Automatic translation of this blog page: Terjemahan otomatis blog ini

Sabtu, 01 November 2008

Analisa Kimia Daun Selasih




oleh: Dona Yunilda Fahmi 
66962/2005 Pendidikan Kimia Nr Jurusan Kimia 
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam 

Universitas Negeri Padang 2007

Editor  oleh : Tarmizi





2.1. Botani Tumbuhan
Tanaman selasih merupakan tanaman dikotil yang tergolong tanaman yang melakukan fotosintesis (Siklus Calvin). Pada siang hari dengan mengubah RUBP dan CO2 dengan bantuan enzim menjadi amilum yang akhirnya di salurkan keseluruh tubuh tumbuhan melalui jaringan floem. Untuk pemenuhan nutrisi kelebihannya disimpan oleh tanaman sebagai pati yang juga digunakan kembali untuk proses respirasi tumbuhan.
Selasih merupakan tanaman herba tahunan yang tumbuh rimbun. Selasih tumbuh di suatu kawasan yang lapang seperti kawasan pertanian. Bentuk batang selasih bulat dan bercabang banyak, mempunyai tinggi 50 – 80 cmdan bentuk daun adalah tunggal. Tumbuhan ini mudah membiak dari biji benih yang tersebar di sekitarnya.
Selasih mempunyai enam kuntum bunga, megikuti urutan dari atas ke tengah. Kelopak bunganya bewarna hijau keunguan dan bagian atas bunganya bewarna putih atau merah jambu pucat. Selasih mempunyai bau yang khas dan harum. Selain juga dipenggil ruku – ruku atau ruku – ruku hitam.
Jenis selasih yang sering di jumpai adalah kemangi. Kemangi ada yang berdaun agak keriting dan ada pula mempunyai daun yang agak kecil dan sering di makan sebagai ulam.
Sifat dan Manfaat
Selasih bersifat mendinginkan dan berbau harum yang berfungsi merawat demam, meredakan muntah – muntah, mengobati cacingan, mengirangi ketegangan (stres), sebagai obat batuk, pencuci darah, sebagai obat luka. Saponin yang ada menghambat produksi jaringan bekas luka yang berlebihan (menghambat terjadinya keloid).
Manfaat selasih yang lain adalah meningkatkan pengeluarana bendalir badan melalui air kencin karena bersifat diuretik; sifat analgesik yang membantu menahan atau meredakan sakit kepala, sakit gigi, sakit perut demam; sifat diaforetik yang membantu pengeluaran keringat. Biji selasih bermanfaat untuk menurunkan kolesterol, membantu pencernaan, mengobati kram usus dan melancarkan buang air besar.
Kandungan
Selasih mengandung eugenol, linalool, dan geraniol yang dikenal sebagai zat penolak serangga sehingga zat – zat tersebut juga berfungsi sebagai pengusir nyamuk. Bau daun selasih sangat tajam bahkan jika tercium agak lama atau disimpan dalam ruangan dapat menimbulkan rasa mual dan pening.
Komponen – komponen utama selasih yang bersifat volatil (menguap) menyebabkan nyamuk enggan mendekati tanaman. Selasih juga mengandung beta – pinene, estragol, flavonoid, dan tanin sehingga bisa di buat minyak atsiri. Yang mana komponen utama penyusun minyak atsiri adalah senyawa organik yang merupakan hidrokarbon tak jenuh yang mempunyai gugus karbonil dan mempunyai Rf hampir sama dengan haraga Rf senyawa eugenol.
Klasifikasi tanaman selasih
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta 
Class : Magnoliopsida 
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae 
Genus : Ocimum 
Species : Ocimum basilicum
2.2. Metabolit Sekunder
Salah satu ciri organisme adalah tumbuh dan berkembang. Tumbuhan tumbuh dan kecil menjadi besar dan berkembang dari satu sel zigot menjadi embrio kemudian menjadi satu individu yang mempunyai akar, daun, batang, bunga dan buah.
Dewasa ini yang dimaksud senyawa organik bahan alam adalah terbatas pada senyawa-senyawa yang dikenal sebagai metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder adalah senyawa-senyawa hasil metabolisme sekunder, yang tidak terdapat secara merata dalam makhluk hidup, dan ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Umumnya terdapat pada semua organ tumbuhan (terutama tumbuhan tinggi), pada akar, kulit batang, daun, bunga, buah dan biji, dan sedikit pada hewan. 
1. Alkaloid
Alkaloid pada umumnya mencakup semua senyawa yang bersifat basa atau alkali, mengandung satu atau lebih atom nitrogen dan biasnya merupakan bagian dari sistem siklis. Pada tahun 1896, Meyer – Lexikon memberikan batasan alkaloid sebagai berikut : “Alkaloid terjadi secara karakteristik dalam tumbuhan dan sering dikenal karena aktivitas fisiologisnya. Alkaloid mengandung C, H dan N dan pada umumnya mengandung atom O.
Senyawa alkaloid banyak terkandung dalam akar, biji, kayu maupun daun dari tumbuh – tumbuhan. Senyawa alkaloid dapat dipandang sebagai hasil metabolisme dari tumbuhan atau dapat berguna sebagai cadangan bagi biosintesis protein. Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai pelindung dari serangan hama, penguat tumbuh – tumbuhan dan pengatur kerja hormon. 
Alkaloid termasuk senyawa organik bahan alam yang terbesar jumlahnya,baik dari segi jumlah senyawa maupun sebarannya dalam dunia tumbuhan. Alkaloid menurut Winterstein dan Trier didefinisikan sebagai senyawa yang bersifat basa, mengandung atom nitrogen berasal dari tumbuhan dan hewan. Harborne dan turner (1984) mengungkapkan bahwa tidak satupun definisi alkaloid yang memuaskan, tetapi umumnya alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder yang besifat basa, yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen biasnya dalm cincin heterosiklik, dan bersifat aktif biologis menonjol. 
Struktur alkaloid beraneka ragam, dari yang sederhana sampai yang rumit. Satu dari yang tersederhana strukturnya, tetapi yang efek faalinya tidak sederhana, adalah nikotina. Dalam dosis tinggi nikotina bersifat toxik, dan pernah digunakan sebagai insektisida. Alakaloid marupakan bahan tumbuhan yang mengandung nitrogen, larut dalam air. Alkaloid yang lazim adalah nikotina, morfina, kodeina dan atropina. 
Alkaloid sangat penting dalam industri farmasi karena kebanyakan alkaloid mempunyai efek fisiologis. Pada umumnya alkaloid tidak ditemukan dalam gymnospermae, paku – pakuan, lumut dan tumbuhan rendah.
Pembagian alkaloid : a. Didasarkan pada jenis gugus kromofor yang berbeda, misalnya alkaloid indol, isokuinolin atau kuinolin. b. Didasarkan tumbuhan asal pertama kali ditemukan, misalnya alkaloid tembakau c. Didasarkan jenis ikatan yang predominan dalam alkaloid tersebut.
Pembagian alkoloid yang lain adalah: a. Alkoloid heterosiklis; b. Alkaloid dengan eksossiklis dan amina alifatis; c. Alkaoid putreskin, spermidin dan spermin; d. Alkaloid peptida; e. Alkaloid terpen dan steroidal.
2. Flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbanyak terdapat di alam. Senyawa-senyawa ini bertanggung jawab terhadap zat warna merah, ungu, biru, dan sebagian zat warna kuning dalam tumbuhan. Semua flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk “flavon” yakni nama sejenis flavonoid yang terbesar jumlahnya dan juga lazim ditemukan, yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan primula.
Beberapa fungsi flavonoid bagi tumbuhan adalah pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, kerja terhadap serangga, fitoaleksin merupakan komponen abnormal yag hanya dibentuk sebagai tanggapa terhadap infeksi atau luka dan kemudian menghambat fungus menyerangnya, mengimbas gen pembintilan dalam bakteria bintil nitrogen.
Dalam makanan flavonoid dapat menurunkan agregasi platelet dan mengurangi pembekuan darah. Pada kulit, flavonoid menghambat pendarahan. Xanton dan flavonoid oligomer dalam makanan mempunyai efek antihipertensi karena menghambat enzim pengubah-angiotensin.
Peran flavonoid yang merugikan adalah kuersetin yang bersifat mutagen pada uji ames, tetapi flavonoid lain bekerja sebagai antimutagen. Isoflavon merangsang pembentukan estrogen pada mamalia.
Flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan rantai C3 yaitu :
a. Katekin dan proantosianidin
Katekin dan proantosianidin adalah dua golongan senyawa yang mempunyai banyak kesamaan, terdapat pada tumbuhan kayu. Katekin ditemukan dalam paku-pakuan dan dua spesies Equisetum. Tiga jenis katekin yaitu katekin (+) dan katekin (-) hidrogen-2 dan hidrogen-3 nya trans. Beberapa katekin terdapat sebagai ester asam galat. Proantosianidin adalah senyawa yang membentuk antosianidin jika dipanaskan dengan asam.
b. Flavanon dan flavanonol
Bewarna kuning sedikit karena kosentrasinya rendah. Flavanon sering terjadi sebagai aglikon tetapi beberapa glikosidanya dikenal sebagai hesperidin dan naragin dari kulit jeruk. Flavononol merupakan flavonoid yang paling kurang dikenal, senyawa ini stabil dalam asam klorida panas tetapi terurai oleh basa hangat menjadi kalkon.
3. Terpenoid
Senyawa terpen pada awalnya merupakan suatu golongan senyawa yang hanya terdiri dari atom C dan H, dengan perbandingan 5 : 8 dengan rumus empiris C5H8 ( unit isprena ), yang bergabung secara head to tail ( kepala – ekor).
Banyak terpenoid terdapat secara alami dalam tumbuhan tidak dalam keadaan bebas tetapi sebagai ester atau glikosida.
Berdasarkan jumlah atom karbon, terpenoid dikelompokkan menjadi monoterpen (C = 10), seskuiterpen (C = 15), diterpen (C = 20), triterpen (C = 30), tetraterpen (C = 40), dan politerpen (C > 40).
a. Monoterpenoid
Monoterpenoid merupakan komponen utama banyak minyak atsiri dan mempunyai makna ekonomi yang besar sebagai bau – rasa, wewangian, dan pelarut. Beberapa senyawa bersifat aktif optik. Sebagian besar dari senyawa ini tersebar luas dan tidak khas untuk tumbuhan atau golongan tumbuhan tertentu. Meskipun adanya monoterpenoid dalam tumbuhan tercatat dengan baik publikasi mengenai adanya minyak atsiri yang mengandung terpenoid dalam dunia tumbuhan sampai ke bryofita dan bahkan terpencar – pencar.
Senyawa terpenting dalam golongan ini ialah limonena karena tersebar luas dan mempunyai nilai niaga. Senyawa ini merupakan utama minyak kulit jeruk tetapi terdapat juga dalam minyak atsiri lainnya. 
b. Seskuiterpenoid
Seskuiterpenoid adalah senyawa C15, biasanya dianggap berasal dari tiga satuan isoprena. Seperti monoterpenoid seskuiterpenoid terdapat sebagai komponen minyak atsiri yang tersuling uap, dan berperan penting dalam memberi aroma kepada buah dan bunga yang kita kenal. 
c. Diterpenoid
Diterpenoid merupakan senyawa C20 yang secara resmi dianggap (dengan beberapa pengeculiaan) berasal dari empat satuan isoprenoid. Karena titik didihnya yang tinggi, biasanya diterpenoid tidak ditemukan dalam minyak atsiri tumbuhan meskipun beberapa diterpenoid yang bertitik didih rendah mungkin. Senyawa ini ditemukan dalam damar, eksudat berupa gom, dan dalam fraksi bertitik didih tinggi setelah penyulingan minyak atsiri. 
d. Triterpenoid
Karena sesterpenoid C25 sangat jarang terdapat dalam tumbuhan tingkat tinggi, meskipun memang ada (80), ada kerumitan yang sangat meningkat jika kita memperhatikan senyawa mulai dari diterpenoid sampai triterpenoid C30.
4. Steroid
Steroid adalah suatu kelompok senyawa yang mempunyai kerangka dasar siklopentanaperhidrofenantrena, mempunyai empat cincin terpadu. Senyawa – senyawa ini mempunyai efek fisiologis tertentu. Steroid meliputi empat golongan, yaitu kolesterol, hormon, adrenokortikoid, hormon seksual, dan asam empedu.
Kolesterol ditemukan dalam semua organisme dan merupakan bahan awal untuk pembentukan asam empedu, hormon steroid, dan vitamin D. Walaupun kolesterol esensial bagi mahluk hidup, tapi berimplikasi terhadap pembentukan ‘plek’ pada dinding pembuluh nadi (suatu proese yang disebut arteosclerosis, atau pengerasan pembuluh), bahkan dapat mengakibatkan penyumbatan. Gejala ini penting terutama dalam pembuluh yang memasok darah ke jantung. Penyumbatan pada pembuluh ini menimbulkan kerusakan jantung, yang pada gilirannya dapat menimbulkan kematian akibat serangan jantung.
Steroid “hewan” yang khas, kolesterol, terdapat pada lipid permukaan dan organel tumbuhan, tetapi seringkali tidak ditemukan karena senyawa ini terdapat sebagai ester dan glikosida yang tidak larut dalam pelarut yang biasa dipakai untuk sterol bebas.
5. Saponin
Saponin mula – mula diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai sabun ( bahasa latin sapo berarti sabun ). Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus – ratus tahun.
Dikenal dua jenis saponin : glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai samping spiroketal. Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter. Aglikonnya, disebut sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis dalam suasana asam atau hidrolisis memakai enzim, tanpa bagian gula ciri kelarutannya sama dengan ciri sterol lainnya.
Saponin triterpenoid dapat mempunyai asam oleanolat sebagai aglikonnya, dan asam ini ditemukan juga bebas. Meskipun demikian, dalam beberapa kasus aglikon hanya dikenal sebagai sapogenin. Sapogenin jenis oleanan jauh lebih umum daripada jenis ursana atau jenis lupana.
A. Waktu Pelaksanaan Penelitian
Hari : Jumat 
Tanggal : 23 November 2007 
Waktu : 07.00 – 09.40 WIB 
B. Sampel Penelitian
• Daun Selasih
C. Alat dan Bahan 
Alat : Lumpang, pisau/gunting, plat tetes, tabung reaksi, pipet tetes, corong, pemanas, pasir halur bersih, kapas. 
Bahan : Daun selasih hijau, amoniak – kloroform (NH3-CHCLl) 0.05 N, H2SO4 2N, pereaksi mayer, pereaksi wagner dan Dragendorf, metanol, asam sulfat pekat, anhidrida asetat, asam klorida pekat sebuk magnesium. 
D. Prosedur Kerja 
1. Identifikasi Alkoloid : Metoda Culvenor - Fitzgerald 
4 gram sampel segar dirajang halus dan digerus
+ kloroform
digerus lagi
membentuk pasta
+ 10 ml larutan ammonia-kloroform 0,05 N
digerus lagi
disaring dimasukkan tabung reaksi
filtrat
+ 5 ml H2SO4 2N, dikocok kuat
didiamkan larutan
terbentuk 2 lapisan 
dipipet dimasukkan tabung reaksi
filtrat + pereaksi Mayer : endapan putih
+ pereaksi Wagner : endapan coklat
+ pereaksi Dragendorf : endapan orange
Mayer : endapan putih
Wagner : endapan coklat
Dragendorf : endapan orange



2. Identifikasi Flanoid : Sianidin test 
0,5 gram sampel 
diekstrak dengan 5 ml metanol
dipanaskan selama 5 menit
ekstrak
+ beberapa tetes HCl pekat dan sedikit serbuk Mg 
merah / pink atau kuning
(sampel mengandung flavonoid) 
3. Identifikasi steroid/terpenoid : Metode Liebermen – Burchard 
lapisan kloroform pada uji alkaloid
ditempatkan pada plat tetes
+ 5 tetes anhidrida asam asetat 
dibiarkan mengering
+ 3 tetes H2SO4 pekat 
warna merah jingga / ungu : tes positif untuk terpenoid
warna biru : tes positif untuk steroid



4. Identifikasi saponin : uji busa 
Sampel kering dirajang halus
Dimasukkan kedalam tabung reaksi
+ air suling
dididihkan 2 – 3 menit
didinginkan
dikocok kuat - kuatdirajang halus
Adanya busa stabil selama 5 menit
Uji Pereaksi Hasil Keterangan
Alkaloid Mayer
Wagner Dragendorf - -
Flavonoid HCl pekat dan serbuk magnesium + Terjadi perubahan warna sampl menjadi kuning.
Steroid/terpenoid Anhidrida asetat dan H2SO4 pekat - -
Saponin Air suling - -
4.2 Pembahasan
1. Identifikasi Alkaloid
Pada identifikasi alkaloid ini dimana terjadi perubahan warna Dari eksperimen yang dilakukan terhadap daun selasih, tes ini menunjukkan hasil yang negatif karena tidak terbentuk endapan putih/keruh dengan pereaksi mayer, tidak terbentuk endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan orange dengan pereaksi Dragendorf . Hal ini menunjukkan bahwa sampel tidak mengandung alkoloid. Ini sesuai dengan yang tertera dalam kandungan kimia dari daun selasih. 
2. Identifikasi Flavonoid
Pada identifikasi flavonoid, sampel daun dewa juga dirajang halus kemudian diekstrak dengan metanol dan dipanaskan selama 5 menit. Pada penambahan berikutnya, tetesan klorida dan sedikit serbuk Mg. Ekatrak daun dewa yang semula bewarna hijau berubah warnya menjadi kuning kemerahan. Dengan terjadinya perubahan warna tadi menandakan bahwa daun dewa mengandung flavonoid. Hal ini sesuai dengan literatur yang didapat.
3. Idetifikasi Steroid/Terpenoid
Pada eksperimen akan dihasilkannya warna jingga/ ungu yang menandakan uji positif terhadap terpenoid dan warna biru menunjukkan uji positif untuk steroid. Hasil yang didapatkan yaitu negatif karena tidak terbentuk warna jingga/ungu ataupun biru. Dari hasil eksperimen dengan teoritis didapatkan kecocokan, bahwa pada daun selasih tidak mengandung steroid dan terpenoid. 
4. Identifikasi Saponin
Pada eksperimen ini dihasilkan busa yang relatif banyak setelah dilakukan pengocokan kuat pada larutan sampel. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa daun dewa tidak mengandung saponin, ini ditunjukan dengan hasil yang negatif. Selain membentuk busa yang stabil, saponin juga mempunyai rasa yang pahit, toksik dan membentuk senyawaan dengan kolesterol.
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa: 
1. Tanaman selasih tidak mengandug alakloid yang ditandai dengan tidak terbentuknya endapan setelah direaksikan dengan beberapa pereaksi. 2. Tumbuhan selasih mengandung flavonoid yang ditandai dengan perubahan warna sampel dari hijau menjadi terang atau agak warna pink. 3. Tumbuhan selasih tidak mengandung steroid atau terpenoid.
4. Tumbuhan selasih mengandung saponin karena tidak terbentuk busa.
5.2 Saran: 1. Sebaiknya pengujian dilakukan pada tanaman obat jenis lainnya yang belum pernah diteliti sehingga diperoleh informasi yang lebih banyak. 2. Untuk identifikasi senyawa-senyawa metabolit sekunder sebaiknya sampel yang digunakan adalah tanaman yang segar. 3. Sampel harus dirajang dahulu kalau bisa di gerus agar senyawa – senyawa yang terdapat didalam sampel keluar dan pada saat penambahan reaksi kimia harus hati – hati agar hasilnya maksimal
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Hart, Harold. 1990. Kimia Organik. Terjemahan Suminar Achmad. Jakarta: Erlangga.
L. Tobing, M.Sc., Rangke. 1989. Kimia Bahan Alam. Jakarta: Depdikbud.
Tim Kimia Organik. 2007. Penuntun Pratikum Kimia Organik 2. Padang: FMIPA UNP.
http://www.google.com/daun selasih.htm





Sering dilihat, yang lain mungkin penting