Prof. Dr. Erizal Gani, M. Pd
UNP Press . Padang 2012
Cuplikan buku
Secara etimologi,
karya tulis ilmiah terdiri dari frasa karya tulis dan ilmiah. Karya tulis
adalah hasil dari suatu kegiatan menulis. Hasil karya tulis ini dapat berupa
catatan perkuliahan, catatan harian, makalah, cerpen, skripsi, puisi, tesis,
novel, komik, dan lain-lain. Pendeknya, seluruh hasil perbuatan menulis disebut
dengan karya tulis. Ilmiah adalah segala
sesuatu yang bersifat keilmuan. Ilmu adalah pengetahuan yang telah teruji
kebenarannya. Berdasarkan hal tersebut, dapat dirumuskan bahwa karya tulis
ilmiah adalah karya tulis yang bersifat keilmuan. Karya tersebut disusun secara
sistematis menurut kaidah-kaidah tertentu berdasarkan hasil berfikir ilmiah dan
metode ilmiah. Kaidah-kaidah dimaksud dapat berupa kaidah-kaidah keilmuan,
kebakuan bahasa, kekonsistenan, keobjektifan, kelogisan, kejelasan,
kebermaknaan, tata tulis, dan lain-lain.
Dalam konteks
keilmuan, pengujian kebenaran dapat dilakukan secara rasional atau secara empiris. Pengujian kebenaran secara rasional dilakukan
melalui metode ilmiah dengan cara mengoptimalkan kemampuan berpikir ilmiah.
Pengujian kebenaran secara empiris dilakukan dengan cara menanalisis data, baik
data kuantitatif (berupa angka) maupun data kualitatif (berupa kata-kata atau
kalimat-kalimat). Di dalam kedua analisis tersebut, diperlukan ilmu
pengetahuan, pengalaman, wawasan, kekritisan, kecermatan, keseriusan,
kedalaman, kosentrasi, keterfokusan dan lain-lain.
Sebuah karya tulis
dapat dianggap sebagai karya tulis ilmiah jika mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut, misalnya: objektif, netral, sistematis, logis, menyajikan fakta, dan
teruji. Uraian ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut.
1. Objektif. Sebuah karya tulis ilmiah harus objetif. Yang dimaksud
dengan objektif adalah mengungkapkan segala sesuatu seperti apa adanya. Setiap
fakta dan data diungkapkan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak
dimanipulasi, tidak direkayasa. Setiap pernyataan atau simpulan yang
disampaikan didasarkan kepada bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan.
Dengan cara yang demikian, siapa pun yang menyangsikan dan mempertanyakan karya
tersebut dapat mengecek kebenaran dan keabsahannya.
2. Netral. Aspek kenetralan mengacu kepada setiap pernyataan,
pengungkapan, atau penilaian yang terbebas dari kepentingan-kepentingan
tertentu baik kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok. Karya tulis
ilmiah tidak mempertimbangkan atau tidak mempermasalahkan apakah seseorang akan
senang atau tersinggung dengan pernyataan yang dikemukakan. Karya tulis ilmiah
bebas dari persoalan rasa-rasa atau hal-hal yang berbau emosional. Oleh karena
itu, pernyataan-pernyataan yang bersifat mengajak, membujuk, melarang, atau
mempengaruhi pembaca perlu dihindarkan.
3. Sistematis. Aspek sistematis ini mengacu kepada pola penyajian
yang bersifat baku, bukan beku. Sebuah karya tulis ilmiah menguraikan dan
menyajikan sesuatu secara berurutan, sebagai contoh adalah skripsi, tesis, atau
disertasi. Masing-masing tulisan ilmiah tersebut terdiri dari bagian awal,
tengah, dan akhir. Masing-masing bagian tersebut terdiri dari berbagai
subbagian yang letak atau posisinya juga terurut secara sistematis, misalnya,
bagian awal terdiri dari subbagian halaman judul (kulit atau kover), halaman
pesembahan (kalau ada), halaman pengesahan (pembimbing dan penguji), halaman
abstrak, halaman kata pengantar, halaman
ucapan terima kasih (kalau ada), halaman daftar isi, dan halaman awal
daftar-daftar (dattar tabel, bagan, gambar, dan lain-lain). Sub-subbagian
tersebut juga terdiri dari berbagai aspek. Untuk subbagian judul (misalnya)
terdiri dari berbagai subbagian terkecil, misalnya: judul, identitas tulisan,
identitas penulis, lambang, nama lembaga, kota, dan tahun. Selain dari penyajian, kebersistematisan tersebut juga terdapat pada
pola pengembangan tertentu, misalnya pola urutan, klasifikasi, kausalitas, dan
sebagainya. Dengan kebersistematisan tersebut, pembaca akan bisa mengikuti
dengan mudah alur uraian karya tulis ilmiah tersebut.
4.
Logis. Kelogisan ini mengacu kepada pola penalaran yang
digunakan penulis, misalnya pola penalaran induktif atau deduktif. Jika penulis
bermaksud menyimpulkan suatu fakta atau data digunakan pola induktif, Sebaliknya,
jika penulis bermaksud membuktikan suatu teori atau hipotesis digunakanlah pola
deduktif. Selain itu, aspek kelogisan ini juga terlihat pada pola menyatakan pikiran pada kalimat yang
digunakan. Sangat banyak penulis yang kurang atau tidak awas terhadap tata kalimat
ini. Artinya, kalimat tersebut tidak mampu mengkomunikasikan pemikiran
penulisnya. Akibatnya, pembaca tidak mampu memahami pesan yang hendak
disampaikan penulis karya ilmiah yang bersangkutan.
5. Menyajikan fakta (bukan emosi atau perasaan). Setiap pernyataan,
uraian, atau simpulan dalam karya ilmiah harus bersifat faktual, yaitu
menyajikan segala sesuatu berdasarkan fakta dan data. Oleh karena itu,
pernyataan atau ungkapan yang bernada emosional hendaknya perlu dihindarkan.
Ungkapan-ungkapan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut: (1) ungkapan
menggebu-gebu seperti orang yang sedang berkampanye, (2) pernyataan sedih
seperti orang yang sedang berkabung, (3) ungkapan senang seperti orang yang
mendapatkan hadiah di hari ulang tahun, dan (4) ungkapan marah seperti orang
yang sedang bertengkar.
6. Teruji. Karya tulis ilmiah
lahir dari sebuah proses ilmiah, baik dalam bentuk konseptual ataupun dari
suatu penelitian. Dasar-dasar keilmuan sangat ketal pada sebuah karya tulis
ilmiah. Oleh sebab itu, kebenaran yang disajikan di dalamnya tidak perlu
diragukan. Kalau pun ada keraguan, maka keraguan tersebut dapat ditelusuri dan
dibuktikan kebenaran atau ketidakbenarannya.
Gambaran kaitan keenam komponen tersebut dapat
dilukiskan melalui bagan berikut ini.
Gambar Bagan 1. Ciri-ciri Karya Tulis Ilmiah
Sekiranya ada karya tulis yang dikategorikan
sebagai karya tulis ilmiah, tentu saja ada pula karya tulis yang dikategorikan
sebagai karya tulis bukan ilmiah (nonilmiah atau KTNI). Kenyataannya
memang memperlihatkan hal yang demikian,
yaitu ada karya tulis yang ditulis dengan tidak menggunakan kerangka berpikir
ilmiah dan metode ilmiah. Karya-karya tulis yang seperti ini sering disebut
dengan karya fiksi atau karya tulis dalam bentuk cerita. Pada hematnya,
perbedaan tersebut dapat ditinjau dari beberapa titik pengamatan. Secara rinci,
perbedaan tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan tabel berikut.
Tabel 1: Perbedaan Karya Tulis Ilmiah dengan Karya
Tulis Nonilmiah
No.
|
Titik Pengamatan
|
Karaya Tulis Ilmiah (KTI)
|
Karya Tulis Nonilmiah (KTNI)
|
1.
|
Masalah
|
Biasanya masalah yang
dibicarakan adalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah keilmuan atau
sesuatu yang bersifat ilmu pengetahuan. Masalah tersebut diperoleh dari hasil
observasi dilapangan (empiris) atau dari bahan bacaan (rasional). Semakin
banyak mengamati, berdiskusi, dan membaca semakin banyaklah masalah tersebut
dimiliki.
|
Biasanya masalah yang
dibicarakan berkaitan dengan masalah kemanusiaan, seperti cinta kasih,
persahabatan, kekeluargaan, perjuangan, dan lain-lain. Masalah cenderung
diperoleh secara tidak terencana
(insiden) sesuai dengan suasana hati dan daya imajinasi.
|
2.
|
Judul
|
Antara judul dengan
permasalahan yang dibahas selalu saling mencerminkan. Melalui judul dapat
diramalkan masalah yang akan dibahas dan melalui masalah yang dipilh dapat
ditentukan judul karya tulis.
|
Antara judul dengan
permasalahan tidak selalu saling mencer-minkan. Bisa saja judul merupakan
kiasan dari sesuatu. Misalnya, sebuah karangan judulnya "Kelinci Merah" tetapi yang
dibicarakan adalah kebuasan nafsu seks seorang lelaki. Contoh lain, Sutan
Takdir Alisyahbana (STA) menulis roman dengan judul “Layar Terkembang”, yang
dibahas dalam karangan itu bukan tentang layar,
melainkan tentang perempuan
masa depan Indonesia.
|
3.
|
Efek bagi pembaca
|
Merangsang kemampuan
berpikir pembaca sehingga pengetahuan, wawasan, kekritisan, ketajaman, dan
daya analisis pembaca terhadap sesuatu hal menjadi bertambah baik. Pembaca
menjadi lebih berpengetahuan.
|
Merangsang daya emosional
pembaca sehingga pembaca merasa senang, marah, takut, benci, geli, terhadap
sesuatu hal sesuai dengan apa yang dibacanya. Pembaca lebih memiliki
kematangan emosi, kepekaan, berbudi, dan lain-lain. Pengaruh tersebut akan
lebih terasa bila KTNI tersebut ditampilkan melalui sinetron atau filem.
|
4.
|
Bahasa
|
Menggunakan bahasa yang baik
dan benar. Bahasa yang baik mengacu kepada konteks penggunaan bahasa. Bahasa
yang baku mengacu kepada kaidah-kaidah kebahasaan yang berlaku. Bahasa tidak
ambiguitas, jelas, bermakna denotatif, singkat, tepat, jujur. Dengan kata
lain, bahasa yang dipakai tidak ada yang percuma.
|
Menggunakan bahasa yang
baik. Tidak selalu mengacu kepada konsep bahasa yang baik dan benar. Bahasa
diciptakan dengan sedemikian rupa sehingga menjadi begitu menarik,
menyenangkan, dan mampu mempengaruhi pembaca.
|
5.
|
Pola pengem-bangan tulisan
|
Tulisan dikembangkan dalam
bentuk karangan eksposisi dengan pola pengembangan logis dan ruang.
|
Tulisan dikembangkan dalam
bentuk karangan narasi dengan pola pengembangan kronologis dan ruang.
|
6.
|
Prosedur penciptaan
|
Ditulis melalui prosedur
baku, misalnya melalui penelitian (karya tulis ilmiah penelitian) atau
analisis rasional (karya tulis ilmiah konseptual).
|
Ditulis melalui kemampuan berimajinasi,
membangun angan-angan atau daya khayal.
|
7.
|
Sistematika penulisan
|
Uraian terhadap permasalahan
disusun secara sistematis, sehingga pola berpikir penulis dapat dilihat
dengan jelas. Biasanya urutan itu terdiri dari pengajuan masalah
(pendahuluan), pembahas-an, dan kesimpulan (penutup).
|
Uraian terhadap permasalahan
dapat saja secara sistematis dan dapat juga secara tidak beraturan. Hal ini
dapat dilihat dari penggunaan alur cerita, misalnya alur lurus atau alur
balik (flash back).
|
8.
|
Pembahas-an
|
Permasalahan dibahas secara
rasional, empiris, atau perpaduan keduanya.
Analisis rasional didasarkan kepada teori-teori standar yang berlaku.
Analisis empiris didasarkan kepada data-data atau fakta-fakta yang diperoleh
di lapangan.
Menonjolkan ekspresi akal
pikiran. Penulis karya ilmiah bebas mengekspresikan analisis logis yang
objektif.
|
Permasalahan dibahas dan
disampaikan dengan cara bercerita sesuai dengan imajinasi, daya khayal,
fantasi, dan angan-angan pengarang terhadap masalah yang diangkatnya.
Menonjolkan ekspresi emosi
atau perasaan yang sangat subjektif.
|
9.
|
Sasaran
|
Lebih ditujukan kepada orang yang menggeluti suatu disiplin ilmu
tertentu. Biasanya orang yang berdisiplin ilmu yang samalah yang akan
membacanya. KTI yang membahas masalah bahasa hanya (cenderung) dibaca oleh orang
yang mempelajari atau menekuni bidang bahasa, demikian seterusnya.
|
Ditujukan kepada siapa saja
(umum), bukan kepada orang-orang tertentu. Artinya tidak ada pembatasan
tentang siapa yang seharusnya membaca sebuah karya sastra, dan karya sastra
apa saja yang seharusnya dibaca.
Dengan kata lain, siapapun dapat membaca sebuah karya sastra yang
diminatinya.
|
10.
|
Keterpeca-yaan
|
Dapat dibuktikan
kebenarannya, baik pembuktian secara
rasional (kajian teoritis) atau pembuktian
secara empiris (kajian terhadap data dan fakta).
|
Tidak dapat dibuktikan
kebenarannya karena segala sesuatu yang dikemukakan hanya bersifat imajiner,
walaupun imajiner tersebut ada yang dipicu oleh kondisi-kondisi riil di
lapangan.
|
11.
|
Referensi
|
Menggunakan referensi
keilmuan sebagai bahan acuan. Referensi tersebut dapat berupa artikel, hasil
penelitian, buku, atau bahan publikasi internet.
|
Tidak menggunakan referensi
keilmuah karena masalah yang dipilih dikembangakan berdasarkan kemampuan
imajiner pengarang
|
12.
|
Jenis tulisan
|
Makalah, artikel, skripsi,
tesis, disertasi, dan laporan penelitian.
|
Cerpen (cerita pendek),
cerbung (cerita bersambung), novel, roman, cergam (cerita bergambar atau komik),
dan lain-lain.
|
13.
|
Penulis
|
Ilmuwan, yaitu orang yang memilii
kepedulian dan menguasai bidang ilmu tertentu.
|
Sastrawan, yaitu orang yang
memiliki kepekaan terhadap kondisi-kondisi yang terjadi dan berkembang di lapangan.
|
14.
|
Publikasi
|
Tidak dapat disembarang
media karena tidak bersifat umum. Biasanya pada media tertentu (khusus) seperti
Jurnal. Ada juga yang dipubliasikan di media umum, seperti artikel populer.
|
Dapat pada media masa umum
seperti koran, majalah, tablod, dan lain-lain.
|
15.
|
Sapaan bagi
pembuat
|
Penulis
|
Pengarang
|
B. Komponen Karya Tulis Ilmiah
Bagi sebagian
orang, menulis karya ilmiah merupakan suatu kegiatan yang rumit dan kompleks
serta memerlukan pemikiran yang mendalam. Sungguhpun demikian, setiap orang sama-sama memiliki potensi untuk menghasilkan
karya tulis ilmiah, asalkan ia berani memulai, tidak takut salah, mau belajar
terhadap segenap kelemahan dan kesalahan yang ada, rajin membaca, dan tidak
malu untuk bertanya pada orang yang dianggap lebih mampu. Dengan cara demikian, diharapkan kebiasaan menulis
karya tulis ilmiah dapat hidup dengan lebih subur.
Kemampuan
mengemukakan pendapat dalam bentuk karya tulis ilmiah yang tepat dan terpadu
memang tidaklah mudah. Hal tersebut lebih dirasakan oleh para penulis pemula.
Ketidakmudahan tersebut disebabkan karena kemampuan menulis karya ilmiah melibatkan
berbagai pengetahuan dan keterampilan terkait lainnya yang harus dikuasai
terlebih dahulu. Tuntutan tersebut berlaku pada tingkat kemampuan menulis karya
ilmiah yang manapun (artikel, makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan laporan
penelitian). Tuntutan tersebut disebabkan karena di dalam kegiatan menulis
karya ilmiah, penulis secara simultan selalu menampilkan dan berhadapan dengan
dua pertanyaan utama yang secara
sekaligus harus dijawabnya.
Pertanyaan pertama
berkenaan dengan “Apakah yang akan saya tulis? Yang akan ditulis selanjutnya, dan selanjutnya?”
Pertanyaan kedua berkenaan dengan “Bagaimanakah caranya memindahkan hal yang
hendak dituliskan tersebut (gagasan) kedalam bentuk karya tulis ilmiah?” Pertanyaan pertama berkenaan
dengan permasalahan atau topik tulisan. Pertanyaan tersebut mengisyaratkan
bahwa seorang penulis karya ilmiah harus menguasai persoalan (permasalahan)
yang akan ditulisnya, termasuk penguasaan terhadap aspek pendukung atau aspek terkait lainnya. Pertanyaan kedua
berkenan dengan persoalan kebahasaan (ejaan, diksi, kalimat, dan lain-lain)
nopkebahasaan (motivasi, intelegensi, dan lain-lain), dan tata tulis (organisasi
tulisan, mekanisme tulisan, sistematika tulisan, kutipan, dan lain-lain).
Bila dibahas kedua
pertanyaan tersebut secara lebih lanjut, maka akan disinggunglah hal-hal yang
berkaitan dengan komponen-komponen karya tulis ilmiah. Yang dimaksud dengan
komponen karya tulis ilmiah adalah segala sesuatu yang perlu diperhatikan dalam
membangun sebuah karya tulis ilmiah. Istiah komponen ini sering juga disebut
dengan unsur-unsur, bagian-bagian, atau aspek-aspek karya tulis ilmiah. Mengacu kepada Harris (1977), pada hematnya
komponen-komponen yang membangun karya tulis ilmiah tersebut meliputi komponen (1) isi tulisan (2)
organisasi atau bentuk tulisan, (3) struktur tulisan, (4) gaya penulisan, (5)
mekanis tulisan, dan (6) perwajahan. Keenam komponen tersebut hendaklah
dipandang sebagai satu kesatuan yang saling mengisi dan saling menunjang.
Gambaran kaitan komponen tersebut dapat dilukiskan
melalui bagan berikut ini.
Bagan 2. Komponen-komponen Karya Tulis Ilmiah
Pemahaman terhadap
masing-masing komponen yang membangun karya tulis imiah harus dimiliki oleh
seorang penulis karya ilmiah. Selama ini masih ada penulis yang kurang memahami
dan tidak memperhatikan struktur dan komponen-komponen yang membangun karya
tulis ilmiah tersebut. Akibatnya, mereka cenderung memcampuradukkan antara satu
komponen dengan komponen yang lainnya. Misalnya, menyatukan antara komponen
manfaat penelitian dan tujuan penelitian. Kedua komponen karya tulis ilmiah
tersebut tidaklah sama. Tujuan merupakan
sasaran yang hendak dicapai oleh peneliti, sedangkan manfaat penelitian
merupakan sumbangan yang dapat diberikan oleh hasil penelitian tersebut. Di
sisi lain, isi komponen latar belakang masalah juga sering tumpang tindih
dengan isi komponen kerangka teori. Sering ditemui latar belakang masalah
berisi teori. Hal tersebut tidaklah benar karena latar belakang adalah latar
belakang dan teori adalah teori. Artinya, uraian tentang teori hendaklah ditempatkan
pada tempat tersendiri, yaitu di bagian kerangka teoretis.
Pada karya tulis
ilmiah, pengemukaan sesuatu harus pada tempatnya. Tidak dibenarkan menguraikan
tentang “A” di bagian “B”, menguraikan tentang “B” di bagian “C”, demikian
seterusnya. Uraian tentang “A” harus di bagian “A”, menguraikan tentang “B”
harus di bagian “B”, demikian pula seterusnya.
Sebuah penjelasan atau urian pada karya tulis ilmiah hendaklah dilakukan
pada tempatnya masing-masing, tidak boleh salah letak.
Pemahaman terhadap
komponen-komponen yang membangun karya tulis ilmiah tersebut harus dimiliki
oleh seorang penulis karya tulis ilmiah. Pemahaman tersebut sangat besar
perannya dalam rangka memampukan orang yang bersangkutan menghasilkan suatu
karya ilmiah yang baik dan berkualitas.
Jika pemahaman tersebut tidak dimiliki, proses penulisan karya tulis ilmiah
tersebut akan mengalami kendala. Ujung-ujungnya adalah kurang atau tidak berkualitasnya
karya tulis ilmiah yang dihasilkan.
Agar pemahaman
terhadap masing-masing komponen tersebut dapat diraih dan dilaksanakan dengan
baik, berikut ini akan diuraikan bagian-bagian tersebut secara satu
persatu. Komponen organisasi atau bentuk
tulisan, tidak dibicarakan atau dibahas pada bab ini. Hal itu dilakukan
mengingat begitu kompleks dan spesifiknya persoalan pada komponen organisasi
atau bentuk karya tulis ilmiah tersebut. Komponen struktur atau kebahasaan
dengan beberapa bagiannya, dibicarakan pada bab tersendiri. Pada komponen
struktur atau kebahasaan inilah inti dari pembahasan buku ini. Itulah sebabnya
buku ini diberi judul “Bahasa Karya Tulis Ilmiah”.
1. Komponen Isi Karya Tulis Ilmiah
Di dalam setiap
kegiatan menulis karya ilmiah, seorang penulis selalu berhadapan dengan dua
pertanyaan besar. Pertanyaan pertama berkaitan dengan “apa yang akan ditulis”,
dan pertanyaan kedua berkaitan dengan “bagaimana mengeksplisitkan hal
yang akan ditulis tersebut menjadi karya
tulis ilmiah”. Pertanyaan-pertanyaan tersebut selalu dilontarkan penulis secara
berulang-ulang. Semakin lama, pertanyaan-pertanyaan tersebut semakin
komprehensif, semakin terfokus, semakin mendalam, semakin mengerucut, dan
semakin final. Pertanyaan pertama berkaitan dengan materi tulisan dan
pertanyaan kedua berkaitan dengan teknik
atau tatacara penulisan.
Hal yang hendak disampaikan atau ditulis dalam
suatu tulisan ilmiah adalah materi tulisan. Jika materi ini tidak ada, berarti
proses menulis tidak akan terjadi. Jika proses menulis tidak ada, tentu saja
tidak akan ada karya tulis ilmiah yang akan dihasilkan. Rangkaian “jika-maka” tersebut
menginformasikan bahwa materi tulisan
adalah sesuatu yang harus ada. Apapun bentuk dan jenis tulisannya, perihal
materi tulisan adalah suatu keharusan bagi karya tulis tersebut. Materi
tersebutlah yang hendak dikomunikasikan oleh seorang penulis kepada pembaca.
Materi tulisan dirumuskan dalam bentuk
permasalahan demi permasalahan dan hal-hal lain yang terkait dengan itu. Secara
keseluruhan, semuanya disebut dengan isi karangan. Isi tulisan merupakan inti
dari karangan tersebut. Isi merupakan bagian tulisan yang sangat penting. Dari
sinilah awal tulisan dimulai, bagian inilah yang diproses, dan kepada bagian
inilah akhir tulisan dikembalikan. Oleh
sebab itu, setiap calon penulis harus
menguasai isi tulisan ini dengan baik.
Langkah
awal yang perlu diperhatikan dan dilakukan seorang penulis karya tulis ilmiah
dalam kaitannya dengan apa yang akan ditulis (materi tulisan) adalah merencanakan topik yang akan ditetapkan
menjadi suatu tulisan. Topik sering juga diartikan dengan pokok pembicaraan
atau pokok permasalahan. Topik merupakan sentral dari sebuah tulisan. Oleh
karena topik atau masalah merupakan sesuatu yang mendasar dari suatu tulisan,
calon penulis harus memiliki kemampuan dalam mencari, merencanakan, memilah,
memilih, dan menetapkan topik atau
masalah yang akan ditulisnya.
Sebuah
tulisan tidak akan ada apabila tidak ada masalah yang akan ditulis. Oleh sebab
itu, topik ini harus dimiliki sebelum tulisan dibuat. Untuk mendapatkan topik,
seorang calon penulis harus memahami sumber topik dan cara mendapatkannya. Sumber topik adalah tempat atau lokasi keberadaan
suatu masalah yang akan ditulis. Dari tempat atau lokasi tersebutlah suatu
masalah diperoleh. Pada umumnya, sumber masalah tersebut dapat berupa (1) bahan
bacaan, terutama bacaan dalam bentuk makalah, artikel, dan laporan penelitian (2)
gejala-gejala atau fenomena-fenomena yang ada dilapangan, (3) peristiwa-peristiwa
yang telah terjadi, dan (4) diri orang-orang tertentu, terutama para ilmuwan.
Cara
adalah teknik-teknik atau upaya-upaya yang dilakukan seseorang (calon penulis
karya tulis ilmiah) dalam rangka mendapatkan topik atau permasalahan yang akan
ditulisnya. Pada umumnya, upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka
mendapatkan topik, masalah, atau materi tulisan adalah sebagai berikut.
a. Studi kepustakaan. Kegiatan ini dilakukan dengan cara membaca sebanyak mungkin.
Biasanya bahan bacaan tersebut adalah karya tulis ilmiah seperti makalah, artikel,
dan laporan penelitian (skripsi, tesis, dan disertasi). Dengan membaca dan
memahami karya-karya tulis yang seperti
itu seseorang akan memperoleh berbagai masukan yang akan menginspirasinya untuk
memunculkan suatu masalah yang akan ditulis. Selain membaca karya tulis ilmiah,
masalah yang akan ditulis juga tidak jarang diperoleh dengan membaca bacaan
yang berbentuk cerita. Dengan membaca sebuah karya sastra, seseorang akan
memperoleh masukan yang dapat mengilhaminya
untuk menulis berbagai hal dari cerita tersebut, misalnya: analisis
unsur-unsur instrinsik karya sastra, analisis nilai-nilai pendidikan karya
sastra, kajian terhadap gaya bahasa
karya sastra, erotisme dalam karya sastra, dan lain-lain.
b. Pengamatan atau observasi. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mempelajari dan memahami berbagai
benda, keadaan, gejala, fenomena, dan peristiwa-peristiwa yang ada di lapangan.
Berdasarkan kondisi-kondisi riil di lapangan tersebut calon penulis akan
memperoleh sesuatu yang berarti dan bisa dijadikan topik atau masalah untuk
sebuah tulisan ilmiah. Pada karya tulis ilmiah, kondisi-kondisi riil di
lapangan tersebut biasanya dikemukakan
pada bagian latar belakang masalah.
c Tukar pikiran atau
berdiskusi. Kegiatan ini
dilakukan dengan cara bertanya jawab atau
berdiskusi dengan orang-orang tertentu yang memiliki pengetahuan mumpuni pada
bidang keilmuan tertentu. Dengan bertukar pikiran tersebut, calon penulis akan
mendapat banyak masukan sehingga ia dapat merumuskan apa topik yang akan
ditulisnya. Dalam proses bertukar pikiran ini, tidak jarang lawan bicara yang
justru mengusulkan aneka masalah yang pantas dan patut ditulis untuk sebuah
karya tulis ilmiah.
Dengan memahami sumber masalah dan teknik
memperoleh atau mendapatkan masalah seperti yang diuraikan di atas, seorang
calon penulis karya ilmiah akan memmulai melakukan kegiatan sekaitan dengan
topik tulisan ilmiahnya. Ia akan memilah, memilih, dan menetapkan masalah yang akan ditulisnya.
Banyak hal atau masalah
yang dapat ditulis untuk dijadikan sebuah karya tulis ilmiah. Akan tetapi,
tidak seluruh hal tersebut yang layak dan harus ditulis. Oleh sebab itu,
diperlukan upaya untuk memilih dan memilah topik tersebut sehingga diperoleh suatu ketetapan tentang apa yang
akan ditulis. Rangkaian topik yang sudah direka-reka pada tahap perencanaan,
harus ditetapkan sesegera dan setepat mungkin. Semakin cepat ketetapan itu
diperoleh, semakin baiklah ia bagi kegiatan selanjutnya. Hal ini sangat besar
artinya bagi calon penulis, sebab selain untuk menghilangkan keraguan-keraguan
tentang apa yang akan ditulis, penulis juga dapat menentukan kegiatan-kegiatan
selanjutnya sehubungan dengan topik
tersebut.
Kemampuan
menetapkan topik tulisan dengan cepat merupakan suatu keharusan bagi calon
penulis. Sangat banyak masalah yang dapat ditulis. tetapi tidak seluruhnya
harus ditulis. Oleh karena itu, kemampuan menetapkan topik atau masalah ini
harus dimilki oleh seorang calon penulis karya tulis ilmiah.
Menetapkan topik
tulisan merupakan suatu keharusan bagi setiap calon penulis. Hal itu disebabkan
karena bagian-bagian selanjutnya harus mengacu kepada topik tersebut. Oleh
sebab itu, penetapan suatu topik harus dilakukan dengan penuh pertimbangan,
bukan asal ditetapkan saja. Mengacu kepada Nasution, S dan Thomas M. (2008), beberapa
hal berikut perlu dilakukan atau mendapat perhatian di dalam memilih dan
menetapkan topik tulisan.
a.
Menarik. Topik
tulisan harus menarik perhatian dan minat penulis. Faktor kemenarikan ini tidak boleh tidak dimilki. Dengan faktor ini,
penulis akan melakukan kegiatan penulisan karya ilmiahnya dengan perasaan
senang dan tidak terbebani. Untuk tulisan ilmiah yang akan dipublikasikan pada
koran atau jurnal, persoalan kemenarikan topik ini tidak hanya pada pihak
penulis saja akan tetapi juga menarik bagi media masa target, terutama koran.
Jika topik yang ditetapkan tidak diminati tim redaksi, jangan harap karya tulis
ilmiah tersebut akan dipublikasikan.
b.
Masalah keilmuan. Topik tulisan harus mengandung masalah keilmuan, yaitu
masalah yang membutuhkan kemampuan berpikir ilmiah di dalam menindaklanjutinya.
Masalah yang mengandung persoalan-persoalan
keilmuan akan merangsang penulis untuk mengadakan penelitian, studi
kepustakaan, observasi, wawancara, dan lain-lain sebagainya. Kegiatan-kegiatan
tersebut dilakukan dalam rangka memperluas, memperkaya, dan memperdalam
pengetahuan penulis dalam bidang yang diselidikinya itu (topik tulisan).
c. Cakupan. Topik tulisan hendaknya
jangan terlampau luas, terlalu sempit, atau mengandung unsur emosional. Topik
yang luas dan terlalu kompleks akan membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang
banyak untuk menyelesaikannya. Bagi kalangan mahasiswa (apalagi mahasiswa S1)
topik-topik yang seperti ini perlu mendapat pertimbangan optimal untuk dipilih.
Itulah sebabnya topik yang luas tersebut dibatasi dalam bentuk topik yang lebih
kecil. Dalam membatasi topik ini hendaklah diperhatikan bahwa topik jangan
terlalu kecil, sehingga menjadi sangat sempit. Pemabatasan topik dalam bentuk
topik yang memadai ini akan memudahkan penulis melakukan telaah dengan telaah
keilmuan secara mendalam.
d.
Kebijakan. Topik apa saja dapat ditulis untuk sebuah karya
tulis ilmiah. Akan tetapi, jika karya tulis ilmiah tersebut ditulis oleh siswa
atau mahasiswa, topik tersebut harus disesuaikan dan memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan oleh fakultas dan jurusan. Selain itu, jika untuk keperluan
pertemuan ilmiah seperti seminar, pilihan topik pun harus disesuaikan dengan tema seminar. Jangan pilih topik yang
bertentangan dengan kebijakan suatu lembaga atau suatu kepanitiaan.
e. Media target. Kadang-kadang, penulisan sebuah karya tulis
ilmiah dimaksudkan untuk dipublikasikan pada jurnal, koran, atau tabloid. Untuk
maksud penulisan yang seperti itu, topik tulisan harus disesuaikan dengan
karakteristik atau “selera” media cetak sasaran..
f. Sanggup. Topik tulisan yang ditetapkan harus berada dalam batas-batas
kesanggupan calon penulis. Oleh sebab
itu, jangan pilih topik yang terlalu memberatkan, walauun topik itu sangat
menarik utnuk ditulis. Sangat banyak
mahasiswa yang menerima dengan begitu saja topik yang disodorkan oleh
seseorang. Akan tetapi, setelah dicermati dengan lebih mendalam, ternyata topik
itu cukup rumit dan buth waktu lama untuk menjadikannya sebuah karya tulis
imliah. Akibatnya, waktu penyelesaian perkuliahan mahasiswa yang bersangkutan
tentu akan lebih lama.
Di dalam memilih
dan menetapkan masalah yang akan ditulis, haruslah diperhatikan segi-segi
kelayakan dan kepatutan masalah itu untuk ditulis oleh seorang penulis. Hal ini
perlu mendapat perhatian calon penulis sebab setelah masalah ditetapkan, segala
sesuatu yang akan dipikirkan dan dikerjakan
haruslah mengacu kepada masalah yang ditetapkan tersebut. Sehubungan
dengan hal tersebut, menurut Sudjana (1988) paling tidak ada beberapa aspek
yang perlu diperhatikan untuk mengukur kelayakan atau ketidaklayakan suatu
masalah untuk ditulis. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut.
a. Kesesuaian. Masalah yang ditetapkan hendaknya berkaitan
dengan disiplin keilmuan yang dimiliki atau ditekuni, atau sesuai dengan bidang pekerjaan yang
tengah digeluti calon penulis. Ada dua alasan yang mendasari kelayakan dari
aspek keilmian ini. Alasan pertama berkaitan dengan persoalan kerterpahaman.
Artinya, seorang penulis harus memahami hal-hal yang akan ditulisnya. Masalah-masalah
yang berkaitan dengan bidang ilmu yang sedang dipelajari atau bidang pekerjaan
yang tengah digeluti tentu lebih mudah dipahami dibandingkan dengan masalah
yang berbeda dari bidang ilmu atau
pekerjaan yang tengah digeluti.
Orang yang membahas masalah yang tidak
berkaitan dengan keahlian atau pekerejaannya tentu akan mengalami berbagai
kendala dalam kegiatan menulisny. Pada akhirnya, kendala tersebut akan
menyebabkan kurang lancarnya proses penulisan, hasil tulisan kurang baik, dan
tulisan kurang bermanfaat (baik manfaat akademis atau manfaat keilmuan).
Pekerjaan yang seperti itu tentu saja sebuah pekerjaan yang sia-sia.
Alasan kedua berkaitan dengan persoalan etika
akademik. Seorang penulis haruslah memilih materi tulisan yang berkaitan dengan
bidang keilmuan atau keahlian yang ditekuninya. Ia harus menyadari bahwa bidang
yang lain, sudah ada orang yang bertanggung jawab untuk menulisnya. Ia harus
menghargai bidang lain dan orang yang menekuni bidang tersebut. Garap sajalah
“ladang atau lahan” kita, biarlah orang lain menggarap “ladang atau lahannya”.
Kalau pun karena sesuatu dan lain hal seorang penulis “terpaksa” menetapkan topik atau masalah tulisan yang
berada di luar disiplin ilmu atau bidang kerja yang ditekuninya, maka sangatlah
terpuji jika calon penulis tersebut berkonsultasi dengan orang yang ahli di bidang
yang tidak ditekuninya tersebut.
Cara ini (melibatkan ahli di bidang lain tersebut) merupakan salah satu wujud dari keberetikaan akademik.
Cara ini (melibatkan ahli di bidang lain tersebut) merupakan salah satu wujud dari keberetikaan akademik.
b.
Dapat dianalisis. Masalah yang ditulis harus dapat dipecahkan melalui
langkah-langkah berpikir ilmiah. Dalam hal ini, metode yang digunakan adalah
metode ilmiah, yaitu suatu metode yang ditopang oleh tiga hal utama, yaitu: (1)
logika, (2) hipotika, dan (3) verifikasi data.
Logika berkaitan dengan keberterimaan masalah secara akal sehat. Dalam
kaitan ini, masalah tersebut harus dapat dianalisis secara teoretis. Hipotika
berkaitan dengan pegajuan pertanyaan atau hipotesis terhadap masalah yang
ditetapkan. Pertanyaan tersebut tidak hanya dalam bentuk pengajuan masalah,
tetapi juga dapat dalam bentuk teori dan metodologi yang dipilih. Di dalam
menulis, apalagi meneliti, pertanyaan-pertanyaan ini selalu diajukan oleh penulis
atau peneliti. Verifikasi data berkaitan
dengan analsis masalah dengan mengacu kepada data-data yang diperoleh. Hasil
analisis data tersebut dikonfirmasikan kembali dengan pertanyaan atau hipotesis
yang telah diajukan sebelumnya. Untuk selanjutnya ditarik suatu simpulan.
c.
Manfaat. Masalah
yang ditulis harus memiliki manfaat. Kebermanfaatan ini berkaitan dengan kepentingan dan kegunaan. Masalah yang akan
diangkat atau ditetapkan menjadi topik karya tulis ilmiah haruslah
masalah-masalah yang mendasar dan berdaya guna, bukan masalah yang asal dapat.
Kebermanfaatan ini dapat dalam bentuk manfaat akademis dan manfaat keilmuan.
Manfaat akademik berkaitan dengan kegunaan tulisan untuk memenuhi persayaratan
tertentu guna meraih gelar kesarjanaan (sarjana, magister, atau doktor), atau
guna memenuhi tugas-tugas perkuliahan yang diberikan oleh dosen tertentu.
Manfaat keilmuan berkaitan dengan sumbangan yang dapat diberikan oleh suatu
tulisan terhadap tumbuh kembangnya suatu ilmu. Jika masalah yang ditetapkan
adalah masalah yang sama dengan apa yang telah ditulis oleh penulis sebelumnya,
maka kebermanfaatan tulisan yang akan ditulis
tersebut tentu tidak tinggi. Itulah sebabnya didalam pengajuan judul
skripsi, tesis, dan apalagi disertasi seseorang sering mengalaminya secara
berulang. Artinya, masalah yang diajukan tersebut tidak dapat diterima karena
telah pernah ditulis oleh penulis terdahulu.
d.
Batasan. Masalah yang ditetapkan harus berada pada rentangan
yang wajar. Hal ini berkaitan dengan keluasan dan kesempitan masalah yang
ditetapkan. Rentangan ini sangat penting untuk diperhatikan, terutama oleh kalangan
mahasiswa yang akan menulis skripsi, tesis, atau disertasi. Jika masalah
tersebut terlalu luas, dikhawatirkan mahasiswa tidak dapat menyelesaikan
tulisan tersebut pada waktunya, sehingga ia terlambat menyelesaikan
perkuliahannya. Jika masalah tersebut terlalu sempit, apalagi untuk ukuran
disertasi, dikhawatirkan tulisan tersebut tidak tuntas dan tidak berkualitas.
Keterampilan dalam tarik ulur luas dan sempit masalah ini perlu dimiliki calon
penulis agar ia dapat menyelesaikan dan menghasilkan tulisan yang baik. Tarik
ulur luas dan sempit ini juga berlaku untuk daerah penelitian dan responden
penelitian. Jika daerah dan responden penelitian terlalu luas atau banyak,
dikhawatirkan mahasiswa tidak dapat menyelesaikan penelitian atau skripsi
tersebut pada waktunya. Sebaliknya, jika terlalu sempit, juga dikhawatirkan
tidak memberikan gambaran yang menyeluruh. Menyikapi hal yang seperti ini, dibutuhkanlah teknik sampling untuk
menentukan daerah atau responden penelitian.
e. Keilmuan. Masalah yang dipilih untuk karya tulis lmiah
harus terbebas dari unsur-unsur emosional. Kebebasan masalah dari aspek
emosional berkaitan dengan tidak dibolehkannya persoalan-persoalan rasa atau
perasaan terlibat didalam menganalisis masalah yang ditetapkan sebagai topik
karya tulis ilmiah. Karya tulis ilmiah harus terbebas dari persoalan rasa dan
unsur-unsur emosioal. Jika pada masalah yang ditetapkan ada nuansa rasa dan
emosionalnya, maka hal itu perlu dibuang karena tidak bisa dibuktikan secara
rasional dan empiris. Bukankah persoalan
rasa dan emosional sangat bersifat subjektif. Oleh sebab itu, masalah
yang berkaitan dengan suka dan duka perlu dihindarkan.
Topik tulisan yang
sudah ditetapkan belum tentu akan dibahas seluruhnya. Dalam kenyataannya,
sebuah topik yang sudah ditetapkan dapat dipecah-pecah atas beberapa subtopik,
lebih-lebih jika topik itu ditetapkan untuk suatu penelitian. Pembatasan topik
sangat diperlukan sekitarnya topik yang akan ditulis itu dirasa terlalu luas.
Pembatasan terhadap topik tulisan dilakukan untuk menjaga supaya pembahasan tidak mengambang,
tulisan dapat diselesaikan pada waktunya. Manfaat lain dari pembatasan ini
adalah untuk lebih memperdalam pembahasan terhadap topik itu dan lebih mensistematiskan
organisasi penulisan.
Topik tulisan yang
sudah dibatasi hendaknya dirumuskan dalam bentuk rumusan masalah. Biasanya
rumusan masalah dibuat dalam bentuk pertanyaan. Untuk suatu penelitian,
biasanya rumusan topik atau masalah ini diturunkan menjadi pertanyaan
penelitian. Jawaban dari rangakaian pertanyaan inilah yang akan dikembangkan,
sehingga menjadi sebuah tulisan atau karangan. Dalam kegiatan menulis, rumusan
masalah merupakan landasan tumpu sebagai titik awal bertolaknya sebuah tulisan.
Seorang calon
penulis (lebih-lebih calon peneliti), harus dapat merumuskan masalah yang akan
ditulis atau ditelitinya dengan baik. Masalah-masalah yang telah dirumuskan tersebut
sangat besar manfaatnya dalam berbagai
hal, misalnya: (1) mengarahkan pengembangan tulisan, (2) mengontrol
pengembangan karangan, (3) memudahkan penggunaan bahasa secara teratur, (4)
memudahkan pencarian bahan rujukan dan data yang di perlukan, (5) memudahkan
menetapkan metodologi penelitian yang akan digunakan, dan (6) memudahkan
merumuskan pertanyaan dan tujuan penelitian.
Jika dikaitkan
dengan komponen organisasi, komponen isi karya tulis ilmiah dieksplisitkan pada
bagian tengah atau bagian utama karya tulis ilmiah. Pada dasarnya, komponen-komponen karya tulis
ilmiah yang memuat isi ini adalah (1) komponen pendahuluan dengan aneka subkomponennya, (2) komponen
pembahasan dengan aneka subkomponennya, dan (3) komponen penutup juga dengan
aneka subkomponennya.
Pada karya tulis
ilmiah dalam bentuk skripsi, tesis, disertasi, dan laporan penelitian, bagian
pembahasan biasanya mengalami pengembangan. Pada umumnya, pengembangan tersebut
berkaitan dengan kerangka teori, metodologi, serta hasil penelitian dan
pembahasan. Pada lembaga-lembaga tertentu isi bagian pembahasan ini bisa lebih
banyak. Berdasarkan pengembangan-pengembangan tersebut, bagian isi karya tulis
ilmiah pada hematnya terdiri atas beberapa komponen, yaitu: (1) komponen
pendahuluan dengan aneka subkomponennya,
(2) komponen kerangka teori atau kajian teori dengan aneka subkomponennya, (3)
komponen metodologi dengan aneka subkomponennya, (4) komponen hasil penelitian
dan pembahasan dengan aneka subkomponennya, dan (5) komponen penutup dengan
aneka subkomponennya.
2. Komponen Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah
Yang dimaksud
dengan komponen gaya dalam penulisan karya tulis ilmiah adalah pengolahan dan
penggunaan bahasa dengan sedemikian rupa dalam mengemukakan sesuatu. Persoalan-persoalan
yang hendak dikemukakan harus disampaikan dengan kata-kata dan
kalimat-kalimat pilihan, sehingga segala
sesuatu yang dikemukakan tersebut dapat dipahami dengan lebih mudah dan dengan
lebih baik oleh pembaca.
Karya tulis ilmiah adalah karya tulis yang
ditulis berdasarkan aturan-aturan yang baku. Sungguhpun demikian, karya tulis
ilmiah bukanlah karya tulis yang beku. Pengolahan dan penataan bahasa dengan sedemikian
rupa merupakan salah satu cara untuk meminimalisir
kebekuan sebuah karya tulis ilmiah. Pengolahan bahasa pada penulisan karya
ilmiah dengan cara dan gaya-gaya tertentu dimaksudkan untuk mencari efek
tertentu dalam rangka mempertegas makna, mempertajam arti, dan memperlancar
komunikasi. Gaya penulisan karya tulis ilmiah lebih memberikan rangsangan pada
efek berpikir. Pada karya tulis nonilmiah atau karya sastra atau karya tulis
populer lainnya, gaya ini dimaksudkan untuk membangkitkan emosional pembaca.
Wujud dari gaya
penulisan ini sering ditemui dalam penataan kalimat dan paragraf. Tatanan
kalimat karya tulis ilmiah harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek keberlogikaan
dan variatif penalaran, sehingga setiap kalimat menjadi lebih hidup dan
komunikatif. Tatanan gaya pada skala paragraf dapat dilakukan dengan meletakkan
pokok pikiran dan kalimat utama pada awal paragraf. Selain itu, cara membuka,
mengembangkan, mengakhiri, dan mengalihkan paragraf juga perlu diperhatikan.
Uraian lebih lanjut tentang paragraf akan dibicarakan pada bab tersendiri.
3. Komponen Mekanis Karya Tulis Ilmiah
Komponen mekanis atau komponen mekanisme
tulisan karya tulis ilmiah adalah komponen yang berkaitan dengan tata tulis.
Hal ini menginformasikan bahwa penulisan karya tulis ilmiah tidak boleh
dilakukan dengan cara sembarangan. Artinya, terdapat aturan-aturan tertentu
yang harus dipenuhi dalam menuliskan sesuatu pada karya tulisi ilmiah. Pada
hematnya, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian didalam menuliskan sesuatu
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Sistematika penjenjangan. Yang dimaksud dengan penjenjangan di dalam tulisan ini
adalah tata cara pemilah-milahan suatu komponen yang membangun sebuah karya
tulis ilmiah menjadi komponen-komponen yang lebih kecil. Pada umumnya, sistem
penjejangan tersebut dimulai dari bab. Bab I, II dan seterusnya dianggap
sebagai jenjang pertama atau tingkat satu. Subbab dari bab I, II, tersebut
dianggap sebagai jenjang kedua atau tingkat dua. Perincian subbab dari bab I, II,
tersebut dianggap sebagai jenjang ketiga atau tingkat tiga. Demikianlah
seterusnya.
Seberapa jauh penjengan tersebut pada suatu karya tulis
ilmiah, tidaklah dapat dipastikan. Semua itu sangat tergantung kepada seberapa
jauh penulis melihat perlunya tidaknya pemilahan terhadap suatu persoalan yang
hendak dikemukakannya. Dalam kaitan ini, menata isi karya tulis ilmiah dalam
bentuk outline sangatlah dianjurkan,
karena dari outline tersebut akan
terlihat bagian-bagian karya tulis ilmiah yang perlu atau tidak perlu dikembangkan.
- Penggunaan kertas. Kertas yang dipakai untuk penulisan karya tulis ilmiah adalah kertas biasa HVS. Kertas HVS tersebut
terdiri atas dua ukuran, yaitu: (1) ukuran kuarto atau A 4 dengan luas
kertas 21 cm x 29,7 cm dan berat 70 atau 80 miligram dan (2) ukuran folio
dengan luas kertas 21,59 cm x 35,56 cm dan berat 70 atau 80 miligram.
Tentang luas kertas yang digunakan untuk penulisan
atau bagian-bagian pinggir kertas yang dikosongkan, biasanya disesuaikan dengan
aturan-aturan umum berikut, yaitu: (1) dikosongkan
4 cm dari bagian kiri kertas (margin kiri), (2) dikosongkan 2 - 3 cm dari
bagian kanan kertas (margin kanan), (3) dikosongkan 3 - 4 cm dari bagian atas kertas,
dan (4) dikosongkan 3 cm dari bagian bawah keatas.
- Pengetikan. Pada umumnya, karya tulis ilmiah ditulis dengan menggunakan mesin
ketik. Mesin ketik yang dipakai dapat berupa mesin ketik biasa atau
komputer. Saat ini, pengetikan karya tulis ilmiah dengan menggunakan
komputer merupakan hal yang biasa.
Di dalam pengetikan karya tulis ilmiah hendaklah diperhatikan jenis dan
besar huruf, penebalan dan pemiringan ketikan, dan lain-lain
- Jarak spasi. Jarak spasi karya tulis ilmiah antara satu baris dengan baris
berikutnya sangat bervariasi. Variasi tersebut adalah sebagai berikut, (1)
jarak spasi satu digunakan untuk memisahkan baris pertama dan baris
berikutnya pada penulisan abstrak, kutipan panjang, daftar-daftar (daftar isi, tabel,
gambar, kepustakaan), bab atau subbab, (2) jarak spasi satu setengah
digunakan untuk memisahkan baris pertama dan baris berikutnya pada
penulisan kata pengantar, antara bagian-bagian pada daftar-daftar
(misalnya antara tabel satu dengan tabel berikutnya), (3) jarak spasi dua digunakan untuk memisahkan baris pertama
dan baris berikutnya pada penulisan isi tulisan, antara bagian-bagian pada
daftar kepustakaan (antara sumber pertama
dengan sumber berikutnya, (4)
jarak spasi dua setengah digunakan
untuk memisahkan baris akhir kutipan panjang dengan baris berikutnya, (5)
jarak spasi tiga atau empat digunakan
untuk memisahkan subbab pertama dengan subbab berikutnya.
- Penomoran. Karya tulis ilmiah ditulis dengan memiliki nomor halaman. Akan
tetapi, tidak seluruh halaman karya tulis ilmiah itu memiliki nomor.
Penulisan nomor halaman pada karya
tulis ilmiah harus dilakukan dengan memperhaikan aturan-aturan yang
berlaku. Penomoran halaman baru dimulai pada penulisan abstrak, yaitu
dengan menggunakan angka Romawi kecil (i). Angka Romawi kecil ini
digunakan sampai berakhirnya penulisan bagian awal karya tulis ilmiah
(daftar-daftar). Penomoran halaman selanjutnya dilakukan dengan
menggunakan angka Arab (1). Angka Arab ini digunakan sejak halaman pertama
komponen pendahuluan sampai berakhirnya karya tulis ilmiah yang
bersangkutan.
- Penulisan angka. Penggunaan angka dalam sebuah karya tulis ilmiah, sulit untuk
dihindarkan. Paling tidak, angka tersebut digunakan untuk menentukan nomor
halaman. Penggunaan angka untuk karya tulis ilmiah tidak dilakukan secara
sembarangan. Oleh sebab itu, seorang penulis harus memahami etika
penulisan angka ini.
- Penulisan bahan ilustrasi. Karya tulis ilmiah dalam bentuk hasil penelitian
tidak dapat dihidari dari penyampaian informasi melalui foto, tabel,
grafik, gambar, dan lain-lain. Hal-hal tersebut sering juga disebut dengan
bahan ilustrasi. Dengan bahan ilustrasi tersebut, diharapkan informasi
yang hendak disampaikan dapat disajikan dengan lebih menarik dan mudah dipahami.
4. Komponen Perwajahan
Jika dicermati
keberadaan sebuah karya tulis ilmiah secara keseluruhan, maka yang pertama kali
dilihat dari sebuah karya tulis ilmiah adalah wajah, kulit, sampul, atau
halaman judul karya tulis ilmiah yang bersangkutan. Sebagai hal yang pertama
dilihat, maka penataan sampul ini harus dilakukan dengan sedemikian rupa
sehingga menjadi lebih menarik.
Kemenarikan sampul sebuah karya
tulis ilmiah (skripsi, tesis, disertasi) dapat dicermati dari berbagai hal
berikut.
a. Perwarnaan. Pada umumnya, warna sampul sebuah karya tulis ilmiah
adalah warna yang polos, misalnya: hitam, kuning, unggu, oren, abu-abu, dan
lain-lain. Tidak ada warna sampul karya tulis ilmiah yang warna warni sebagaimana halnya warna
karya tulis nonimiah atau buku ilmiah. Pilihan warna ini sangat ditentukan oleh
kebijakan selingkung di mana penulis karya tulis ilmiah tersebut belajar
(kuliah) atau bekerja.
b. Penataan rumusan judul. Judul karya tulis ilmiah adalah bagian karya tulis
ilmiah yang menginformasikan rumusan tentang persoalan (isi) yang ditulis. Hal itu disebabkan antara masalah yang
ditulis dengan judul tulisan sama-sama
saling mencerminkan. Ketika membaca
judul akan tergambarlah masalah yang ditulis dan ketika menetapkan masalah akan
terbayanglah judul dari tulisan yang akan ditulis. Judul inilah yang pertama
kali dilihat dan dibaca oleh pembaca karya tulis ilmiah yang bersangkutan.
Peran judul dalam menginformasikan tentang apa dan bagaimana sebuah karya tulis
ilmiah sangat besar dan sangat penting. Oleh sebab itu, judul tersebut harus dirumuskan dan ditata dengan sedemikian
rupa.
Beberapa hal berikut perlu diperhatikan didalam menulis
judul karya tulis ilmiah, yaitu: (1) judul harus mencerminkan topik atau selaras
dengan permasalahan yang dibahas, (2) jika karya tulis ilmiah ditulis
berdasarkan hasil suatu penelitian (terutama untuk judul skripsi, tesis, dan
disertasi), maka judul tersebut harus mampu menggambarkan dua hal utama, yaitu
permasalahan yang diteliti dan prosedur
pelaksanaan penelitian, (3) judul karya
tulis ilmiah harus dirumuskan secara jelas, tegas, dan tuntas, (4) judul dapat dirumuskan dalam dua bentuk,
yaitu dalam bentuk judul utama saja dan dalam bentuk judul utama dan subjudul, subjudul ini sering
juga disebut atau diistilahkan dengan anak judul, jika memakai subjudul, maka
subjudul tersebut ditulis setelah judul utama, yaitu setelah tanda titik dua
atau di dalam tanda kurung, (5) judul ditulis/dirumuskan dalam bentuk
pernyataan-pernyataan, pernyataan tersebut dapat berbentuk frasa atau klausa
dan ditulis dengan kata-kata yang utuh, (6) judul tidak boleh bersifat
bombastis, tidak mengandung emosional, dan tidak ambigu sebagaimana halnya
judul karya tulis nonilmiah, (7) perhatikan panjang atau pendeknya judul
tulisan, panjang atau pendeknya judul ini ditentukan oleh jumlah kata yang
membangun judul tersebut, yaitu antara delapan sampai dengan dua belas kata,
jika terpaksa, bisa sampai lima belas kata, penghitungan jumlah kata ini tentu
saja dengan mempertimbangkan kejelasan, kepadatmaknaan, dan ketuntasan,
c. Penggunaan lambang. Lambang yang dipakai pada sampul judul adalah lambang
fakultas atau lambang universitas tempat karya tulis ilmiah itu ditulis, atau
lambang institusi yang membiayai/mensponsori
karya tulis ilmiah (laporan penelitian) itu.
d. Jenis huruf yang dipakai. Pada umumnya, jenis huruf
yang digunakan pada kover karya tulis ilmiah adalah Times New Romans. Ukurannya
(font) adalah 14.
e. Susunan baris rumusan judul. Sesuai dengan jumlah kata pada rumusan judul, sebuah
judul karya tulis ilmiah dapat terdiri dari dua atau tiga baris. Terhadap hal
yang seperti ini penulis harus mampu menata kata-kata pada masing-masing baris.
Hal ini perlu diperhatikan agar tidak
ada penempatan kata yang
janggal, misalnya menempatkan kata hubung
(dan, dengan, sebagai, dan lain-lain) di akhir baris.
f. Kelengkapan komponen sampul. Pada umumnya komponen sampul terdiri dari beberapa hal,
yaitu: (1) judul, (2) jenis tulisan, (3) identitas penulis, (4) lambang
lembaga, (5) nama lembaga, (6) nama kota, dan (7) tahun.
g. Posisi tulisan. Kata-kata,
frasa, atau klausa yang terdapat pada judul dapat dituliskan dalam bentuk lurus
kanan penuh, lurus kiri penuh, atau seimbang (di tengah). Untuk skripsi, tesis,
atau disertasi, kata-kata, frasa, atau
klausa pada umumnya ditulis dalam bentuk seimbang atau memusat.
h. Ketebalan tulisan. Pada umumnya, tulisan yang terdapat pada sampul dicetak
dengan cetak tebal (bold).
Selain sampul,
perwajahan karya tulis ilmiah juga dapat diartikan dengan tampilan keseluruhan
karya tulis ilmiah yang bersangkutan, dimulai dari halaman sampul sampai kepada
halaman lampiran. Pada halaman-halaman yang demikian berlaku segala ketentuan
penulisan, sebagaimana yang dipersyaratkan pada penulisan karya tulis lmiah.
KEPUSTAKAAN
Akhadiah,
Sabarti.dkk.1988. Pembinaan Kemampuan
Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga
Alwi, Hasan dkk. 2008.
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Arifin, E. Zainal.
1991. Penulisan Tulisan Ilmiah dengan Bahasa Indonesia yang Benar.
Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.
Arifin,
Zaenal dan S. Amran Tasai. 2004. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Akademika Pressindo.
Arifin, Syamsir dan
Muhardi. 1982. “Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah”. Padang: FPBS IKIP Padang.
Basuki,
I. A. 1994. Pemakaian Bahasa dalam Artikel di Jurnal. Makalah disajikan pada
Penataran-Lokakarya Penulisan Karya llmiah Dosen PGSD IKIP Malang.
Basuki,
I. A. dan Hasan, M. 1996. “Kesalahan Umum Pemakaian Ejaan” (Makalah disajikan
pada Penataran Guru Bahasa Indonesia Yayasan Cendana Pakanbaru, Riau, tanggal
24 Juni s.d. 7 Juli1996. Pekanbaru: Panitia Seminar
Basuki,
I. A, Roekhan, Suyono dan Rofi'uddin, Ah. 1995. “Bahasa Indonesia llmiah”.
Malang: IKIP Malang.
Chaer,
Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer,
Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Eneste,
P. 1995. Baku Pintar Penyuntingan Naskah. Jakarta: Penerbit Obor.
Ermanto
dan Emidar. 2009. Bahasa Indonesia: Pengembangan
Kepribadian di Perguruan Tinggi. Padang: UNP Press.
Gani,
Erizal. 1999. “Pembinaan Keterampilan Menulis di Perguruan Tinggi”. (Bahan
Ajar). Padang: Universitas Negeri Padang.
----------.
2012. Menulis Karya Ilmiah:Teori dan
Terapan. Padang: Sukabina Press.
Hariwijaya,
M., 2006. Pedoman Teknis Penulisan Karya
Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Yogyakarta: Citra Pustaka.
Hariwijaya,
M., 2008. Cara Mudah Menyusun Proposal
Skripsi, Tesis dan Disertasi. Pararaton. Yogyakarta.
Hasyim,
Nafron dan Arman Tasai. 1992. “Komposisi dalam Bahasa Indonesia”. Jakartaa:
Pusat Pengembangan Bahasa.
Ivan.2008. Sinonim,
antonim, homonim, homofon, homograf, polisemi, hipernim, dan hiponim. Karya
(online), (http://ivanlanin.posterous.com/sinonim-antonim-homonim-homofon),
diakses 28 Agustus 2008).
Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0543a/U/1987 tentang
Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indo-nesia yang
Disempurnakan".
Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0389/U/1988 tentang
Penyempurnaan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Keraf,
Gorys. 1980. Komposisi (Sebuah Pengantar Keterampilan Berbahasa). Ende
Flores: Nusa Indah.
--------.
1991. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
---------.
2004. Argumentasi dan Narasi. Endo
Flores: Gramedia.
---------.
2005. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta:
Gramedia.
Kridalaksana,
Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Manaf,
Ngusman Abdul. 1999. “Sintaksis Bahasa Indonesia”. (Bahan Ajar). Padang: Universitas Negeri Padang.
Masinambow
dan Paul Haenen. 2002. Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Perpustakaan Nasional RI. 2006. Petunjuk Teknis Penentuan Kata
Utama dan Ejaan untuk Tajuk Nama Pengarang Indonesia. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
Razak, Abdul. 1988. Kalimat
Efektif, Struktur, Gaya, dan Variasi. Jakarta: Gramedia.
Semi,
M. Atar. 1989. “Menulis Efektif”.
Padang: Etika Offset.
Sikumbang,
Abd. Razak. 1981. Penulisan Karangan
Ilmiah. Padang: Fakultas Keguruan Sastra dan Seni IKIP Padang.
Suparno,
1998. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Tulisan llmiah. Makalah disajikan pada
Seminar-Lokakarya Penyuntingan Jurnal Angkatan IV IKIP Malang, tanggal 13-16
Januari 1998.
Suparno,
Basuki, I. A, Dawud & Roekhan. 1994. “Bahasa Indonesia Keilmuan”. Malang:
IKIP Malang.
Tarigan,
Henry Guntur. 1986. Menulis: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.
TENTANG PENULIS
Erizal Gani, lahir di Batusangkar 07 September 1962. Merupakan putra keenam dari tiga belas orang
bersaudara [saat ini yang hidup hanya enam orang, tiga laki-laki, tiga
perempuan (tiga pasang)]. Anak dari pasangan Abdul Gani (almarhum) dengan
Nurana (almarhumah) ini menjalani masa kanak dan remajanya di desa Air Mati dan Tanah Garam Solok.
Erizal Gani menyelesaikan pendidikannya di
SDN 6 Solok tahun 1975, SMPN 1 Solok tahun 1979, SMA Negeri Solok tahun 1982,
S1 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah FPBS IKIP
Padang tahun 1986, dan S2 Program Pengajaran Bahasa Indonesia Fakultas Pascasarjana (FPS) IKIP Bandung
tahun 1992. Tahun 2003 melanjutkan studi S3-nya di Program Studi Ilmu
Pendidikan Program Pascasarjana (PPs) Universitas Negeri Padang (UNP).
Selama menempuh pendidikan di sekolah (SMP dan SMA) dan di perguruan tinggi (S1) aktif dalam kepengurusan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Himpunan Mahasiswa (Hima), dan Senat Mahasiswa (Sema). Sejak menamatkan pendidikan S1 tahun 1986 sampai sekarang, Erizal Gani mengabdikan dirinya sebagai dosen di almamaternya. Selain itu, ia juga mengabdikan dirinya sebagai dosen luar biasa PPs UNP Padang, PPs IAIN Imam Bonjol Padang, dan di beberapa perguruan tinggi di Sumatera Barat.Erizal Gani aktif menjadi pemakalah dalam seminar internasional dan nasional yang diselenggarakan oleh beberapa organisasi profesi yang relevan. Selain itu, ia juga aktif sebagai instruktur dalam berbagai penataran dan pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, organisasi MGMP, dan organisasi mahasiswa.Erizal Gani telah menulis beberapa hasil penelitian dan buku ilmiah. Buku terbitan terbaru yang ditulisnya adalah Pantun Minangkabau: dalam Perspektif Budaya dan Pendidikan (2010 diterbitkan oleh UNP Pres), Menulis Karya Ilmiah: Teori dan Terapan (2012 diterbitkan oleh Sukabina Press), dan Komponen-komponen Karya Tulis Ilmiah (dalam proses penerbitan oleh Lubuk Agung).
Selama menempuh pendidikan di sekolah (SMP dan SMA) dan di perguruan tinggi (S1) aktif dalam kepengurusan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Himpunan Mahasiswa (Hima), dan Senat Mahasiswa (Sema). Sejak menamatkan pendidikan S1 tahun 1986 sampai sekarang, Erizal Gani mengabdikan dirinya sebagai dosen di almamaternya. Selain itu, ia juga mengabdikan dirinya sebagai dosen luar biasa PPs UNP Padang, PPs IAIN Imam Bonjol Padang, dan di beberapa perguruan tinggi di Sumatera Barat.Erizal Gani aktif menjadi pemakalah dalam seminar internasional dan nasional yang diselenggarakan oleh beberapa organisasi profesi yang relevan. Selain itu, ia juga aktif sebagai instruktur dalam berbagai penataran dan pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, organisasi MGMP, dan organisasi mahasiswa.Erizal Gani telah menulis beberapa hasil penelitian dan buku ilmiah. Buku terbitan terbaru yang ditulisnya adalah Pantun Minangkabau: dalam Perspektif Budaya dan Pendidikan (2010 diterbitkan oleh UNP Pres), Menulis Karya Ilmiah: Teori dan Terapan (2012 diterbitkan oleh Sukabina Press), dan Komponen-komponen Karya Tulis Ilmiah (dalam proses penerbitan oleh Lubuk Agung).
Menikah
dengan Dra. Yurniwati, guru SMA Negeri 1 Padang tahun 1987 Saat ini tinggal di Kompleks
Perumahan Singgalang Blok B 5 nomor 23 Kel. Batang Kabung-Ganting Kec. Koto
Tangah Padang.