'." -Silva Tomaskova 

Seni adalah Naluri Dasar Seni Manusia Melalui Evolusi
Dutton berpendapat, estetika itu bukan batu tulis kosong. Estetika itu dikembangkan, sama seperti reaksi biologis manusia -- yang mengembangkan rasa takut kepada ular daripada takut kepada kelinci -- sehingga (jika estetika itu dikembangkan) kita akan paham, itu akan dapat membuat lebih mudah bagi kita untuk menghargai karya pelukis Renoir, ketimbang menghargai karya Duchamp. Seperti yang disebut Dutton dalam bukunya sebagai berikut ini.

“Meskipun benar bahwa  tertib budaya  dan perilaku selera estetika itu sangat luas, namun tidaklah selalu  berasal dari budaya, yang dapat memberikan kita rasa untuk segalanya. Sebaliknya, tidaklah  berarti bahwa jika di masa depan ada tukang pos  ditemukan menyiulkan salah satu baris nada musik Schoenberg dan berarti  bahwa tukang pos itu tidak menghargai keindahan  tanpa irama nada yang teratur. Sebagaimana sifat manusia dan perkembangan estetiknya yang dibatasi budaya, namun seni dapat dicapainya dengan kepribadian serta seleranya.” (Dutton 2009, 205-206).
Nampaknya teori Dutton ini, lebih bernada universal, sebab menerobos batas-batas budaya. Misalnya, siapa yang dapat menjamin, bahwa seseorang dapat mengembangkan naluri seni secara evolusi terhadap musik klassik Eropa? ketimbang seni budaya jawa, atau lagu dangdut?

Naluri dasar Manusia terhadap Elemen Seni: Harmoni, Keseimbangan, Ritme
Menurut Aristoteles, seni adalah naluri manusia. Seni pada bukanlah merupakan tindakan atau obyek disengaja, tetapi apresiasi internal manusia terhadap keseimbangan dan harmoni (kecantikan), dan karena itu merupakan aspek dari kemanusian yang ada di luar utilitas (fungsi).
"Imitation, then, is one instinct of our nature. Next, there is the instinct for 'harmony' and rhythm, meters being manifestly sections of rhythm. Persons, therefore, starting with this natural gift developed by degrees their special aptitudes, till their rude improvisations gave birth to Poetry." -Aristotle

Pengalaman Misterius
Seni menyediakan cara agar manusia untuk mengalami dirinya sendiri dalam kaitannya dengan alam semesta. Pengalaman ini mungkin bukan oleh motif tertentu, sebagai alasan untuk menghargai seni, musik atau puisi

"The most beautiful thing we can experience is the mysterious. It is the source of all true art and science." -Albert Einstein
Atmazaki (2007), menjelaskan teori sastra modern yang mungkin mirip dengan teori seni rupa dalam hal mengungkap makna seni. Menurut Atmazaki ada unsur utama yang mengikat seni yaitu “Universum” atau “kosmologi”. 

Demikian juga pendapat Sumardjo (1996). Kosmos berasal dari bahasa Yunani “kosmos” = order yang memerintah yang mengatur, maksudnya adalah “alam pikiran manusia, “universum” (the universe thought of as an ordered and integrated whole ). Jadi, baik seniman, karya seni maupun pengamat seni sebenarnya dipengaruhi oleh alam pikiran manusia, sosialnya dan kebudayaannya.

Ekspresi Imajinasi
Seni menyediakan sarana untuk mengekspresikan imajinasi dalam cara-cara tanpa dipratikkan, dan atau yang tidak terikat dengan format bahasa lisan atau tertulis. Tidak seperti kata-kata, yang datang dalam urutan dan masing-masing memiliki makna yang pasti, seni menyediakan berbagai bentuk, simbol dan ide-ide dengan makna yang mudah dibentuk.
"Jupiter's eagle [as an example of art] is not, like logical (aesthetic) attributes of an object, the concept of the sublimity and majesty of creation, but rather something else – something that gives the imagination an incentive to spread its flight over a whole host of kindred representations that provoke more thought than admits of expression in a concept determined by words. They furnish an aesthetic idea, which serves the above rational idea as a substitute for logical presentation, but with the proper function, however, of animating the mind by opening out for it a prospect into a field of kindred representations stretching beyond its ken." -Immanuel Kant

4.Seni yang Bermotivasi

Tujuan-tujuan motivasi terlihat dari sifat kesengajaannya. Yaitu tindakan sadar manusia atau seniman. Motivasi ini mungkin untuk perubahan politik, mengomentari berbagai aspek dalam masyarakat, untuk menyampaikan emosi atau suasana hati tertentu, untuk mengatasi masalah kejiwaan pribadi, atau untuk menggambarkan disiplin lain, misalnya motif untuk mengkomersilkan seni, menjual produk seni, atau hanya sebagai sebuah bentuk komunikasi manusia.

Seni adalah alat Komunikasi
Seni, secara paling sederhana, adalah bentuk komunikasi manusia. Seperti kebanyakan bentuk komunikasi dia memiliki maksud atau tujuan yang diarahkan kepada individu lain, ini adalah tujuan termotivasi. Seni ilustrasi, seperti ilustrasi karya ilmiah, adalah suatu bentuk seni sebagai komunikasi. Peta adalah contoh lain. Namun, isi komunikasi tidak perlu ilmiah. Emosi, atau suasana hati dan perasaan juga dikomunikasikan melalui seni.
"[Art is a set of] artefacts or images with symbolic meanings as a means of communication." -Steve Mithen
Seni sebagai alat komunikasi ekspresi individu
Menurut Feldman (1967), manusia tidak bisa hidup sendiri karena manusia memerlukan orang lain, keluarga dan lingkungan sosialnya. Sebaliknya, seniman memperoleh gagasan atau inspirasi, berasal dari emosi pribadi, serta hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman hidup (hal yang sama juga terdapat pada bidang sastra). Bidang seni rupa seperti patung, lukisan gambar-gambar dimanfaatkan oleh manusia sebagai medium dan wahana ekspresi melalui kesan-kesan yang dipancarkannya, atau alat komunikasi melalui simbol-simbol, karena seniman ingin eksistensi karyanya diterima oleh lingkungannya.

Umumnya seni dapat mengkomunikasikan pandangan individual yang berasal dari dari objek-objek, fakta,  kejadian-kejadian yang akrab dengan kehidupan manusia itu sendiri, dari tempat di mana dia hidup dan zamannya. Menurut Feldman, masalah-masalah seperti cinta, kematian, perayaan, serta rasa takut (despair), perasaan-perasaan seperti ini  selalu muncul sebagai tema seni.Dapat dikatakan, setiap karya seni berfungsi sebagai wadah ungkapan (ekspresi), namun peran ungkapan ini tidak mengurangi fungsi seni dan tujuan seni sebagai alat sosial dan sebagai benda estetik serta  benda fisik

Seni sebagai Alat Komunikasi Ekspresi Sosial
Menurut Feldman (1967), seni rupa itu melaksanakan fungsi sosial dalam hal berikut ini.
  • Jika dia mencari atau  cenderung  mempengaruhi perilaku kolektif manusia. Seni dapat mempengaruhi perilaku, cara berpikir dan merasa suatu kelompok manusia dan  juga cara mereka bersikap. Contoh yang baik adalah pertunjukan  wayang masyarakat Jawa,  dia dapat mempengaruhi masyarakat dalam membentuk karakter individu. Seni Iklan atau reklame mempengaruhi perilaku masyarakat secara kolektif. Karya seni masyarakat komunis umumnya bertemakan realisme sosial dan bersifat politis. Politik yang menjadi acuan seniman dalam berkarya.
  • Jika dia diciptakan dan dilihat dalam skala publik, artinya dapat menjangkau masyarakat luas. Contohnya  monumen atau lukisan mural yang ditempatkan di kawasan yang ramai atau lingkungan tertentu. Orang yang melalui dapat melihatnya dan menandai sebagai sebuah peta ingatan tentang tempat, peristiwa, kejadian, atau sebuah bentuk keindahan yang direspon oleh lingkungan komunitasnya. Karya ini dapat memancing anggapan  sosial yang luas, sekaligus reaksi secara  personal.
  • Jika ia mengungkapkan dan menggambarkan aspek-aspek sosial yang  berlangsung, atau yang ada dalam masyarakat, atau kelompok yang berlawanan dengan, atau bukan  pengalaman pribadi.
Seni Rupa dan Kritik Sosial
Suatu masyarakat bisa sakit, apabila masyarakat itu melanggar aturan-aturan yang dibuatnya sendiri. Gambaran sosial itu dapat bersifat deskriptif. Interpretasi diserahkan kepada pengamat karya. Pengamatan karya deskriptif dan naratif dapat mengantarkan pengamat tentang nilai-nilai moral, etika dan kebenaran, tentang hal yang baik atau buruk atau benar tidak benar. Tentang sesuatu yang perlu atau tidak perlu dilakukan manusia, gambaran yang dibuat seniman itu bisa menjadi semacam sindiran, ejekan atau karikaturis

Pengamat diarahkan  untuk menafsirkan  “penyimpangan” perilaku individual atau sosial.  Karya seni  yang bersifat satire dan karikaturis dapat memancing orang untuk berpikir, be-narkah demikian buruknya atau baiknya? Seniman memiliki cara tertentu untuk mendramatisir sebuah fakta, menyusun bentuk, sehingga terkesan sinis, lucu, konyol atau tragis. Gambaran seperti ini disebut dengan satire, tujuannya adalah untuk “menyindir” orang atau lembaga supaya melakukan perubahan.

Karikatur atau satire umumnya langsung menyerang kekurangan atau “sisi negatif” sebuah pribadi atau lembaga, tetapi dibawakan dalam bentuk lucu dan kocak. Bagi pribadi dan lembaga, karikatur sering menyakitkan mereka dan menjadi objek tertawaan. Hal ini  dapat berarti memboikot atau menghina. Karikatur itu, lebih bersifat psikologis dibandingkan dengan fakta empiris atau informatif. Karikatur umumnya diutarakan dalam distorsi bentuk figur.

Seni sebagai Propaganda atau Komersial
Seni sering dimanfaatkan sebagai bentuk propaganda, dan dengan demikian dapat digunakan secara halus untuk mempengaruhi suasana hati orang melalui ide-ide populer Dengan cara yang sama, seni yang mencoba untuk menjual produk melalui pengaruh suasana hati dan emosi. Dalam kedua kasus, tujuan seni di sini adalah untuk secara halus memanipulasi penonton ke dalam respons emosional atau psikologis tertentu terhadap suatu ide tertentu atau objek.

Seni untuk Pembangkit Kesadaran Individual dan Sosial
Seni dapat digunakan untuk meningkatkan kesadaran manusia untuk berbagai macam penyebab. Sejumlah kegiatan seni yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran anak autisme,  kanker, perdagangan manusia, dan berbagai topik lainnya, seperti konservasi laut, hak asasi manusia, penyalahgunaan air dan polusi, pemakaian sampah untuk membuat pakaian yang dilakukan oleh artis salah satu contoh penggunaan seni untuk meningkatkan kesadaran tentang polusi.

Seni sebagai Sensasi Tempat dan Sistem Tanda
Sense of place & Spirit of Place. Walaupun secara tidak langsung, seni rupa juga berperan dalam skala yang lebih besar seperti ikut dalam proyek pembangunan pertamanan dan  lingkungan perkotaan atau mengatur bagaimana estetik habitat buatan (Feldman, 1967) dan juga mengatur tentang “tempat” (place), sensasi tempat (sense of place),  dan spirit tentang tempat (spirit of place). Konsep-konsep ini berasal dari bidang pertamanan dan arsitektur yang juga sangat dekat dengan bidang seni rupa ( Lync, 1960, dalam Jhonson, 1994:392).

Ahli-ahli seni rupa membangun monumen-monumen, patung lingkungan dan tanda-tanda tempat (signage), pintu gerbang dalam rangka membantu  “peta ingatan” (mental map) warga kota atau komunitas akan sebuah tempat yang khas dan unik, sehingga warga memiliki kenangan dan ingatan tentang  itu. Menurut Lync, pentingnya “peta ingatan” adalah agar warga kota tidak kehilangan orientasi saat  perjalanan dalam sebuah kota yang sangat kompleks. 

Kevin Lync (1960) telah mengadakan penelitian tentang ini dan akhirnya menyimpulkan lima unsur yang berfungsi sebagai Sense of place & Spirit of Place atau Mental Map.  Walaupun  hasil penelitian Lync berpeluang untuk dikritik, bahwa sence of place, tidak semata berasal dari lima unsur ini, misalnya sebuah gedung bersejarah, atau bangunan keagamaan yang megah juga dapat memberikan aspek sensasi tentang tempat. Namun, penelitian ini  mengungkapkan peran seni rupa dalam menentukan spirit tentang tempat. Bagian yang terpenting dari teori ini, atau koreksi terhadap teori ini,  dapat dipakai untuk penciptaan kreasi karya seni rupa, terutama untuk pembuatan patung, monumen, elemen estetik, mural, signage (tanda petunjuk), supergrafis  (grafis skala besar), furniture street (perlengkapan jalan),  art street (seni jalanan), grafiti, land art, light art (seni cahaya) dan sebagainya adalah  ladang subur bagi konsep-konsep baru di bidang seni rupa untuk sebuah lingkungan urban dan perkotaan. Banyak bidang lainnya yang dimasuki oleh bidang seni rupa, khususnya dalam skala lingkungan   di antaranya.
  1. Pembentuk suasana, misalnya  elemen estetik untuk perayaan, festifal dan pagelaran dan upacara tertentu.
  2. Pembentuk sensasi tentang tempat, melalui elemen estetik  seperti ukiran, mural  dan bentuk gerbang-gerbang.
  3. Pembentuk stimuli tentang tempat khusus, seperti supergrafis, penataan lampu, penataan warna, bentuk-bentuk dan sebagainya.
  4. Pembentuk pertandaan, misalnya  (signage) melalui karya grafis.
Seni Sebagai Estetik
Seni mungkin dapat membawa  emosi atau atau suasana hati tertentu, seni dapat menyebabkan manusia lepas dari ketegangan  tujuan bersantai atau mesehari-hari dan menghibur. Hal ini sering terlihat dari fungsi industri seni, filem dan video game.

Mengungkap Keindahan
Menurut Rathus (1994) manusia tidak dapat hidup tanpa keindahan (beautiful) atau sesuatu yang indah adalah bagian keseharian hidup manusia, walaupun hal itu tidak disadarinya. Bidang pengetahuan seni rupa dapat memperkaya keindahan yang ada pada manusia. Orang Yunani Klasik terobsesi dengan gagasan tentang keindahan dari formula matematis yang disebut golden section atau golden ratio (perbandingan keemasan)  yang diciptakan untuk menciptakan bangunan, patung dan benda-benda, sehingga dapat meningkatkan kesempurnaan bentuk benda yang tidak dikenal di alam. Contoh lain, misalnya suatu ketika, seniman melihat objek alam yang indah, kemudian menirunya untuk dipakai.

Pada waktu lain seniman mengambil unsur alami itu dan menjadikannya sebagai keindahan yang  ideal, misalnya kecantikan seorang wanita. Namun, keindahan itu sifatnya relatif, walaupun ada yang bersifat universal, sebab tergantung individu dan kebudayaan. Seniman abad ke-16 Leonardo da Vinci, misalnya terkenal dengan keindahan abadi dan kemisterian senyuman Monalisa-nya Namun, ini kecantikan ukuran orang Barat.


Penghargaan estetik dengan ciri ketenangan, keagungan dan  kesopanan gadis Italia belum tentu disukai oleh orang Timur. Di manapun di dunia, ada saja perdebatan tentang hal yang menarik (estetik) atau tidak sesuai ukuran kultur masing-masing. Pada masarakat Timur estetik itu bisa lain lagi, misalnya  sesuatu yang mengerikan, lukisan tubuh, tato dan hiasan dapat dianggap estetik sekaligus sakral. Hal seperti ini mungkin tampak lucu dan aneh bagi seseorang yang berasal dari dunia barat. Secara intrinsik, sebuah bentuk karya seni. Sesuatu yang menarik (estetik) itu dibutuhkan oleh manusia dan lingkungan hidupnya. Namun, estetik itu relatif sifatnya, tergantung individu, pendidikan, sosial dan budaya

Mendekorasi, Menghias
Pekerjaan mendekor adalah pekerjaan sehari-hari yang tidak kita sadari sebagai pekerjaan seni rupa. Kegiatan mendekor dapat dilihat dalam kegiatan  untuk  mengubah  warna ruang tidur, menggantungkan poster atau lukisan, merangkai bunga pada jambangan, atau meletakkan tanaman dalam pot berbintik secara  tepat di dalam ruang. Bisa jadi kita tidak menciptakan sendiri karya seni rupa. Namun, karena menyenangi dekorasi ruangan yang asri dan dengan cita-rasa yang dimiliki, mencoba  mengubah  tata letak lingkungan agar menjadi tempat berlindung yang menyenangkan.

Selama berabad-abad, karya seni rupa telah digunakan untuk menjadikan lingkungan  menyenangkan. Lukisan tidak hanya menggambarkan objek tentang keindahan; ia juga digantungkan, dan dapat dilukis langsung di dinding.

Patung ditempatkan di dalam ruang, bangunan dan taman; foto ditemukan dalam buku; dekorasi pelapis terlihat di dinding dan lantai. Menurut Rathus, untuk fungsi apapun karya seni rupa itu dibuat, kebanyakan dari padanya juga dekoratif.

Seni untuk Tujuan Psikologis dan Penyembuhan 
Seni juga digunakan sebagai alat terapi, oleh psikoterapis dan psikolog klinis sebagai terapi seni. Serial The Diagnostic Drawing, misalnya, digunakan untuk menentukan kepribadian dan fungsi emosional pasien.

Produk akhir bukanlah tujuan utama dalam kasus ini, melainkan sebuah proses penyembuhan, melalui pencarian tindakan kreatif. Bagian yang dihasilkan dari karya seni juga dapat memperlihatkan wawasan ke dalam masalah yang dialami oleh subjek dan mungkin menyarankan pendekatan yang cocok untuk digunakan dalam bentuk yang lebih konvensional terapi kejiwaan. 

Beberapa Kesimpulan

Fungsi seni yang dijelaskan di atas tidak saling eksklusif (terpisah dari lainnya), karena banyak diantaranya mungkin tumpang tindih. Misalnya, seni untuk tujuan hiburan juga mungkin juga sebagai usaha untuk menjual produk, yaitu film atau video game.

Daftar dari contoh-contoh fungsi seni bermotivasi tidak terbatas. Daftar ini dapat Anda buat sendiri dengan bebas dengan mengutip berbagai buku dan cara pandang serta motivasi penulis dalam mengemukakan fungsi seni

Perbedaan-perbedaan motivasi seni dapat mengakibatkan perbedaan pendapat tentang fungsi seni, pengertian seni dan klasifikasi seni.

Referensi
  • “Motivated functions of art” artikel  dari  “Simplex Newspaper II: situs, http://mainarts.blogspot.com/2009/08/motivated-functions-of-art.html, diakses tahun 2014
  • Barnes, Bernadine. (a) 2003. Art. (artikel), Microsoft Encarta Encyclopedia. CD-Room, 2003-2004)
  • Barrett, Terry.2007, Teaching Toward Appreciation,The Ohio State University, Published in International Handbook of Research of Arts Education. Liora Bresler, ed.New York: Springer, 2007, pages 639-654.
  • Couto, Nasbahry, 2008 (a). Dimensi Teknologi Pada seni Rupa. Padang. UNP Press.
  • Dissanayake, Ellen (2003) " art in Global Context: An Evolutionary/Functionalist Perspective for the 21st Century", International Journal of Anthropology 18:4, 245-258.
  • Dutton, Denis (2009). The  art instinct: beauty, pleasure, & human evolution. Oxford University Press US. ISBN 0-19-953942-1.
  • Feldman, E.B. 1967. Art As Image And Idea, New Yersey: Prentice Hall. Inc.
  • "Art", Wikipedia, sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Art, diakses september, 2014
Catatan Kaki


[1] Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif (msl gunung tinggi disebut frasa karena merupakan konstruksi nonpredikatif)
[3] Kita butuh benda dan praktik terkait dengan perkawinan, kelahiran, kematian, perang, hasil pangan, dan perdamaian, dan meningkatkannya, untuk membuat mereka lebih menarik dan menyenangkan, lebih memesona dan lebih berkesan.

 [4] Lih.Couto, 2008 , tentang aspek kebudayaan dalam seni, dalam Dimensi Teknologi pada Seni Rupa

[5] Intrinsik adalah sesuatu yang sudah terkandung di dalamnya

[6] Sesuatu yang kelihatan menarik adalah hasil respon manusia yang bisa berbeda di antara kebudayaan, tetapi  manusia membutuhkan sesuatu yang menarik dan indah dan teratur dalam hidupnya. Sehingga kehidupan itu dapat menyenangkan, yang berbeda adalah keragaman bentuk dan objek yang dapat menarik manusia itu yang diciptakan oleh secara kreatif.

[7] Decoration, ornamentation berarti   menambahkan sesuatu kepada sesuatu yang lain sehingga menjadi atraktif (menyenangkan untuk dilihat). Menjadikan sesuatu menjadi atraktif adalah pekerjaan seni rupa.  Hal yang biasa dalam kehidupan sehari-hari umumnya tidak disadari sebagai pekerjaan seni rupa. Pekerjaan mendekor dapat menjelaskan bagaimana elemen-elemen dekorasi ditata, di pajang (display) atau pamerkan.

Tidak ada komentar:

Sering dilihat, yang lain mungkin penting