Automatic translation of this blog page: Terjemahan otomatis blog ini

Kamis, 08 September 2011

Strategi Pengembangan Kreativitas Pada Pembelajaran Seni Rupa Untuk Siswa Sekolah Dasar



Oleh: Dr. Ramalis Hakim, M.Pd

Studi dan tulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui strategi pengembangan kreativitas siswa pada pembelajaran seni rupa di sekolah dasar. Kreativitas merupakan potensi yang ada dalam diri setiap manusia. Agar memiliki nilai lebih dan bermanfaat dalam kehidupan manusia, potensi berupa kreativitas ini perlu dikembangkan. Untuk itu, strategi yang digunakan dalam pembelajaran seni rupa adalah dengan memanfaatkan antara lain dengan metode problem solving, prinsip pembelajaran berpusat pada siswa, proses pembelajaran lebih difokuskan pada aktivitas siswa untuk memecahkan masalah, menyelesaikan masalah, mengeksplorasi dan menentukan sendiri.

Kata kunci: strategi, pengembangan, kreativitas, pembelajaran, seni rupa



PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu, teknologi, dan komunikasi yang relatif cepat menyebabkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa di sekolah sekarang ini belum tentu mampu menjawab berbagai permasalahan yang timbul dalam kehidupannya kelak. Hal ini dapat terjadi jika pengetahuan dan keterampilan yang diberikan kepada siswa tidak bersifat fundamental dan tidak memperhatikan konsep belajar seumur hidup.
Agar siswa mampu mengatasi berbagai permasalahan di masa depan, guru hendaknya memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan siswa pada masa datang, yaitu sikap dan motivasi untuk belajar sendiri. Dengan kegiatan seperti itu, tujuan pengajaran bukanlah memberikan pengetahuan sebanyak mungkin kepada siswa, melainkan menanamkan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
Siswa tidak lagi dituntut untuk menghafalkan apa saja yang diajarkan guru, tetapi menentukan dan menilai apa yang perlu dipelajarinya. Dengan demikian, dapat diharapkan tercipta sumber daya manusia yang berkualitas.

Gardner (1999) mensinyalir terdapat banyak praktik pendidikan yang tidak memuaskan, bahkan mengalami kegagalan. Praktik-praktik pendidikan tersebut gagal mencapai hasil yang memuaskan karena terdapat kelemahan dalam penerapan pendekatan pendidikan. Pendekatan pendidikan yang digunakan kurang berorientasi pada pemahaman siswa karena terlalu menititikberatkan kepada kegunaan atau manfaat.

Di samping bahan pelajaran seni rupa yang amat banyak dan hal ini diperbanyak lagi karena bahan diupayakan dapat menyenangkan seluruh kelompok budaya, sementara alokasi waktu sangat terbatas. Kelemahan lain, evaluasi pembelajaran dilakukan dengan tes yang tidak distandarisasi dan pembelajaran dilaksanakan dengan cara menjelaskan berbagai konsep dan fakta.
Salah satu aspek penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah pengembangan kreativitas. Pengembangan kreativitas siswa merupakan salah satu bagian dari tujuan yang hendak dicapai sekolah-sekolah di Indonesia yaitu dalam sistem pendidikan nasional. Upaya pengembangan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran perlu dilakukan di semua jenjang pendidikan, dari jenjang pendidikan yang paling rendah seperti di Taman Kanak-Kanak sampai ke jenjang pendidikan yang paling tinggi.

Pengembangan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran dimaksudkan untuk membekali generasi muda dalam menghadapi berbagai masalah dan tantangan kehidupan di masa yang akan datang. Untuk itu pengembangan kreativitas siswa sekarang ini lebih dirasakan sebagai suatu kebutuhan di dalam proses pembelajaran. Jika pengembangan kreativitas diabaikan oleh lembaga pendidikan kita sekarang ini, dapat diperkirakan akan muncul generasi-generasi yang tumpul daya kreatifnya, mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.

Kemajuan ilmu, teknologi, dan seni di masa yang akan datang tidak saja memberikan berbagai kemudahan dalam kehidupan manusia, tetapi juga imemunculkan berbagai persoalan yang sulit dan rumit. Untuk itu, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, yang mampu mengatasi masalah-masalah kehidupan tersebut. Sternberg (1999) mengatakan bahwa akibat kemajuan ilmu pengetahuan teknologi diperkirakan akan timbul berbagai masalah yang rumit dan sulit sehingga memerlukan imajimasi dan kreativitas dalam pemecahannya. Individu yang kreatif mampu menanggapi masalah yang dihadapinya dari berbagai sudut pandang yang berbeda dari pandangan orang lain. Dengan demikian, individu yang kreatif cenderung mampu melahirkan banyak gagasan atau alternatif pemecahan masalah yang diahadapinya. Di samping itu, ia juga dapat menentukan dan menilai apa yang harus dipelajarinya. Oleh karena itu, pada tulisan ini akan dibahas beberapa hal mengenai strategi pengembangan kreativitas pada pembelajaran seni rupa untuk siswa sekolah dasar.

PEMBAHASAN
Kondisi Pembelajaran Seni Rupa di Sekolah Dasar Sekarang
Berdasarkan penganatan penulis di beberapa sekolah dasar (SD) saat ini, diperoleh kesimpulan sementara bahwa kegiatan pembelajaran seni rupa di SD pada umumnya masih dipandang sebelah mata oleh berbagai pihak yang terkait dengan pendidikan. Pembelajaran seni pada umumnya dan seni rupa khususnya dinilai tidak penting, dianggap tidak bermanfaat bagi siswa, tidak diikut­sertakan dalam ebtanas, dan sebagainya. Sering juga terjadi guru mengganti jam pelajaran ini dengan mata pelajaran yang mereka anggap penting. Pembelajaran seni cukup dilaksanakan dengan cara memberikan pekerjaan rumah (PR) yang disertai dengan beberapa petunjuk mengerjakannya kepada para siswa. Di rumah, umumnya seringkali siswa mengerjakan tugas menggambar yang dibantu oleh kakak atau orangtuanya, bahkan tugas ini dibuatkan orang lain. Dipihak lain, guru dengan tidak menunjukkan kecurigaan sedikit pun, memberikan nilai yang cukup tinggi untuk PR yang bukan hasil pekerjaan siswa. Fenomena di atas menunjukkan adanya beberapa kelemahan pembelajaran di samping kemajuan yang dicapai, terutama dalam pembinaan pengembangan kreativitas siswa.

Diperkirakan, kelemahan pembelajaran seni rupa tersebut karena berbagai hal yang berlaku dalam sistem pendidikan kita secara umum. Satu di antaranya adalah masih minimnya pengetahuan dan pemahaman orang-orang yang terkait dengan pembelajaran seni rupa tersebut, mulai dari pengambil kebijakan tentang pendidikan sampai dengan pelaksana pembelajaran (guru) di sekolah sehingga lahirlah sikap-sikap apatis dan kurang apresiatif. Tanpa mengabaikan penyebab kelemahan pembelajaran seni rupa yang terjadi sekarang ini dan tidak bermaksud memojokkan satu pihak, sesuai dengan judul makalah ini penulis mencoba melihat hal itu dari sisi pelaksanaan pembelajaran seni rupa oleh guru di SD.

Berdasarkan pengamatan penulis di berbagai SD seperti yang telah diungkapkan di atas, ternyata sebagian guru SD sangat sedikit memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang pembelajaran seni rupa. Hal ini terlihat pada strategi dan pengelolaan pembelajaran oleh guru, seperti metode mengajar yang digunakan. Guru sering tidak memperhatikan karakteristik mata pelajaran, sifat pokok bahasan, serta minat siswa. Oleh karena itu, tujuan pengembangan kreativitas dalam pembelajaran seni rupa diragukan dapat tercapai secara optimal. Pada sisi lain, pengelolaan kegiatan belajar mengajar relatif melecehkan dan membelenggu kreativitas siswa.

Dalam pembelajaran, guru relatif banyak menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Guru hanya memberikan informasi dan mengembangkan isi buku teks. Dalam kegiatan belajar mengajar itu siswa cukup mendengarkan dan menghafal apa yang disampaikan guru. Siswa dikatakan "sukses" dalam belajar kalau mereka dapat mengingat apa yang disampaikan guru.
Guru seperti ini tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang perilaku kreatif. Seringkali suatu produk atau perilaku siswanya dianggap aneh, baru, dan belum pernah disaksikan sebelumnya sehingga produk atau perilaku yang demikian itu dianggap tidak penting dan tidak pantas dimunculkan.

Tidak jarang pula sang guru menanggapi perilaku aneh (perilaku kreatif) siswanya dengan menunjukkan sikap tidak setuju atau antipati. Akhirnya, tugas menggambar harus dikerjakan sesuai dengan perintah dan atau petunjuk yang diberikan. Semuanya harus mengikuti ketentuan yang dibuat guru dan tidak boleh keluar dari apa yang digariskan. Siswa tidak boleh mengungkap idenya yang berbeda dengan gurunya sehingga imajinasi dan ekspresi diri tidak pernah terungkap. Jika siswa mencoba mengungkap imajinasi dan ekspresinya dalam karya eni, pekerjaan siswa dianggap salah dan sia-sia saja.

Di samping itu, guru kurang memberikan kebebasan dan penghargaan yang patut untuk perilaku kreatif. Fasilitas yang ada di sekolah juga relatif kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan yang kreatif.

Apabila kondisi pembelajaran seni rupa dalam praktik persekolahan kita tetap seperti yang gambaran di atas, kreativitas siswa agaknya cen­derung tidak muncul, apa lagi berkembang. Dengan kata lain, siswa cenderung tidak memiliki bekal kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dalam hidupnya kelak. Rasanya, kelemahan sitem pembelajaran serupa itu tidak baik jika dibiarkan berlarut-larut. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba mengungkapkan beberapa, kerangka pikir yang mungkin dapat digunakan untuk pemecahan masalah tersebut.

Konsep Pengembangan Kreativitas
Kata kreativitas berasal dari "create" (latin) yang berarti mencipta, melahirkan, dan mencapai. Kreativitas merupakan konsep yang majemuk sehingga masalah utama dalam studi kreativitas adalah tidak adanya definisi kreativitas yang tunggal dan seragam yang dapat diterima secara umum. Secara sederhana kreativitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk melahirkan sesuatu yang baru.

Gardner(1999) membedakan kreativitas dari sisi kecerdasan dalam dua hal. Pertama, orang kreatif selalu bergerak dalam satu domain, disiplin, atau keahlian. Kedua, individu kreatif melakukan sesuatu yang pada awalnya baru. Menurut Cambell (1989), kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya 1) baru (novel): inovatif, belum ada sebelumnya, segar menarik, aneh, mengejutkan. 2) berguna (useful): lebih enak, lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, dan mendatangkan hasil lebih baik atau banyak. 3) dapat dimengerti (understandable) : hasil yang sama dapat dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu.

Pandangan Stemberg dan Lubart tentang tiga kemampuan dasar kecerdasan yang berperan dalam kreativitas sebenarnya sangat terkait dengan konsepsi Gardner (1999) tentang kecerdasan majemuk. Dalam konsepsi kecerdasan, Gardner meletakkan tekanan pada hasil pengiprahan kecerdasan, yaitu berupa produk dan/atau solusi permasalahan yang dinilai tinggi oleh lingkungan budaya setempat.

Istilah kreativitas juga dapat ditinjau dari empat sisi, yaitu 1) kepribadian yang kreatif, 2) proses kreativitas, 3) produk kreativitas, dan 4) faktor-faktor yang mendorong kreativitas. Pengertian kreativitas sebagai kepribadian meliputi: kreativitas sebagai potensi (bakat), kreativitas sebagai cara berfikir, kreativitas sebagai sikap dan perilaku, dan kreativitas sebagai ciri-ciri kepribadian. De Francesco (1958) mengemukakan bahwa semua siswa potensial menjadi seorang yang kreatif. Dalam berbagai tingkatan dan cara, mereka mampu dan ingin mengungkapkan dirinya jika diberi tuntunan, motivasi, dan suasana yang bersahabat. Ini berarti bahwa dorongan kreatif merupakan faktor yang sangat kuat dalam seluruh perkembangan individu. Oleh karena itu, kepada individu tersebut perlu diberikan kebebasan berekspresi dan diberi bantuan bagaimana cara pemecahan masalah terutama untuk menghadapi rasa takut, kurang percaya diri, dan kurangnya rasa kepribadian.

Sehubungan dengan kreativitas sebagai cara berpikir, Lowenveld (1970) menyatakan bahwa seni bisa sebagai proses berpikir kreatif yang terus menerus karena setiap remaja pada tingkatannya akan menghasilkan bentuk baru dalam organisasi yang unik dengan pertimbangan yang lebih balk. Ini berarti setiap upaya untuk mengoptimalkan kesempatan berpikir dalam pengalaman sangat penting dilakukan. Selanjutnya, Campbell (disadur A.M. Mangunhardjana, 1995) menjelas­kan bahwa proses kreatif melewati beberapa tahap: 1) persipan (preparation): meletakkan dasar, mempelajari latar belakang masalah, seluk-beluk dan problematiknya, konsentrasi (concentration): sepenuhnya memikirkan, masuk luluh, terserap dalam permasalahan yang dihadapi, 3) inkubasi (incubation): mengambil waktu untuk meninggalkan masalah, istirahat, waktu santai atau mengendapkan masalah, 4) Iluminasi (illumination): tahap menemukan atau mendapatkan ide, pemecahan, penyelesaian, cara kerja dan jawaban baru, dan 5) verifikasi/produksi (verification' produktion): menghadapi dan memecahkan masalah-masalah praktis sehubungan dengan mewujudkan ide, pemecahan, penyelesaian, cara kerja, dan jawaban baru.

Berdasarkan konsep-konsep di atas dapat dipahami bahwa kreativitas ada pada setiap diri orang dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Potensi kreatif siswa SD sebagai individu perlu dikembangkan secara optimal agar bermanfaat dalam kehidupannya kelak. Dalam hal ini, upaya guru sangat diharapkan dalam mencari strategi pembelajaran yang tepat agar kreativitas siswanya bisa berkembang secara optimal.

Strategi Pengembangan Kreativitas dalam Pembelajaran Seni Rupa
Berdasarkan penjelasan sebelumnya bisa dipahami bahwa pengembangan kreativitas individu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang datang dari dalam dan luar diri. Hal ini bisa dijadikan dasar oleh guru untuk mengembangkan kreativitas murid-muridnya.

Untuk membangkitkan faktor dari dalam diri individu, misalnya minat terhadap kreativitas, motivasi untuk kreatif, dan sikap kreatif perlu ditempuh strategi pembelajaran tertentu. Apakah cukup dengan memberikan dorongan, memberikan kebebasan untuk berekspresi atau memberikan bantuan dan penghargaan.

Faktor-faktor dari luar individu yang dapat mempengaruhi kreativitas seorang siwa, misalnya metodologi pengajaran, lingkungan, dan fasilitas yang digunakan dalam pembelajaran.

Metodologi pengajaran mana yang paling tepat untuk mengembangkan kreativitas, fasilitas belajar apa yang digunakan untuk mengembangkan kreativitas atau lingkungan seperti apa yang dapat mengembangkan kreativitas siswa. Pengembangan kreativitas tidak akan berjalan sesuai dengan harapan tanpa usaha siswa sendiri dan bantuan llingkungan.

Kreativitas bisa berkembang secara wajar jika siswa sebagai individu mampu berinteraksi dengan barbagai faktor lingkungannya. Disisi lain guru sebagai faktor lingkungan mampu memberikan ransangan-ransangan yang tepat. Mungkin saja rangsangan tersebut diartikan oleh murid sebagai sesuatu yang menantang dan memancing munculnya kreativitas. Peran guru sebagai fasilitator perlu menciptakan kondisi kelas yang menyenangkan, sebab kondisi yang demikian cenderung berpengaruh positif terhadap kegiatan berpikir kreatif siswa. Meskipun telah terbukti kreativitas bisa muncul dari kedua kondisi itu, agaknya kreativitas cenderung akan lebih banyak muncul dari lingkungan yang menguntungkan, namun perlu ditaburi sejumlah hambatan (Sterberg dan Lubart, 1995).

Untuk pengembangan kreativitas siswa di SD, guru hendaknya menggunakan strategi pembelajaran dengan prinsip pembelajaran yang berpusat pada siswa, bukan berpusat pada guru. Proses pembelajaran lebih difokuskan kepada aktivitas siswa yang dilatih berpikir untuk menyelesaikan masalah, mengekplorasi, dan menemukan sendiri daripada aktivitas menghafal. Siswa diminta bertanggung­jawab terhadap apa yang dipelajarinya. la mempelajari alat-alat dan cara-cara untuk menemukan atau menggunakan sesuatu. Siswa menentukan tujuan belajarnya bersama guru dan siswa menilai hasil belajarnya sendiri.

Berdasarkan prinsip pembelajaran di atas diharapkan kreativitas siswa akan muncul kalau mereka selalu ditantang dengan permasalahan yang mungkin dapat mereka atasi. Menantang siswa dengan permasalahan tersebut cenderung meningkatkan kemampuan sintesis dan analitisnya sebagai prasyarat munculnya kreativitas.

Namun tidak semua siswa mampu mempersepsi masalah yang dialami dan yang perlu diselesaikannya. Untuk itu, kepekaan terhadap keberadaan dan kesadaran akan masalah adalah hal pertama yang perlu dimiliki anak. Guru perlu merangsang kepekaan dan kesadaran siswa melalui latihan mengenali dan menghadapi masalah. Guru dapat melakukan hal tersebut secara sederhana dengan melontarkan pertanyaan progresif (dari mudah ke yang sulit). Kunci pertanyaannya adalah "apa, di mana, kapan, siapa, dan mengapa".

Sternberg, (1999) menjelaskan bahwa ada dua kelompok masalah yang sering dialami individu, yakni well-structured problems (masalah yang jelas cara pemakaiannya dan mengarah kepada suatu jawaban tunggal yang sudah bisa diramalkan) dan ill-structured problems (masalah yang rumit dan sulit, yang dalam penyelesaiannya memerlukan imajinasi dan memerlukan lebih dari satu jawaban penyelesaiannya). Dalam pembelajaran, kedua masalah tersebut hendaknya diberikan oleh guru, namun dalam pengembangan kreativitas semestinya guru lebih banyak menantang siswa dengan ill-structured problems.

Meskipun Ill-structured problems cenderung memicu kreativitas siswa, guru memperhatikan tingkat kesukarannya. Guru perlu menghindari pemberian iproblem yang terlalu mudah atau terlalu sulit. Apablia siswa telah dapat menyelesaikan masalah tersebut, guru perlu menantangnya dengan permasalahan yang lebih sulit. Dengan cara demikian siswa akan merasa flow, artinya mereka akan merasa menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dan mereka cenderung menggunakan secara optimal semua potensi yang dimilikinya (Goleman, 1995).

Pengakuan akan banyaknya alternatif pemecahan masalah merupakan ciri penting kreativitas. Dalam pencarian alternatif untuk pemecahan masalah tersebut ada tujuh langkah, yaitu: 1) identifikasi masalah, 2) menggambarkan mendifinisi­kan masalah, 3) menyusun strategi pemecahan, 4) mengorganisir informasi, 5) alokasi sumber informasi, 6) monitoring pemecahan masalah, dan 7) penilaian pemecahan masalah (Stanberg, 1999).

Dalam kehidupan sehari-hari, pelaksanaan tahapan pemecahan masalah tetsebut relatif fleksibel dan tidak selalu sesuai dengan urutan di atas. Oleh karena itu, tidak ada suatu strategi paling baik yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah. Sebaliknya, strategi yang paling optimal cenderung ditentukan dari masalah yang dihadapi dan metode yang dipilih seseorang. Dengan demikian, guru hendaknya memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih dan menerapkan strategi dan langkah apa yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Pemberian kembebasan kepada siswa untuk memilih dan menetapkan strategi pemecahan masalah merupakan ujud lain pengembangan kreativitas.

Kebebasan berpendapat yang diberikan guru dalam proses pembelajaran cenderung menimbulkan kreativitas berpikir pada diri siswa dan siswa berani mengemukakan pendapatnya sekalipun berbeda dengan pendapat siswa lain. Dengan a demikian siswa akan terbiasa mencetuskan idenya dengan berbagai alternatif mecahan masalah. Artinya, kreativitas siswa akan berkembang secara optimal.

Kebebasan yang diberikan bukan berarti kebebasan yang mutlak. Pemberian (kebebasan bukan berarti siswa boleh berbicara dan berpendapat semaunya tanpa memperhatikan lingkungan sekitarnya). Bagaimanapun siswa sebagai makhluk sosial harus dapat menyesuaikan din dengan lingkungannya dan dengan aturan yang berlaku. Siswa mendapat kebebasan namun tidak merugikan orang lain. Untuk itu diusahakan kemungkinan cara-cara lain untuk mengungkapkan pemikiran dan perasaan yang tidak bertentangan dengan kehidupan masyarakat. Pengungkapan tersebut misalnya dinyatakan secara simbolis melalui melalui gambar atau tulisan. Hal ini penting diperhatikan guru, sebab kreativitas tidak terlepas dari kontek sosial (Sternberg dan Lubart, 1995).

Dalam proses pembelajaran untuk pengembangan kreativitas, guru berfungsi sebagai fasilitator dan memberikan arahan kepada siswa. Penstrukturan kegiatan lebih longgar, namun tagihan yang harus dipenuhi telah ditetapkan sebelumnya secara eksplisit. Proses pembelajaran berjalan sesuai dengan sasaran yang ditetapkan, mekanisme pemantauan serta balikan yang relatif serta sistematis sangat diperlukan. Sifat kemandirian yang dialami siswa dalam pembelajaran lebih banyak dilakukan di luar kontrol guru.

Pembiasaan siswa belajar secara mandiri merupakan proses membentuk siswa enjadl dirinya sendiri dan itu berlangsung sepanjang hidup. Untuk mewujudkan kemandirian siswa, setahap demi setahap guru harus memberi tanggungjawab kepada siswa dan sewaktu-waktu guru menarik diri apabila tanda-tanda kemandirian itu sudah mulai tumbuh. Pembiasaan anak mandiri merupakan salah satu usaha untuk inerealisasikan proses membentuk siswa menjadi dirinya sendiri.

Kemandirian siswa akan terwujud apabila guru sejak awal tidak melindungi secara berlebihan. Perlindungan yang berlebihan cenderung menimbulkan, ketergantungan siswa yang berlebihan pada semua orang. Di samping itu, hat itu juga berakibat kurangnya rasa percaya diri. Dengan demikian, anak relatif sulit mencapai. kemandirian.

Upaya yang dapat dilakukan guru untuk mencapai kemandirian siswanya antara lain memberikan tugas dan tanggung jawab yang sesuai dengan kemampuanya. Jika tugas dan tanggungjawab tersebut dapat diselesaikan siswa secara baik dan mendapat penghargaan yang wajar dari guru, rasa percaya diri siswa akan muncul. Upaya lain, guru memberikan kebebesan berinisiatif dan berbuat kepada siswa menurut kemauan si siswa dengan sedikit pengendalian. Hal ini cenderung dapat mendorong siswa menjadi cerdik, mandiri, dan kreatif.

Suasana kelas yang demokratis merupakan kondisi yang menunjang tercapainya kreativitas siswa. Guru yang mengajar dengan suasana yang demokratis lebih banyak mempertimbangkan kepentingan siswa daripada kepentingannya. Guru cenderung memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan serta dalam mengambil keputusan, menghargai pendapatnya, dan tidak cepat menyalahkan atau mencelanya. Guru tidak terlalu mengarahkan tingkah laku siswa dan tidak selalu menuntut siswa untuk menerima pendapatnya.

Kondisi seperti itu memungkinkan siswa belajar secara disiplin diri sendiri, terbuka, dan toleran. Di samping itu, dengan diberikannya kesempatan dan kebebasan berpendapat, siswa terbiasa berpikir secara sistematis dan kreatif. Dengan demikian, sikap kreatif cenderung akan tumbuh.

KESIMPULAN

Berdasakan uraian terdahulu bisa disimpulkan bahwa suatu perilaku tergolong kreatif apabila memiliki dua ciri. 
Ciri pertama adalah novel, original, tidak bisa diprediksi, dan bisa menimbulkan surprise. Perilaku tersebut memiliki kualitas yang lebih tinggi dibandingkan perilaku sebelumnya. 
Ciri kedua adalah cocok, artinya, produk tersebut berdaya guna, bermutu, penting, dan menunjukkan kemampuan yang lebih baik. Siswa dikatakan kreatif apabila secara reguler ia dapat menghasilkan suatu produk yang baru.

Salah satu metode yang relatif yang tepat untuk mengembangkan kreativitas siswa adalah metode problem solving di samping metode diskusi. Menyikapi siswa dalam menyelesaikan masalah, guru hendaknya bersikap demokrasi, memberikan kebebasan kepada siswa untuk berpendapat dan membiasakan siswa untuk belajar mandiri. Agaknya strategi pengajaran seperti itu bisa menyiapkan siswa yang kreatif hingga mereka siap menghadapi tantangan kehidupan yang lebih kompleks di masa datang.


Rujukan

Campbell 13.11995. Teke the Road to Creativity and bet off Your dead end, Argus
Communications ( Disadur: AM Mangunharjana)
Gardner, H., 1999. Intelligence Reframed: Multiple Iraellibencies for the 21 th. New York; Basic Book
Gardner, H., 1999. 'The Disciplined Mind; What All Students Should Understand, New York: Simon & Schuter Inc.
Goloman, D., 1995. Emotional Intelligence; Why it can matter more than IQ. New York. Bantam. Books.
Goleman, D., 1999. Working With Emotional Intelligences. London; Bioomsbury Publishing PLc.
Moll, L.C ed, 1994. Vygotsky and Education:Instructional Implications and Applications of Sociohistorical Psyhology. Cambrige; University Press.
Lusiana, 1999. Kreativitas dan Pengembangan Keterampilan Berfikir Anak (Makalah) Disampaikan dalam seminar dan lokakarya pengembangan kreativitas dan keterampilan berpikir anak melalui pemamfaatan media belajar, alat peraga, dan alat permainan TK. Tanggal 21 Nopember 1999, di Malang.

Biodata singkat


Dr. Ramalis Hakim, M.Pd, adalah lulusan S1 IKIP Yogyakarta, S2 dan S 3 Universitas Negeri Malang (dulu IKIP Malang), Kelahiran Koto Sani, Kab.Solok. Ketua Jurusan Seni Rupa, Pendidikan Seni Rupa, FBSS, UNP, Padang sd sekarang.


Sumber: http://ramalisblog.blogspot.com/

Sering dilihat, yang lain mungkin penting