Studi
dan tulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui strategi pengembangan kreativitas
siswa pada pembelajaran seni rupa di sekolah dasar. Kreativitas merupakan potensi
yang ada dalam diri setiap manusia. Agar memiliki nilai lebih dan bermanfaat
dalam kehidupan manusia, potensi berupa kreativitas ini perlu dikembangkan.
Untuk itu, strategi yang digunakan dalam pembelajaran seni rupa adalah dengan
memanfaatkan antara lain dengan metode problem solving, prinsip pembelajaran
berpusat pada siswa, proses pembelajaran lebih difokuskan pada aktivitas siswa
untuk memecahkan masalah, menyelesaikan masalah, mengeksplorasi dan menentukan
sendiri.
Kata kunci: strategi, pengembangan,
kreativitas, pembelajaran, seni rupa
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu, teknologi, dan komunikasi
yang relatif cepat menyebabkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
siswa di sekolah sekarang ini belum tentu mampu menjawab berbagai permasalahan
yang timbul dalam kehidupannya kelak. Hal ini dapat terjadi jika pengetahuan
dan keterampilan yang diberikan kepada siswa tidak bersifat fundamental dan
tidak memperhatikan konsep belajar seumur hidup.
Agar siswa mampu mengatasi berbagai permasalahan
di masa depan, guru hendaknya memberikan dasar-dasar pengetahuan dan
keterampilan yang dapat digunakan siswa pada masa datang, yaitu sikap dan
motivasi untuk belajar sendiri. Dengan kegiatan seperti itu, tujuan pengajaran
bukanlah memberikan pengetahuan sebanyak mungkin kepada siswa, melainkan
menanamkan cara-cara untuk memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan minat dan
kebutuhannya.
Siswa tidak lagi dituntut untuk menghafalkan
apa saja yang diajarkan guru, tetapi menentukan dan menilai apa yang perlu
dipelajarinya. Dengan demikian, dapat diharapkan tercipta sumber daya manusia
yang berkualitas.
Gardner (1999) mensinyalir terdapat banyak
praktik pendidikan yang tidak memuaskan, bahkan mengalami kegagalan.
Praktik-praktik pendidikan tersebut gagal mencapai hasil yang memuaskan karena
terdapat kelemahan dalam penerapan pendekatan pendidikan. Pendekatan pendidikan
yang digunakan kurang berorientasi pada pemahaman siswa karena terlalu
menititikberatkan kepada kegunaan atau manfaat.
Di samping bahan pelajaran seni rupa yang amat
banyak dan hal ini diperbanyak lagi karena bahan diupayakan dapat menyenangkan
seluruh kelompok budaya, sementara alokasi waktu sangat terbatas. Kelemahan
lain, evaluasi pembelajaran dilakukan dengan tes yang tidak distandarisasi dan
pembelajaran dilaksanakan dengan cara menjelaskan berbagai konsep dan fakta.
Salah satu aspek penting dalam upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah pengembangan kreativitas. Pengembangan
kreativitas siswa merupakan salah satu bagian dari tujuan yang hendak dicapai sekolah-sekolah
di Indonesia yaitu dalam sistem pendidikan nasional. Upaya pengembangan
kreativitas siswa dalam proses pembelajaran perlu dilakukan di semua jenjang
pendidikan, dari jenjang pendidikan yang paling rendah seperti di Taman
Kanak-Kanak sampai ke jenjang pendidikan yang paling tinggi.
Pengembangan kreativitas siswa dalam proses
pembelajaran dimaksudkan untuk membekali generasi muda dalam menghadapi
berbagai masalah dan tantangan kehidupan di masa yang akan datang. Untuk itu
pengembangan kreativitas siswa sekarang ini lebih dirasakan sebagai suatu
kebutuhan di dalam proses pembelajaran. Jika pengembangan kreativitas diabaikan
oleh lembaga pendidikan kita sekarang ini, dapat diperkirakan akan muncul
generasi-generasi yang tumpul daya kreatifnya, mengalami kesulitan dalam
memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
Kemajuan ilmu, teknologi, dan seni di masa
yang akan datang tidak saja memberikan berbagai kemudahan dalam kehidupan
manusia, tetapi juga imemunculkan berbagai persoalan yang sulit dan rumit.
Untuk itu, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, yang mampu
mengatasi masalah-masalah kehidupan tersebut. Sternberg (1999) mengatakan bahwa
akibat kemajuan ilmu pengetahuan teknologi diperkirakan akan timbul berbagai
masalah yang rumit dan sulit sehingga memerlukan imajimasi dan kreativitas
dalam pemecahannya. Individu yang kreatif mampu menanggapi masalah yang
dihadapinya dari berbagai sudut pandang yang berbeda dari pandangan orang lain.
Dengan demikian, individu yang kreatif cenderung mampu melahirkan banyak
gagasan atau alternatif pemecahan masalah yang diahadapinya. Di samping itu, ia
juga dapat menentukan dan menilai apa yang harus dipelajarinya. Oleh karena
itu, pada tulisan ini akan dibahas beberapa hal mengenai strategi pengembangan
kreativitas pada pembelajaran seni rupa untuk siswa sekolah dasar.
PEMBAHASAN
Kondisi Pembelajaran Seni Rupa di Sekolah Dasar Sekarang
Berdasarkan penganatan penulis di beberapa
sekolah dasar (SD) saat ini, diperoleh kesimpulan sementara bahwa kegiatan
pembelajaran seni rupa di SD pada umumnya masih dipandang sebelah mata oleh
berbagai pihak yang terkait dengan pendidikan. Pembelajaran seni pada umumnya
dan seni rupa khususnya dinilai tidak penting, dianggap tidak bermanfaat bagi
siswa, tidak diikutsertakan dalam ebtanas, dan sebagainya. Sering juga terjadi
guru mengganti jam pelajaran ini dengan mata pelajaran yang mereka anggap
penting. Pembelajaran seni cukup dilaksanakan dengan cara memberikan pekerjaan
rumah (PR) yang disertai dengan beberapa petunjuk mengerjakannya kepada para
siswa. Di rumah, umumnya seringkali siswa mengerjakan tugas menggambar yang dibantu
oleh kakak atau orangtuanya, bahkan tugas ini dibuatkan orang lain. Dipihak
lain, guru dengan tidak menunjukkan kecurigaan sedikit pun, memberikan nilai
yang cukup tinggi untuk PR yang bukan hasil pekerjaan siswa. Fenomena di atas
menunjukkan adanya beberapa kelemahan pembelajaran di samping kemajuan yang
dicapai, terutama dalam pembinaan pengembangan kreativitas siswa.
Diperkirakan, kelemahan pembelajaran seni
rupa tersebut karena berbagai hal yang berlaku dalam sistem pendidikan kita
secara umum. Satu di antaranya adalah masih minimnya pengetahuan dan pemahaman
orang-orang yang terkait dengan pembelajaran seni rupa tersebut, mulai dari
pengambil kebijakan tentang pendidikan sampai dengan pelaksana pembelajaran
(guru) di sekolah sehingga lahirlah sikap-sikap apatis dan kurang apresiatif.
Tanpa mengabaikan penyebab kelemahan pembelajaran seni rupa yang terjadi
sekarang ini dan tidak bermaksud memojokkan satu pihak, sesuai dengan judul
makalah ini penulis mencoba melihat hal itu dari sisi pelaksanaan pembelajaran
seni rupa oleh guru di SD.
Berdasarkan pengamatan penulis di berbagai
SD seperti yang telah diungkapkan di atas, ternyata sebagian guru SD sangat
sedikit memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang pembelajaran seni rupa.
Hal ini terlihat pada strategi dan pengelolaan pembelajaran oleh guru, seperti
metode mengajar yang digunakan. Guru sering tidak memperhatikan karakteristik
mata pelajaran, sifat pokok bahasan, serta minat siswa. Oleh karena itu, tujuan
pengembangan kreativitas dalam pembelajaran seni rupa diragukan dapat tercapai
secara optimal. Pada sisi lain, pengelolaan kegiatan belajar mengajar relatif
melecehkan dan membelenggu kreativitas siswa.
Dalam pembelajaran, guru relatif banyak
menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Guru hanya memberikan informasi dan
mengembangkan isi buku teks. Dalam kegiatan belajar mengajar itu siswa cukup
mendengarkan dan menghafal apa yang disampaikan guru. Siswa dikatakan
"sukses" dalam belajar kalau mereka dapat mengingat apa yang
disampaikan guru.
Guru seperti ini tidak memiliki pemahaman
yang cukup tentang perilaku kreatif. Seringkali suatu produk atau perilaku
siswanya dianggap aneh, baru, dan belum pernah disaksikan sebelumnya sehingga
produk atau perilaku yang demikian itu dianggap tidak penting dan tidak pantas
dimunculkan.
Tidak jarang pula sang guru menanggapi
perilaku aneh (perilaku kreatif) siswanya dengan menunjukkan sikap tidak setuju
atau antipati. Akhirnya, tugas menggambar harus dikerjakan sesuai dengan
perintah dan atau petunjuk yang diberikan. Semuanya harus mengikuti ketentuan
yang dibuat guru dan tidak boleh keluar dari apa yang digariskan. Siswa tidak
boleh mengungkap idenya yang berbeda dengan gurunya sehingga imajinasi dan
ekspresi diri tidak pernah terungkap. Jika siswa mencoba mengungkap imajinasi
dan ekspresinya dalam karya eni, pekerjaan siswa dianggap salah dan sia-sia
saja.
Di samping itu, guru kurang memberikan
kebebasan dan penghargaan yang patut untuk perilaku kreatif. Fasilitas yang ada
di sekolah juga relatif kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
melakukan kegiatan yang kreatif.
Apabila kondisi pembelajaran seni rupa dalam
praktik persekolahan kita tetap seperti yang gambaran di atas, kreativitas
siswa agaknya cenderung tidak muncul, apa lagi berkembang. Dengan kata lain,
siswa cenderung tidak memiliki bekal kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah
yang dihadapi dalam hidupnya kelak. Rasanya, kelemahan sitem pembelajaran
serupa itu tidak baik jika dibiarkan berlarut-larut. Oleh karena itu, tulisan
ini mencoba mengungkapkan beberapa, kerangka pikir yang mungkin dapat digunakan
untuk pemecahan masalah tersebut.
Konsep Pengembangan Kreativitas
Kata kreativitas berasal dari "create" (latin) yang berarti
mencipta, melahirkan, dan mencapai. Kreativitas merupakan konsep yang majemuk
sehingga masalah utama dalam studi kreativitas adalah tidak adanya definisi
kreativitas yang tunggal dan seragam yang dapat diterima secara umum. Secara
sederhana kreativitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk melahirkan
sesuatu yang baru.
Gardner(1999) membedakan kreativitas dari
sisi kecerdasan dalam dua hal. Pertama, orang kreatif selalu bergerak dalam
satu domain, disiplin, atau keahlian. Kedua, individu kreatif melakukan sesuatu
yang pada awalnya baru. Menurut Cambell (1989), kreativitas adalah kegiatan
yang mendatangkan hasil yang sifatnya 1) baru (novel): inovatif, belum ada sebelumnya, segar menarik, aneh,
mengejutkan. 2) berguna (useful):
lebih enak, lebih praktis, mempermudah, memperlancar, mendorong, mengembangkan,
mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, dan
mendatangkan hasil lebih baik atau banyak. 3) dapat dimengerti (understandable) : hasil yang sama dapat
dimengerti dan dapat dibuat di lain waktu.
Pandangan Stemberg dan Lubart tentang tiga
kemampuan dasar kecerdasan yang berperan dalam kreativitas sebenarnya sangat
terkait dengan konsepsi Gardner (1999) tentang kecerdasan majemuk. Dalam
konsepsi kecerdasan, Gardner meletakkan tekanan pada hasil pengiprahan
kecerdasan, yaitu berupa produk dan/atau solusi permasalahan yang dinilai
tinggi oleh lingkungan budaya setempat.
Istilah kreativitas juga dapat ditinjau dari
empat sisi, yaitu 1) kepribadian yang kreatif, 2) proses kreativitas, 3) produk
kreativitas, dan 4) faktor-faktor yang mendorong kreativitas. Pengertian
kreativitas sebagai kepribadian meliputi: kreativitas sebagai potensi (bakat),
kreativitas sebagai cara berfikir, kreativitas sebagai sikap dan perilaku, dan
kreativitas sebagai ciri-ciri kepribadian. De Francesco (1958) mengemukakan
bahwa semua siswa potensial menjadi seorang yang kreatif. Dalam berbagai
tingkatan dan cara, mereka mampu dan ingin mengungkapkan dirinya jika diberi
tuntunan, motivasi, dan suasana yang bersahabat. Ini berarti bahwa dorongan
kreatif merupakan faktor yang sangat kuat dalam seluruh perkembangan individu.
Oleh karena itu, kepada individu tersebut perlu diberikan kebebasan berekspresi
dan diberi bantuan bagaimana cara pemecahan masalah terutama untuk menghadapi
rasa takut, kurang percaya diri, dan kurangnya rasa kepribadian.
Sehubungan dengan kreativitas sebagai cara
berpikir, Lowenveld (1970) menyatakan bahwa seni bisa sebagai proses berpikir
kreatif yang terus menerus karena setiap remaja pada tingkatannya akan
menghasilkan bentuk baru dalam organisasi yang unik dengan pertimbangan yang
lebih balk. Ini berarti setiap upaya untuk mengoptimalkan kesempatan berpikir
dalam pengalaman sangat penting dilakukan. Selanjutnya, Campbell (disadur A.M.
Mangunhardjana, 1995) menjelaskan bahwa proses kreatif melewati beberapa
tahap: 1) persipan (preparation):
meletakkan dasar, mempelajari latar belakang masalah, seluk-beluk dan
problematiknya, konsentrasi (concentration):
sepenuhnya memikirkan, masuk luluh, terserap dalam permasalahan yang dihadapi,
3) inkubasi (incubation): mengambil waktu untuk meninggalkan masalah,
istirahat, waktu santai atau mengendapkan masalah, 4) Iluminasi (illumination): tahap menemukan atau mendapatkan
ide, pemecahan, penyelesaian, cara kerja dan jawaban baru, dan 5)
verifikasi/produksi (verification'
produktion): menghadapi dan memecahkan masalah-masalah praktis sehubungan
dengan mewujudkan ide, pemecahan, penyelesaian, cara kerja, dan jawaban baru.
Berdasarkan konsep-konsep di atas dapat
dipahami bahwa kreativitas ada pada setiap diri orang dengan tingkat kemampuan
yang berbeda. Potensi kreatif siswa SD sebagai individu perlu dikembangkan
secara optimal agar bermanfaat dalam kehidupannya kelak. Dalam hal ini, upaya
guru sangat diharapkan dalam mencari strategi pembelajaran yang tepat agar
kreativitas siswanya bisa berkembang secara optimal.
Strategi Pengembangan Kreativitas dalam Pembelajaran Seni Rupa
Berdasarkan penjelasan sebelumnya bisa
dipahami bahwa pengembangan kreativitas individu dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang datang dari dalam dan luar diri. Hal ini bisa dijadikan
dasar oleh guru untuk mengembangkan kreativitas murid-muridnya.
Untuk membangkitkan faktor dari dalam diri
individu, misalnya minat terhadap kreativitas, motivasi untuk kreatif, dan
sikap kreatif perlu ditempuh strategi pembelajaran tertentu. Apakah cukup
dengan memberikan dorongan, memberikan kebebasan untuk berekspresi atau
memberikan bantuan dan penghargaan.
Faktor-faktor dari luar individu yang dapat
mempengaruhi kreativitas seorang siwa, misalnya metodologi pengajaran,
lingkungan, dan fasilitas yang digunakan dalam pembelajaran.
Metodologi pengajaran mana yang paling tepat
untuk mengembangkan kreativitas, fasilitas belajar apa yang digunakan untuk
mengembangkan kreativitas atau lingkungan seperti apa yang dapat mengembangkan
kreativitas siswa. Pengembangan kreativitas tidak akan berjalan sesuai dengan
harapan tanpa usaha siswa sendiri dan bantuan llingkungan.
Kreativitas bisa berkembang secara wajar
jika siswa sebagai individu mampu berinteraksi dengan barbagai faktor
lingkungannya. Disisi lain guru sebagai faktor lingkungan mampu memberikan
ransangan-ransangan yang tepat. Mungkin saja rangsangan tersebut diartikan oleh
murid sebagai sesuatu yang menantang dan memancing munculnya kreativitas. Peran
guru sebagai fasilitator perlu menciptakan kondisi kelas yang menyenangkan,
sebab kondisi yang demikian cenderung berpengaruh positif terhadap kegiatan
berpikir kreatif siswa. Meskipun telah terbukti kreativitas bisa muncul dari
kedua kondisi itu, agaknya kreativitas cenderung akan lebih banyak muncul dari
lingkungan yang menguntungkan, namun perlu ditaburi sejumlah hambatan (Sterberg
dan Lubart, 1995).
Untuk pengembangan kreativitas siswa di SD,
guru hendaknya menggunakan strategi pembelajaran dengan prinsip pembelajaran
yang berpusat pada siswa, bukan berpusat pada guru. Proses pembelajaran lebih
difokuskan kepada aktivitas siswa yang dilatih berpikir untuk menyelesaikan masalah,
mengekplorasi, dan menemukan sendiri daripada aktivitas menghafal. Siswa
diminta bertanggungjawab terhadap apa yang dipelajarinya. la mempelajari
alat-alat dan cara-cara untuk menemukan atau menggunakan sesuatu. Siswa
menentukan tujuan belajarnya bersama guru dan siswa menilai hasil belajarnya
sendiri.
Berdasarkan prinsip pembelajaran di atas
diharapkan kreativitas siswa akan muncul kalau mereka selalu ditantang dengan
permasalahan yang mungkin dapat mereka atasi. Menantang siswa dengan
permasalahan tersebut cenderung meningkatkan kemampuan sintesis dan analitisnya
sebagai prasyarat munculnya kreativitas.
Namun tidak semua siswa mampu mempersepsi
masalah yang dialami dan yang perlu diselesaikannya. Untuk itu, kepekaan
terhadap keberadaan dan kesadaran akan masalah adalah hal pertama yang perlu
dimiliki anak. Guru perlu merangsang kepekaan dan kesadaran siswa melalui
latihan mengenali dan menghadapi masalah. Guru dapat melakukan hal tersebut
secara sederhana dengan melontarkan pertanyaan progresif (dari mudah ke yang
sulit). Kunci pertanyaannya adalah "apa, di mana, kapan, siapa, dan
mengapa".
Sternberg, (1999) menjelaskan bahwa ada dua
kelompok masalah yang sering dialami individu, yakni well-structured problems (masalah yang jelas cara pemakaiannya dan
mengarah kepada suatu jawaban tunggal yang sudah bisa diramalkan) dan ill-structured problems (masalah yang
rumit dan sulit, yang dalam penyelesaiannya memerlukan imajinasi dan memerlukan
lebih dari satu jawaban penyelesaiannya). Dalam pembelajaran, kedua masalah
tersebut hendaknya diberikan oleh guru, namun dalam pengembangan kreativitas
semestinya guru lebih banyak menantang siswa dengan ill-structured problems.
Meskipun Ill-structured
problems cenderung memicu kreativitas siswa, guru memperhatikan tingkat
kesukarannya. Guru perlu menghindari pemberian iproblem yang terlalu mudah atau
terlalu sulit. Apablia siswa telah dapat menyelesaikan masalah tersebut, guru
perlu menantangnya dengan permasalahan yang lebih sulit. Dengan cara demikian
siswa akan merasa flow, artinya mereka akan merasa menyelesaikan permasalahan
yang dihadapinya dan mereka cenderung menggunakan secara optimal semua potensi
yang dimilikinya (Goleman, 1995).
Pengakuan akan banyaknya alternatif
pemecahan masalah merupakan ciri penting kreativitas. Dalam pencarian
alternatif untuk pemecahan masalah tersebut ada tujuh langkah, yaitu: 1)
identifikasi masalah, 2) menggambarkan mendifinisikan masalah, 3) menyusun
strategi pemecahan, 4) mengorganisir informasi, 5) alokasi sumber informasi, 6)
monitoring pemecahan masalah, dan 7) penilaian pemecahan masalah (Stanberg,
1999).
Dalam kehidupan sehari-hari, pelaksanaan
tahapan pemecahan masalah tetsebut relatif fleksibel dan tidak selalu sesuai
dengan urutan di atas. Oleh karena itu, tidak ada suatu strategi paling baik
yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah. Sebaliknya, strategi yang paling
optimal cenderung ditentukan dari masalah yang dihadapi dan metode yang dipilih
seseorang. Dengan demikian, guru hendaknya memberikan kebebasan kepada siswa
untuk memilih dan menerapkan strategi dan langkah apa yang akan dilakukan untuk
mengatasi masalah yang dihadapi. Pemberian kembebasan kepada siswa untuk
memilih dan menetapkan strategi pemecahan masalah merupakan ujud lain
pengembangan kreativitas.
Kebebasan berpendapat yang diberikan guru
dalam proses pembelajaran cenderung menimbulkan kreativitas berpikir pada diri
siswa dan siswa berani mengemukakan pendapatnya sekalipun berbeda dengan
pendapat siswa lain. Dengan a demikian siswa akan terbiasa mencetuskan idenya
dengan berbagai alternatif mecahan masalah. Artinya, kreativitas siswa akan
berkembang secara optimal.
Kebebasan yang diberikan bukan berarti
kebebasan yang mutlak. Pemberian (kebebasan bukan berarti siswa boleh berbicara
dan berpendapat semaunya tanpa memperhatikan lingkungan sekitarnya).
Bagaimanapun siswa sebagai makhluk sosial harus dapat menyesuaikan din dengan
lingkungannya dan dengan aturan yang berlaku. Siswa mendapat kebebasan namun
tidak merugikan orang lain. Untuk itu diusahakan kemungkinan cara-cara lain
untuk mengungkapkan pemikiran dan perasaan yang tidak bertentangan dengan
kehidupan masyarakat. Pengungkapan tersebut misalnya dinyatakan secara simbolis
melalui melalui gambar atau tulisan. Hal ini penting diperhatikan guru, sebab
kreativitas tidak terlepas dari kontek sosial (Sternberg dan Lubart, 1995).
Dalam proses pembelajaran untuk pengembangan
kreativitas, guru berfungsi sebagai fasilitator dan memberikan arahan kepada
siswa. Penstrukturan kegiatan lebih longgar, namun tagihan yang harus dipenuhi
telah ditetapkan sebelumnya secara eksplisit. Proses pembelajaran berjalan
sesuai dengan sasaran yang ditetapkan, mekanisme pemantauan serta balikan yang
relatif serta sistematis sangat diperlukan. Sifat kemandirian yang dialami
siswa dalam pembelajaran lebih banyak dilakukan di luar kontrol guru.
Pembiasaan siswa belajar secara mandiri
merupakan proses membentuk siswa enjadl dirinya sendiri dan itu berlangsung
sepanjang hidup. Untuk mewujudkan kemandirian siswa, setahap demi setahap guru
harus memberi tanggungjawab kepada siswa dan sewaktu-waktu guru menarik diri
apabila tanda-tanda kemandirian itu sudah mulai tumbuh. Pembiasaan anak mandiri
merupakan salah satu usaha untuk inerealisasikan proses membentuk siswa menjadi
dirinya sendiri.
Kemandirian siswa akan terwujud apabila guru
sejak awal tidak melindungi secara berlebihan. Perlindungan yang berlebihan
cenderung menimbulkan, ketergantungan siswa yang berlebihan pada semua orang.
Di samping itu, hat itu juga berakibat kurangnya rasa percaya diri. Dengan
demikian, anak relatif sulit mencapai. kemandirian.
Upaya yang dapat dilakukan guru untuk
mencapai kemandirian siswanya antara lain memberikan tugas dan tanggung jawab
yang sesuai dengan kemampuanya. Jika tugas dan tanggungjawab tersebut dapat
diselesaikan siswa secara baik dan mendapat penghargaan yang wajar dari guru,
rasa percaya diri siswa akan muncul. Upaya lain, guru memberikan kebebesan
berinisiatif dan berbuat kepada siswa menurut kemauan si siswa dengan sedikit pengendalian.
Hal ini cenderung dapat mendorong siswa menjadi cerdik, mandiri, dan kreatif.
Suasana kelas yang demokratis merupakan
kondisi yang menunjang tercapainya kreativitas siswa. Guru yang mengajar dengan
suasana yang demokratis lebih banyak mempertimbangkan kepentingan siswa
daripada kepentingannya. Guru cenderung memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berperan serta dalam mengambil keputusan, menghargai pendapatnya, dan
tidak cepat menyalahkan atau mencelanya. Guru tidak terlalu mengarahkan tingkah
laku siswa dan tidak selalu menuntut siswa untuk menerima pendapatnya.
Kondisi seperti itu memungkinkan siswa
belajar secara disiplin diri sendiri, terbuka, dan toleran. Di samping itu,
dengan diberikannya kesempatan dan kebebasan berpendapat, siswa terbiasa
berpikir secara sistematis dan kreatif. Dengan demikian, sikap kreatif
cenderung akan tumbuh.
KESIMPULAN
Berdasakan uraian terdahulu bisa disimpulkan
bahwa suatu perilaku tergolong kreatif apabila memiliki dua ciri.
Ciri pertama adalah novel, original, tidak bisa diprediksi, dan bisa menimbulkan surprise. Perilaku tersebut memiliki kualitas yang lebih tinggi dibandingkan perilaku sebelumnya.
Ciri kedua adalah cocok, artinya, produk tersebut berdaya guna, bermutu, penting, dan menunjukkan kemampuan yang lebih baik. Siswa dikatakan kreatif apabila secara reguler ia dapat menghasilkan suatu produk yang baru.
Ciri pertama adalah novel, original, tidak bisa diprediksi, dan bisa menimbulkan surprise. Perilaku tersebut memiliki kualitas yang lebih tinggi dibandingkan perilaku sebelumnya.
Ciri kedua adalah cocok, artinya, produk tersebut berdaya guna, bermutu, penting, dan menunjukkan kemampuan yang lebih baik. Siswa dikatakan kreatif apabila secara reguler ia dapat menghasilkan suatu produk yang baru.
Salah satu metode yang relatif yang tepat
untuk mengembangkan kreativitas siswa adalah metode problem solving di samping
metode diskusi. Menyikapi siswa dalam menyelesaikan masalah, guru hendaknya
bersikap demokrasi, memberikan kebebasan kepada siswa untuk berpendapat dan
membiasakan siswa untuk belajar mandiri. Agaknya strategi pengajaran seperti itu
bisa menyiapkan siswa yang kreatif hingga mereka siap menghadapi tantangan
kehidupan yang lebih kompleks di masa datang.
Rujukan
Campbell 13.11995. Teke the Road to
Creativity and bet off Your dead end, Argus
Communications ( Disadur: AM Mangunharjana)
Gardner, H., 1999. Intelligence Reframed:
Multiple Iraellibencies for the 21 th. New York; Basic Book
Gardner, H., 1999. 'The Disciplined Mind;
What All Students Should Understand, New York: Simon & Schuter Inc.
Goloman, D., 1995. Emotional Intelligence;
Why it can matter more than IQ. New York. Bantam. Books.
Goleman, D., 1999. Working With Emotional
Intelligences. London; Bioomsbury Publishing PLc.
Moll, L.C ed, 1994. Vygotsky and
Education:Instructional Implications and Applications of Sociohistorical
Psyhology. Cambrige; University Press.
Lusiana, 1999. Kreativitas dan Pengembangan
Keterampilan Berfikir Anak (Makalah) Disampaikan dalam seminar dan lokakarya
pengembangan kreativitas dan keterampilan berpikir anak melalui pemamfaatan
media belajar, alat peraga, dan alat permainan TK. Tanggal 21 Nopember 1999, di
Malang.
Biodata singkat
Dr. Ramalis Hakim, M.Pd, adalah lulusan S1 IKIP Yogyakarta, S2 dan S 3 Universitas Negeri Malang (dulu IKIP Malang), Kelahiran Koto Sani, Kab.Solok. Ketua Jurusan Seni Rupa, Pendidikan Seni Rupa, FBSS, UNP, Padang sd sekarang.
Sumber: http://ramalisblog.blogspot.com/
Biodata singkat
Dr. Ramalis Hakim, M.Pd, adalah lulusan S1 IKIP Yogyakarta, S2 dan S 3 Universitas Negeri Malang (dulu IKIP Malang), Kelahiran Koto Sani, Kab.Solok. Ketua Jurusan Seni Rupa, Pendidikan Seni Rupa, FBSS, UNP, Padang sd sekarang.
Sumber: http://ramalisblog.blogspot.com/