Automatic translation of this blog page: Terjemahan otomatis blog ini

Kamis, 06 Agustus 2009

Pengertian Seni Sepanjang Zaman dan Beberapa Aspek yang Perlu Dipahami

oleh 
Nasbahry Couto

Revisi Agustus 2012

Untuk kelanjutan artikel ini ada pada artikel: Fungsi Seni: Motif-motif di balik seni, yang menjelaskan seni yang bermotif dan yang tidak bermotif (seni yang tidak di sadari)

A. Pemakaian dan Asal  Kata Seni

1. Pemakaian Kata Seni di Barat (Eropah)
Barnes (2003-2009), menjelaskan maksud dari arti seni (art) dalam kaca mata orang Eropah (Barat) yang utama dan terkini adalah seni visual (seni rupa) walaupun terkandung pengertian dan maksud bahwa kata art ini juga termasuk musik, tari, film, teater dan sebagainya dalam pengertian yang luas. Sebagai contoh dalam bahasa Inggris sangat jarang dipakai istilah Art of film, art of music, art of theater, dan hanya disebut sebagai film, music atau theater saja. Jika seni adalah terjemahan dari art maka buku-buku yang berjudul art seperti History of Art tidak akan ada membahas teater, sastra atau musik di dalamnya, dalam buku semacam ini yang ada adalah seni lukis, patung, grafis, dan keramik. Kadang-kadang ada arsitektur di dalamnya.


Pada zaman lampau, istilah seni ini di Barat di mulai dari istilah ars. Dalam bahasa latin abad pertengahan, ada terdapat istilah-istilah ars, artes, dan artista. Ars adalah teknik atau craftsmanship = yaitu ketrampilan dan atau kemahiran dalam mengerjakan sesuatu. Sedangkan atista = pelaku ars itu. Adapun artes berarti societates mesteriorum atau kelompok orang-orang yang memiliki ketangkasan tersebut (craft guilds); dan artista adalah anggota yang ada dalam kelompok-kelompok itu. Istilah ars inilah yang kemudian berkembang menjadi I’arte (Italia), I’art (Perancis), el arte (Spanyol), dan art (Inggris). Bersamaan dengan itu isinyapun berkembang sedikit demi sedikit kearah pengertiannya sekarang.[1]

Yunani yang dipandang sebagai sumber kebudayaan Eropa, tidak ditemukan kata yang sepadan dengan kata arts. Kata yang sejajar dengan istilah itu adalah “techne” atau teknik. Menurut Aristoteles, (techne) dapat disebut dengan  seni, yaitu kemampuan untuk mengerjakan sesuatu disertai dengan pengertian yang betul tentang prinsip-prinsip pembuatannya. Pada masa ini timbul pandangan bahwa seniman hanya peniru, jadi karya seni hanya tiruan (imitasi = mimesis). Dunia ini diciptakan oleh Tuhan, sedangkan seniman atau tukang hanya peniru ciptaan Tuhan, jadi yang ideal itu adalah ciptaan Tuhan. Plato seorang filsuf Yunani mengatakan bahwa keindahan itu terletak pada pikiran manusia tentang sesuatu yang ideal (kesempurnaan) ciptaan Tuhan, sehingga tidak mungkin keindahan itu kita peroleh dari dunia ini. Akibat pandangan ini tidak ada pembatas antara seniman dan kriyawan, kriyawan mencipta sepatu dan para pelukis hanyalah menghasilkan tiruan dari sepatu tersebut.

Timbulnya istilah fine art atau seni murni dalam abad ke-18, oleh pembedaan antara seniman dan kriyawan. Seniman dianggap pekerja seni yang berurusan dengan kreatifitas dan ekspresi, sedangkan kriyawan adalah tukang yang bekerja dengan keterampilan tangannya. Fine art bukanlah kesenian yang rumit melainkan seni yang indah atau beautiful,(les beaux arts, le belle arti, die schone Kunst). Seni yang mementingkan keindahan daripada kegunaanya. Pada abad ke-19, di Inggris terdapat suatu usaha untuk menyatukan kembali seni murni dan seni kriya tersebut yang dipelopori oleh John Ruskin dan William Morris. 

2. Asal Kata Seni dan Pemakaiannya dalam Bahasa Indonesia

Pemakaian istilah seni untuk pertama kalinya secara resmi di Indonesia adalah dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, karangan Poerwadarminta [2] . Pemakaian istilah ini kemudian diikuti oleh kamus-kamus lainnya di Indonesia.

Istilah “seni” sebenarnya sudah lama dipakai dalam bahasa Melayu Lama yang  berarti “halus” atau “kecil”. Misalnya dalam buku Sejarah Melayu lama, karangan Nuruddin ar- Raniri[3] ditemukan kalimat “ jarum yang seni” (seni= halus atau kecil).

Keterangan selanjutnya menjelaskan bahwa kata seni dipakai Poerwadarminta dalam kamusnya, bukan untuk menterjemahkan kata art,  atau dalam arti yang lebih khusus “seni rupa” tetapi fine art yang artinya (seni halus), sebab penulis buku kamus ini beranggapan bahwa istilah seni ini menunjukkan kesepadanannya dengan keindahan, kehalusan seni yang bernilai tinggi seperti kegiatan  sastra dan musik, teater. Walaupun pengrajin juga menghasilkan karya yang indah itu bukanlah seni (= yang murni, indah dan dan halus).

Di kawasan lain dari Indonesia, istilah seni ini dapat dijelaskan, misalnya di India dikenal istilah Cilpa. Dalam bahasa Sansekerta, seni disebut dengan Cilpa. Sebagai kata sifat Cilpa berarti berwarna dan kata su-cilpa berarti dilengkapi dengan bentuk-bentuk yang indah atau dihias dengan yang indah. Dalam kebudayaan India terkenal buku Cilpacastra, yang artinya  buku petunjuk seni yaitu  buku atau pedoman untuk para cilpin, yaitu tukang, atau seniman. (Soedarso, 2006: 10).

Sebagai tambahan, ada yang mengatakan bahwa seni berasal dari kata “sani” dalam bahasa Sansekerta yang berarti pemujaan, pelayanan, donasi, permintaan atau pencarian dengan hormat dan jujur (Sugriwa, 1957). Selanjutnya ada yang mengatakan bahwa seni diambil dari istilah Belanda yaitu “genie” atau jenius.

Sebagai konsekuensinya kita melihat dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia arti seni dan pemakaiannya dalam uraian berikut ini.

3. Pemakaian kata Seni dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Pemakaian kata seni dalam KBBI  dijelaskan dalam kata sifat (adjectif dan kata benda (noun).
Adjective( kata sifat)

2. 1 halus (tt rabaan); kecil dan halus; tipis dan halus: benda -- , benda yang halus bahannya dan buatannya; bercelak -- , memakai celak yg halus; jarum yg -- ,jarum yg halus sekali; seorang putri yg -- , putri yang halus kulitnya; ular -- , ular yg kecil; 2 lembut dan tinggi (tt suara): suara biduanita itu sungguh -- , suara yg kecil tinggi; 3 mungil dan elok (tt badan): burung yg -- burung yg kecil dan elok;
me·nye·ni a halus; lembut: lagunya -

noun (kata benda)

3. 1 keahlian membuat karya yg bermutu (dilihat dr segi kehalusannya, keindahannya, dsb); 2 karya yg diciptakan dng keahlian yg luar biasa, spt tari, lukisan, ukiran; seniman tari sering juga menciptakan -- susastra yg indah;

-- arca ilmu tt arca dilihat dr segi tekniknya (gaya, cara, dan ketentuan pembuatannya); -- bangunan seni tt keindahan dl membuat bangunan; --budaya perihal kesenian dan kebudayaan; -- derita kegiatan yg dng sengaja membuat menderita diri sendiri, spt mengurung diri dl ruangan; -- drama seni mengenai pelakonan dl pentas (sandiwara); -- eksperimental seni yg diciptakan dng maksud diujicobakan untuk dinilai dan diapresiasikan: musik garapan musikus itu dapat dikatakan sbg -- eksperimental; -- kriya seni kerajinan tangan: ia mempromosikan -- kriya Indonesia yg kaya ragam; -- lukis seni mengenai gambar-menggambar dan lukis-melukis; -- murni seni mengenai pembuatan barang yg indah-indah (seni lukis, seni pahat, dsb); -- pahat seni mengenai pahat-memahat (membuat patung dsb); seni ukir; -- panggung kebolehan dan keterampilan yg diperlukan dl suatu pementasan; -- ritual seni yg berkaitan dng kepentingan memanunggalkan manusia dng Tuhannya atau kekuatan adikodrati yg dipercayainya: Nini Thowok termasuk kategori pergelaran -- ritual Jawa; --rupa seni pahat dan seni lukis; -- sastra seni mengenai karang-mengarang (prosa dan puisi); -- suara seni olah suara atau bunyi (nyanyian, musik, dsb); -- suara instrumental seni suara yg diperdengarkan melalui alat-alat, spt alat tiup, alat gesek, dan alat pukul; -- suara vokal seni suara yg diperdengarkan dng perantaraan suara manusia; -- sungging seni membuat gambar perhiasan; --taman lanskap; -- tari seni mengenai tari-menari (gerak-gerik yg berirama); --ukir seni pahat;
ber·se·ni v mempunyai rasa seni; mengandung nilai seni;
me·nye·ni v cak berseni: ia - juga;
ke·se·ni·an n perihal seni; keindahan: sejarah -, sejarah tt perkembangan seni;
- rakyat kesenian masyarakat banyak dlm bentuk yg dapat menimbulkan rasa indah yg diciptakan sendiri oleh anggota masyarakat yg hasilnya merupakan milik bersama

4. kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yg bernilai tinggi (luar biasa);
5. orang yg berkesanggupan luar biasa; genius

B.  Memahami Pengertian Seni Sepanjang Zaman di Barat

Pengertian seni (art) dalam bahasa-bahasa Barat berbeda dengan apa yang diuraikan dalam bahasa Indonesia sebab art dalam bahasa-bahasa Barat artinya adalah seni rupa. Apa yang diuraikan di bawah ini lebih lebih cendrung untuk menjelaskan seni dalam konteks seni rupa.


Menurut Couto (2008:79-100), Setiap zaman orang memahami seni itu berbeda-beda, hal ini dibuktikan dari uraian di bawah ini. Dalam buku kritik seni, sejarah seni dan artikel-artikel dan buku tentang seni yang terbaru seperti tulisan John Peter Berger (1972, 2005), Jirousek (1995), atau Barnes (2009), atau buku-buku standar seperti Atkins, Robert, (1990), Clark, John (1998). Florida, Richard (2002) Geertz, Clifford. Hauser, Arnold.(1974, Jones, Cristopher, (1979), Rathus, Louis Fichner (1994). Walker, John A,.(1989). Waterson, Roxana (1990), dapat menjelaskan perbedaan pandangan budaya tentang pengertian seni, budaya, berikut bagaimana produksi  dan teknologinya dari berbagai disiplin ilmu seperti seni dan budaya, seni rupa, desain, arsitektur dsb.[4]

Agar pembaca dapat memahami masalahnya maka sekiranya dapat dilihat beberapa pertanyaan pokok di bawah ini tentang apa itu seni dan bukan seni.
  1. Dapatkah sebuah objek dianggap sebagai seni hari ini namun tidak dianggap seni waktu karya itu diciptakan?
  2. Apa kondisi yang harus dipenuhi agar sesuatu itu dengan fungsi tertentu  dapat dianggap sebagai kerja seni?
  3.  Harus seni itu indah (estetik)?
  4. Harus seni mengkomunikasikan sesuatu atau menjadi sesuatu? Haruskah seni itu dapat bercerita?
  5. Harus seni dibuat dengan tangan?
  6. Bagaimana dengan benda-benda yang diproduksi secara massal?
  7. Harus sebuah karya seni hanya dibuat oleh seorang seniman?
  8. Seorang seniman mengambil sepotong kayu apung dari pantai dan menampilkannya di galeri, apakah itu dapat disebut sebuah karya seni?
  9. Dalam kondisi apa fotografi itu dapat dianggap seni, dan kapan fotografi bukan seni?
  10.  Dapatkah obyek menjadi seni jika orang yang membuat itu tidak bermaksud bahwa itu tidak untuk menjadi seni?
  11.   Harus sebuah karya seni harus mengekspresikan perasaan atau emosi untuk dianggap seni?
  12. Apakah seni itu harus imitasi (tiruan) atau interpretasi dari alam?
  13.  Apakah seni harus terlihat  "real/nyata"?
  14.  Dapatkah sebuah kursi, pakaian  alat, kartu ucapan selamat, musik instrumen, permadani, selimut menjadi seni?  ? Dalam kondisi apa objek itu seni atau bukan seni?
  15.  Apa benda pakai dapat menjadi  sebuah karya seni? Dapatkah benda yang ditemukan begitu saja dianggap sebagai sebuah patung?[5]
Menurut Barnes, Bernadine (2009)[6] nampaknya semua definisi seni, terbuka bagi pertanyaan dan perdebatan. Ada beberapa hal yang perlu dan dapat dijelaskan. Menurutnya, suatu definisi seni yang nampak benar bagi orang Barat pada abad 21 mungkin sangat berbeda dengan definisi seni budaya nonbarat (Timur), baik dalam konteks masyarakat, komunitas, atau dalam periode sejarah yang berbeda-beda. Definisi seni bagi masyarakat Barat yang terbuka, dan tidak terasa asing bagi masyarakat Barat masa kini, seni bagi mereka adalah kategori umum seperti lukisan dan patung.


Menurut Barnes, definisi seni mulai bermasalah sejak awal abad 20, dimana beberapa seniman mulai mencari dan mengubah seluruh konsepsi seni. Dimana objek seni dari seniman-seniman ini mulai memperlihatkan sifat-sifat yang berbeda dan tidak lagi terkait dengan seni yang indah, atau mengandung keahlian, dan mengandung komposisi yang jelas. Akibatnya, objek seni bisa jadi, tak dapat dibedakan dari produk konsumsi sehari-hari.


Gambar 1.1 Painted Bronze. 1960, Oil on bronze, Overall: 5 1/2 x 8 x 4 3/4" (14 x 20.3 x 12 cm); two cans: each 4 3/4 x 2 11/16" diameter (12 x 6.8 cm), base: 3/4 x 8 x 4 3/4" (2 x 20.3 x 12 cm), Museum Ludwig, Ludwig Donation, Cologne, © 1996 Jasper Johns/Licensed by VAGA, New York, NY

Seniman konseptual (Conceptual art) seperti Jeff Koons, misalnya, menciptakan patung dari hasil pabrik seperti produk penghisap debu dan perhiasan rumput halaman. Gejala yang menonjol pada seperempat abad ke-20 terakhir, kritikus dan sejarawan seni mempertimbangkan banyak jenis objek yang dapat disebut karya seni.

Hari ini, masalah seni yang sering dibicarakan adalah tentang budaya visual (visual culture), yang dapat meliputi filem, televisi, iklan, dan buku komik dan pandangan ini ikut mempengaruhi cara melihat dan menilai hasil seni patung, lukisan atau arsitektur.

Menurutnya, kesukaran yang utama dalam mendefinisikan seni, dapat diperlihatkan dengan adanya pengaruh nilai uang, pengaruh strata sosial, dan intelektual terhadap seni. Sejumlah besar uang mungkin dihubungkan dengan sebuah obyek seni yang dihargai berlebihan. Suatu patung kaleng bir ciptaan Seniman Amerika Jasper Johns dapat bernilai jutaan dolar, sedangkan kaleng bir biasa tidak bernilai seperserpun.

Banyak kritikus seni menjelaskan bahwa sebuah patung mengandung nilai seni, hanya oleh karena senimannya mengatakannya bernilai seni. Tetapi bagaimana jika penciptanya tidak berpikiran seperti itu? Sebagai contoh, misalnya selimut yang ditenun oleh suku Indian Navajo di Amerika. Pembuat selimut ini samasekali tak dikenal. Apakah ciptaannya ini tidak dapat disebut karya seni?

Selimut buatan penenun suku Indian Navajo, misalnya hanya dikenal sebagai benda kriya, tak dikenal pembuatnya. Dibandingkan sebagai hasil seni; karya ini lazim hanya digolongkan sebagai artefak budaya manusia biasa yang nonartistik. Seperti halnya benda utilitas suku lainnya, dimana produk itu tanpa nama pencipta, tanpa gender dan asal mereka dalam kebudayaan suku primitif. Sebaliknya mungkin saja kita akan mulai untuk mempertimbangkan bahwa objek itu sebagai objek seni.

Menurut Barnes, kecendrungan ini adalah cerminan dari nilai sosial kita yang sedang berubah. Dimana tadinya kita melihat sebagai benda biasa, kemudian menilainya menjadi benda seni. Objek benda pakai budaya suku seperti hasil kriya atau artefak, tidak dapat dianggap karya seni, jika kita berpikir tentang kategori lukisan, patung, dan lainnya yang termasuk high art (seni tinggi).

Kritikus dan sejarawan seni hari ini sering mencoba untuk menghindari perbedaan antara seni tinggi dan seni rendah, dan berusaha untuk mengganti istilah “ seni tinggi” dengan terminologi seperti “seni dengan suatu huruf besar “A”(Art), seni seperti apa adanya (art) dan “seni serius.” Tetapi terminologi ini masih mengandung unsur untuk menyimpang dan mengandung perbedaan pengertian. Kita bisa menggantinya seperti “seni yang dipertunjukkan di musium,” “seni yang diajar kelas sejarah seni,” atau “ seni yang ditafsirkan oleh kritikus” dan seterusnya. Ungkapan ini meliputi objek-objek seni masyarakat suku primitif dan memberi karya mereka dengan nilai intelektual, tanpa mengenal siapa pembuat dan apapun tujuannya.

Menurut Barnes, kesukaran kita dalam membentuk definisi seni, dapat dicontohkan saat kita pergi ke suatu musium seni. Biasanya di sana terdapat lukisan dan patung, bukan buku komik, balok roti, atau hasil karya seniman amatir. Umumnya kita tidak kecewa sekalipun kadang-kadang yang dipamerkan menonjolkan buku komik sebagai hasil seni, dan ini membuka mata kita apa yang disebut seni menurut seniman. Kita dapat melihat lukisan berbingkai atau karya pahatan kayu dengan alasnya, karya ini ternyata tidak lain dari pada kesepakatan sejarah saja tentang seni, dibanding dari material spesifik atau memiliki mutu seni visual sesuai dengan kriteria yang berlaku. Banyak objek disebut “ seni” menghadirkan gagasan penting, tetapi beberapa diantaranya sama sekali tidak memilki sebuah gagasanpun. Walaupun suatu definisi seni nampak seperti suatu gagasan yang baik, dan ahli filsafat dalam bidang estetika mencoba menjalinnya menjadi suatu pengertian, tetapi sangat mungkin untuk menciptakan dan menikmati seni tanpa definisi seperti itu.

Seniman biasanya lebih memperhatikan bagaimana cara atau teknik terbaik dalam memakai material untuk menyampaikan gagasan mereka, dibanding dengan memutuskan apa yang seni atau bukanlah seni. Sedangkan kurator musium dan sejarawan seni lebih sibuk mencari contoh jenis seni dari objek tertentu, seperti Jambangan Yunani atau hasil kerjaan pelukis Rembrand. Menurut Barnes, adalah penting untuk diingat bahwa seni adalah suatu kategori berubah-ubah batasannya, yang tidak hanya tergambar pada definisi umumnya tetapi juga tergambar pada bagian-bagiannya. Manusia tidak hanya membuat karya seni, tetapi juga memilih objek-objek yang seyogyanya disebut seni. Banyak sifat-sifat tertentu sekarang ini kita hubungan dengan sifat-sifat asli seni, misalnya ungkapan individu (ekspresi), sesuatu yang dapat kita renungkan dibanding dengan kaya-karya sekitar tahun 1500-1700-an.

Sebelum zaman ini objek-objek besar yang indah dan arti simbolisnya biasanya hanya melayani satu tujuan, selain dari ungkapan keindahan. Seni lebih dikenal sebagai bagian dari benda pakai, misalnya pakaian, peralatan yang dipakai dan seniman adalah para pekerja. Para pekerja itu dihormati atas sebuah keahliannya, bahkan kadang-kadang masyarakat masa itu, menganggap mereka memiliki keahlian yang ajaib karena kemampuannya itu tidak dimiliki oleh orang lain.

1. Pengertian Seni di Zaman Yunani dan Romawi Kuno

Gambar 1.2  Bagi orang Yunani seni sama halnya dengan pertukangan atau keahlian teknik. Patung Perikles, 461 SM. Sumber Compton Enciclopaedia, CD. 

Menurut Gunawan Muhammad dalam Sachari (1986:36) di zaman Yunani kuno, perkataan techne adalah suatu ucapan yang sebanding dengan kata seni.  Techne  (teknik) berarti pekerjaan atau kecakapan teknis, dapat digunakan bagi berbagai objek pilihan. Tetapi orang Yunani menghargai suatu peniruan yang disebut dengan istilah mimesis (tiruan dari kenyataan) di bidang seni lukis dan terutama untuk penggunaan proporsi di bidang seni patung dan seni bangunan (arsitektur) orang Roma zaman kuno, menggunakan kata ars, tetapi ars yang merujuk kepada suatu teknik atau suatu metoda bekerja, bukan kepada ekspresi, kegiatan kreatif yang oleh kita sekarang ini dihubungkan dengan seni. 

Menurut Barnes, penulis Roma Pliny The Elder, dapat menguak rahasia tentang seniman klasik (periode Yunani dan Roma kuno). Ia menulis tentang seni-lukis dan seni patung yang dibuat dari logam. Walaupun Pliny memuji keahlian pematung dan pelukis tertentu, ia tidak memilih lukisan atau patung sebagai hal yang lebih baik daripada barang tembikar, kerja logam, atau kerja kriya lainnya, jadi kedudukannya sama. Hal ini menunjukkan tradisi yang berlangsung saat itu. Dimana seni tidak dibedakan dengan keahlian membuat barang kebutuhan sehari-hari. Namun bukan berarti benda itu bukan benda seni, sebab tujuan pembuatan benda itu telah mengandung nilai-nilai artsitik dan estetik, yang baru disadari oleh masyarakat lain pada waktu dan tempat berbeda.

2. Pengertian Seni di Zaman Pertengahan

Sepanjang Abad Pertengahan (sekitar tahun 350-1450), Agama Kristen mendominasi kultur Barat. [7] Umumnya karya ini menarik perhatian orang saat itu, dan gambar atau lukisan sangat membantu mereka dalam menjelaskan tanda-tanda keagamaan, misalnya untuk memahami bentuk lingkaran di atas kepala orang suci, atau untuk memahami bagaimana bentuk iblis besar dan menakutkan.

Gambar 1.3.
Ukiran tanda-tanda keagamaan. Gam baran mengenai Santo (orang suci), pada tiang katedral di Chartres, Perancis, yang dibangun sekitar tahun 1132 and 1240. Sumber: Encyclopaedia Encarta, CD, 2002-3


Banyak hiasan diukirkan dan dekorasi yang dilukiskan, atau penggunaan materi yang mahal seperti emas, gading dan permata, dan rekabentuk penyinaran interior melalui penggunaan kaca patri (stained glass).
Tidak ada bentuk seni tertentu dipikirkan lebih dari seni yang lain sepanjang abad Pertengahan yang dianggap bernilai bahkan berbeda dengan pengertian kita sekarang. 

Misalnya objek mewah yang kecil-kecil seperti naskah iluminasi (hiasan buku manuskrip), barang barang perhiasan, dan objek metal yang digunakan di gereja. Untuk membangun bangunan Katedral yang besar abad Tengah, diperlukan ketrampilan beratus-ratus pengrajin dan menjadi kebanggaan keseluruhan kota besar. Orang-orang kaya menghias rumah mereka dengan hiasan dinding dan permadani besar yang menceritakan tentang berbagai mitologi saat itu. Bahkan dekorasi pakaian seseorang bisa dihias secara detail untuk menyatakan pandangan moral dan status seseorang.

Di Abad Pertengahan, pengrajin secara hati-hati dilatih; atau terlatih di tempat kerja membuat buat objek yang kita sebut sekarang sebagai karya seni. Dapat dikatakan beberapa karya masterpiece  berasal dari tradisi kerja abad Pertengahan ini.  Istilah master ini mengacu pada suatu obyek yang dibuat oleh tukang ahli (master). Mereka belajar dengan sistem aprentis dan masuk organisasi pertukangan yang disebut dengan gilda (gilde)[8]. Pada akhir pelatihannya atau biasanya dengan seorang guru (master), dia harus menunjukkan telah memiliki keahlian pula untuk disebut sebagai master. Sepanjang abad Tengah suatu karya masterpiece  bisa jadi sebuah patung, suatu jendela gelas, atau sepasang sepatu.

3. Pengertian Seni di zaman Renaisan 
Pentingnya ketrampilan dan kriya tangan berlanjut terus sampai Zaman Renaisan, suatu periode yang berkaitan dengan hidupnya lagi sastra dan seni Eropah, yang dimulai tahun 1400.


Gambar. 1.4 Hasil pertukangan zaman Renaisan, sebuah relief tembaga, pada pintu masuk katedral. Menggambarkan “Pengorbanan nabi Ismail”  Secara sosial seni zaman ini berada dalam kelompok-kelompok pertukangan sejenis yang disebut dengan Gilda. Sumber: Encyclopaedia Encarta, CD, 2002-3


Sepanjang Zaman Renaisan, seni visual di Eropah sering dihubungkan dengan kegiatan dagang berdasarkan jenis materi yang dipakai. Sebagai contoh, di dalam serikat sekerja (asosiasi dagang) abad ke-15, para pelukis Italia  diklassifikasikan sama dengan para doktor, sebab kedua-duanya menggunakan bahan-kimia. Para pematung yang bekerja dengan bahan perunggu dikelompokkan sama dengan kelompok pembuat panah dari besi. Bagaimanapun, posisi seniman mulai berubah pada abad ke-15.

Pelukis dan Pematung berhubungan secara informal dengan penyair, yang menduduki suatu status sosial lebih tinggi, sebab puisi telah lama mempertimbangkan suatu seni yang lebih tinggi (hight art). Buku tentang seni telah mulai ditulis orang, untuk menjelaskan teori seni dan arsitektur, dan seniman mengklaim bahwa mereka adalah genius yang memiliki inspirasi, jadi tidak semata hanya sebagai pekerja.

Sepanjang abad ke-16, para teoritikus seni di Italia mulai mengklassifikasikan arsitektur, lukisan, dan patung sebagai Arts of disegno (“design”) yaitu kegiatan kreatif yang memerlukan suatu ide dan memindahkan ide itu ke atas gambar. (Kata Italia Disegno berarti rekabentuk/design dan gambar).

Para penulis Zaman Renaisan  Italia juga menghormati lukisan naratif (bercerita) dan lebih berharga dibanding jenis lukisan lain seperti lukisan potret (potrait)  atau pemandangan (lanscape). Lukisan naratif diangkat dari cerita mitos tentang sejarah atau atau tentang cerita dalam agama. Gambar atau lukisan naratif itu bisa menjadi pedoman langsung tentang ajaran moral etika dan agama dengan melihatnya, dibandingkan penyebaran ajaran melalui cerita tertulis. Jenis lukisan ini disebut istoria oleh orang Italia, dan lukisan sejarah oleh orang Inggris, karya-karya ini dipertimbangkan sebagai bentuk seni rupa yang paling tinggi nilainya sampai akhir abad ke-19.

4. Pengertian Seni abad ke17sd. 19: Seni adalah
 Hasil Karya
 Para Jenius

Sampai dengan abad ke-17, banyak seniman berkeliling Eropah untuk mencari-cari kebebasan yang lebih kreatif. Mereka memandang sumber inspirasi mereka yang berasal dari Abad Pertengahan dan Zaman Renaisan  (zaman kebangkitan kembali) sudah sangat terbatas. Beberapa seniman memperoleh kebebasan dengan bekerja di lingkungan kerajaan dan golongan bangsawanan sedang yang lain menciptakan seni untuk dijual secara langsung ke kolektor individual.


Agaknya suatu kebebasan, bagaimanapun juga nampaknya harus dibayar mahal dengan menurunnya mutu artistik di kalangan seniman masa itu. Sebagai dampaknya maka mulai bermunculan akademi–akademi seni yang penting sebagai cara untuk masuk ke profesi tanpa menyesuaikan diri ke peraturan serikat sekerja (gilda). Akademi lebih menekankan gagasan, yang terutama sekali yang terkait dengan ilmu pengetahuan, filsafat atau literatur tertentu, bidang yang menikmati status jauh lebih tinggi dibanding seni visual rakyat kebanyakan.

Gambar 1.5 Karya Self-Portrait oleh Rembrandt van Rijn dilukis tahun 1669, saat-saat akan tutup usia, lukisan ini ada di National Gallery, London. Sumber: Encyclopaedia Encarta, CD, 2002-3. Rembrandt dianggap salah satu pelukis jenius di samping pelukis Vermeer

Pada waktu yang sama, akademi membedakan diri mereka dari pekerjaan bengkel (workshop). Di Perancis, berdiri Academia des Beaux-Arts (Akademi Seni Rupa) pertama, tahun 1648 di kota Paris, Perancis. Pendidikan terutama menekankan pembedaan ini; seni-lukis, patung, dan arsitektur dengan nama beaux-arts, yang berarti seni murni (fine arts). Akademi Seni Rupa Perancis memasukkan program menggambar nudis sebagai materi pelajarannya, hal ini berpengaruh agar program ini tidak dibuat sembarangan secara bebas oleh masyarakat ditempat lain selain hanya di Akademi.

Mereka menyadari bahwa tidak semua seni visual harus menggunakan figur manusia untuk karya kriya dan seni mekanik, termasuk metode kerja seni lukis. Walaupun ilmu lain seperti perspektif, geometri dan anatomi dipelajari dalam kelas biasa namun seni lukis dan seni patung dipelajari secara individual di dalam studio akademi. Bagaimanapun juga pandangan orang terhadap seni, tidak sama dengan masa sekarang. Lukisan-lukisan minyak karya Johanes Vermeer, misalnya, dianggap berteknologi tinggi pada abad ke-17 di Belanda, dan seniman adalah jenius.

5. Seni Abad ke-19, Seni Sebagai Ekspresi


Seni sebagai media ekspresi sebenarnya ada pada setiap zaman, namun sebagai sebuah pemikiran, seni sebagai ekspresi mulai kelihatan sejak adanya penolakan seniman Perancis atas cara Akademi Seni dalam berkarya. Akademi Seni Rupa Perancis memiliki fasilitas khusus dari Pemerintah Perancis untuk pengembangan sekolahnya. Sokongan ini penting atas kestabilan dan dominasi institusi terhadap nilai seni.

Gambar 1.6. Suatu ide bahwa seniman dapat menyalurkan ekspresinya secara pribadi dan dapat menjadi suatu tema atau subject menjadi mapan sepanjang abad ke-19-an. Contoh karya  Eugène Delacroix, Liberty Leading the People sesudah revolusi Perancis tahun 1789 - 1799, dilukis tahun 1830. Sumber: Encyclopaedia Encarta, CD, 2002-3.


Sebagai akibatnya maka sepanjang abad ke-19, para seniman kebanyakan di Perancis mulai menentang dominasi institusi ini. Misalnya, para seniman Abad pada awal 19, mulai mengadakan gerakan seni yang disebut dengan romantisme, antara lain oleh pelukis Eugene Delacroix, dimana mereka lebih menekankan ungkapan seni lukis yang penuh dengan ekspresi yang sangat berlebihan. Mereka sering memilih subjek seni yang mengkritik pemerintah, walaupun cara melukis pada prinsipnya menggunakan teknik dan komposisi akademis yang ada pada saat itu.

Pada pertengahan abad ini Gustave Courbet dan Seniman Perancis lainnya mulai untuk mempromosikan ciri khas seni mereka yang berbeda dengan cara akademi. Mereka tidak hanya memilih objek seni lukis dari para raja dan bangsawan, tetapi mereka menggunakan gambar itu sebagai alat untuk mengkritik pemerintah, malahan mereka mulai menggunakan teknik yang berbeda dengan yang diajarkan di akademi.

Mulai tahun 1860-an Edouard Manet, seorang pelukis Perancis yang terkenal dengan lukisan impressionisnya, keluar dari Akademi, kemudian mendirikan sanggar sendiri dan berkompetisi dengan para pelukis lain yang disponsori oleh pemerintah (sekolah akademi seni). Alternatif ini dengan cepat merubah sistem yang ada selama ini, menjadi sistem galeri komersil yang modern yang pertama, di mana seniman menyediakan hasil kerja seni dan menyalurkannya sebagai penjual kepada siapa yang membutuhkan jasanya.

Gambar 1. 7 Pengaruh hasil  Print  dari karya grafis Jepang yang masuk ke Eropah, terhadap karya pelukis Vann Gogh,The Bridge in the Rain (after Hiroshige), 1887,Vincent van Gogh (1853-1890),Oil on Canvas, 73 x 54 cm,Van Gogh Museum, Amsterdam

Suatu ide bahwa seniman dapat menyalurkan ekspresinya secara pribadi dan dapat menjadi suatu tema atau subject menjadi mapan sepanjang abad ke-19-an. Sebetulnya sejak abad ke-18-an beberapa seniman mulai bereaksi terhadap apa yang dirasakannya untuk menggambarkan seni masa itu.Gerakan romantis berlanjut terus dan menjadi mapan, dengan kecendrungan untuk mengambil tema tentang penderitaan, nafsu atau imajinasi yang lepas dari kenyataan. Di sekitar pertengahan abad ke-19 muncul tradisi seni realisme yang bereaksi terhadap terhadap ungkapan sastra romantis dan menuntut suatu pelukisan kembali kenyataan sesuai dengan realitas.Tanggapan ini berpengaruh sampai dengan tahun 1860-an dan 1870-an, dimana untuk mengungkapkan realitas, seniman berusaha bereksperimen dengan lukisan impressionists untuk kesan sesaat dari realitas optis yang nampak, merekam cahaya dan warna sesuai dengan apa yang terlihat sesaat. Mereka tertarik untuk menggambarkan cahaya dan warna seperti apa yang terlihat dan memberikan jalan untuk seniman generasi berikutnya untuk menyatakan apa yang mereka rasakan melalui warna asli, bahkan ada yang tidak mencampurnya. 

6. Seni Abad ke-20: Seni sebagai Media dan Bentuk Baru


Pada abad ke-20 dan 21-an, banyak sekali kecenderungan seni yang dikembangkan, perkembangan diantaranya adalah untuk mencari dan merubah definisi seni yang ada. Seniman Dada, misalnya yang timbul pada awal abad 20, menciptakan karya seni dan hal-hal yang tidak masuk akal dari semua definisi seni.


Gambar 1.8 Karya pelukis Perancis Marcel Duchamp bergaya Dada 1917. Sebuah tempat buang air kecil dari keramik di jadikan karya patung. Sumber: Encyclopaedia Encarta, CD, 2002-3.

Salah satu dari pekerjaan gaya Dada yang yang paling terkenal telah diperlihatkan tahun 1917 oleh pelukis Perancis Marcel Duchamp: dia mengambil tempat buang air kecil dari keramik dan dijadikan karya seni patung yang diberi judul “Air mancur,” dan menandatangani dengan suatu nama samaran (R. Mutt) yang mempermainkan nama pabrik (J.R.Mott) sebagai nama Duchamp. [10]
Seniman zaman ini, sadar akan tradisi lebih awal dari seni rupa dan dapat memilih untuk bekerja media tradisional (termasuk lukisan, patung, Print making, dan sekarang fotografi), dan dikombinasikannya dengan berbagai media baru collage dan assemblage (kolase dan asembling), atau mencoba untuk beralih dari sifat-sifat seluruh yang berbau tradisional dalam berkarya.

Gambar 1.9 Karya Seniman kelahiran Bulgaria Christo Javajeff, “package” 1961. Sumber: Encyclopaedia Encarta, CD, 2002-3.

Sebagai contoh, beberapa seniman menciptakan yang disebut seni lingkungan (environmental art) dimana kita dapat berjalan mengelilingi atau memasuki karya seni itu. Seniman lain kelahiran Bulgaria Christo Javajeff (1935-) dan Amerika Robert Smithson, mencoba untuk mengatur kembali pemandangan yang alami dengan cara-cara yang tidak lazim yang tidak benar-benar dapat disebut arsitektur, arsitektur lanskap, atau patung.

Misalnya seniman Christo, membungkus sebuah gedung dengan kain yang sangat besar sebagai karya seninya. Atau menata sebuah pulau dengan pasir. Kritikus Seni menamakannya karya jenis ini dengan seni daratan ( land art) dan earthworks. Meski demikian banyak seniman lainnya dapat memusat perhatian pada nilai komersial seni, dengan menciptakan karya yang samasekali tidak dapat dijual, seperti beberapa seniman konseptual dalam beberapa dekade terakhir abad 20.

Beberapa seniman kontemporer malahan mengabaikan apa yang digariskan oleh akademi tentang apa yang disebut seni murni maupun kriya, atau mereka samasekali menyatakan adanya perbedaan penting antara satu bentuk seni dengan lainnya menurut keyakinan mereka.

C. Seni dalam Konteks Masyarakat (Sosial dan Budaya)

Banyak tulisan yang menjelaskan bahwa pengembangan dan definisi seni dalam pandangan sejarah seni hanya berlaku bagi tradisi seni rupa (visual art) Barat; khususnya tentang seni rupa di  Eropa dan Amerika (Eromerika). Menurut kacamata Barat tiap-tiap kebudayaan manusia mempunyai tradisi seni sendiri, sama kompleks dan kayanya seperti tradisi seni Barat. 

Namun perlu juga diketahui bahwa pada waktu di masa lampau, seni nonbarat banyak pengaruhnya terhadap seniman Eropa dan kadang-kadang pengaruh ini justru telah mengubah seni Barat. Misalnya beberapa karya Pablo Picasso yang terkenal itu, dipengaruhi seni patung dari Afrika awal abad 20. Seni Afrika banyak berpengaruh terhadap Seni Barat abad ke-20 melalui gubahan bentuknya yang meniru seni patung Afrika. Perbedaan antara pandangan tentang seni ini, baru terkuak kepada umum sejak tahun 1970-an, beberapa museum seni yang besar di Eropah mulai mengenalkan buku teks tradisi nonbarat untuk dipelajari siswa sejarah seni dan juga kepada publik.

1. Tujuan dan Maksud Seni yang Berbeda


Ditinjau dari segi budaya, tujuan seni itu ternyata dapat berbeda. Misalnya saat mempelajari seni dunia; yang dapat meluaskan cara berpikir tentang seni secara umum, khususnya seni yang nonbarat akan timbul berbagai kesulitan. Terutama karena perbedaannya cara pandangnya dengan tradisi seni Barat. Pertama, Barat cenderung untuk memaksakan kategori Barat dan nilai-nilai Barat pada seni dari kebudayaan lainnya. Topeng dari Afrika, misalnya, telah dihargai untuk sedikitnya suatu abad oleh kolektor Barat sebagai seni patung.

Gambar 1.10 Benda-benda ini bukan dimaksudkan sebagai benda  seni oleh pembuatnya, tetapi benda-benda pakai biasa, yang bisa  ditafsirkan sebagai benda seni oleh orang Barat

Selama ini topeng dari Afrika ini telah dilihat oleh kacamata Barat sebagai bentuk patung untuk dipajang didinding dan mengapresiasi kualitas abstrak yang kuat dari patung itu. Sebaliknya bagi kelompok masyarakat di Afrika, topeng hanyalah bagian dari tarian upacara agama, yang berguna untuk memperlihatkan salah satu kostum pemain tari, dengan peran tertentu yang dalam kehidupan sosial mereka, atau dalam komunitas mereka, misalnya asesories raja atau pawang. Bagi masyarakat Afrika, khususnya komunitas tertentu, topeng hanya mempunyai nilai dan maksud simbolis saat digunakan dalam tarian. Bagi orang Afika, topeng juga tidak dinilai sebagai patung dalam upacara tarian agama, jadi mereka tidak membedakan antara seni visual, tarian, musik, dan teater di dalam kegiatan ini.

2. Seni yang Disadari d
an Tidak Disadari

Di tengah masyarakat yang berwawasan luas, akan muncul karya-karya seni yang bermutu tinggi. Karena kompleksitas dan kedalamannya, maka orang berusaha membuat definisi dan klassifikasi mengenai seni. Usaha ini dimaksudkan untuk mempermudah orang memahami seni. Konsep-konsep yang muncul itu sangat bervariasi sesuai dengan pemahaman, penghayatan, dan pandangan seseorang terhadap seni di sepanjang zaman.  Oleh karena itu kita melihat dua fenomena dalam pemahaman seni (1) seni yang disadari  (2) seni yang tidak disadari , atau dalam bahasa lain seni yang tidak memiliki motiv, dan seni yang memiliki motif tertentu. Uraian tentang ini lihat (klik kanan di sini)


Menurut Hauser (1979, 1988), menjelaskan bahwa seni yang disadari adalah ungkapan-ungkapan tekstual  yang ditulis oleh para ahli sepanjang zaman.  Disadari berarti dipikirkan, direnung kan, sehingga meng hasilkan konsep-konsep atau teori seni. Antara lain dalam bentuk kritik seni, tinjauan seni, sejarah seni. Yang terpenting dalam hal ini adalah bahwa oleh karena dipikirkan, maka ada usaha untuk menciptakan seni dalam bentuk baru. Seni modern  adalah salah satu bentuk seni yang muncul dari hasil pemikiran, berikut kreativitas yang ada di dalamnya.

Sedangkan seni yang tidak disadari adalah seni yang berlangsung dalam masyarakat (sosial), misalnya masyarakat tradisional. Seni itu tidak dibahas secara ilmiah, tetapi diturunkan secara lisan dari mulut-ke mulut. Tradisi ini dianggap sebagai pemeliharaan seni, tetapi  jarang ada usaha untuk merobah seni itu karena sifat konvensionalnya (telah disepakati bersama).

Beberapa ungkapan dari seni yang disadari itu bersifat ilmiah, hal ini dapat diterangkan dalam beberapa contoh berikut ini.

a. Seni yang Disadari, Seni yang memiliki motivasi, tujuan, dan fungsi tertentu
Motivasi keagamaan dan Kepercayaan

Plato, Lessing, JJ. Rousseu, (Filsuf Naturalisme) Seni pada hakekatnya adalah peniruan alam dengan segala segi-seginya. Teori ini beranggapan bahwa seni yang baik adalah yang mendekati bentuk alam (natural).

Sokrates (Filsuf Yunani),  pernah menyatakan bahwa keindahan itu adalah segala sesuatu yang menyenangkan dan memenuhi keinginan terakhir. Interaksi antara manusia dengan alam banyak mengispirasi penciptaan karya seni.

Aristoteles (Filsuf Yunani),  Seni adalah peniruan bentuk alam. Namun tidak sekedar itu, pencipta harus menyatakan idenya untuk menambah keindahan seni melebihi alam nyatanya. Teori ini di dasari oleh pendapat aliran naturalisme yang dipengaruhi oleh kesenian kuno.

Filsuf Kristiani Santo Augustinus (354-430) dan Thomas Aquinas (1225-1274) berpendapat bahwa keindahan itu berkaitan dengan kebenaran, bahwa kebenaran yang illahiah akan melahirkan konsep keindahan, dan usaha untuk mengekspresikan kebenaran-kebenaran tersebut akan menghasilkan bentuk-bentukyang indah. Santo Augustinus mendefinisikan keindahan sebagai kesatuan bentuk omnis pulcritudinis forma unitas est dan Thomas Aquinas membagi dalam tiga hal yaitu: (1) adanya integritas atau kesempurnaan; (2) proporsi yang tepat atau keharmonisan; dan (3) adanya kejelasan.

Schopenhauer, (Filsuf yang bertolak dari seni musik). Seni adalah suatu usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan. Menurut Schopenhauer, tiap orang tentu senang musik meskipun seni musik adalah seni paling abstrak.

Motivasi Pendidikan, seni untuk Pendidikan

Herbert Read, ahli Seni  (1955). Seni adalah ekspresi. Dalam hal ini Herbert Read lebih mengutamakan seni dari segi proses aktifitas seniman daripada aktifitas fisik sampai aktifitas psikologis. Penuangan hasil pengamatan yang dihubungkan dengan perasaan inilah yang disebut seni oleh Read.

Benedetto Croce, ahli seni, seorang filsuf Italia yang hidup pada tahun 1866-1952, menyatakan bahwa seni adalah ungkapan kesan-kesan (art is expression of impressions)
Thomas Munro, (Ahli Seni Amerika) Seni adalah alat buatan manusia untuk menimbulkan efek-efek psikologis atas manusia lain yang melihatnya. Efek-efek tersebut mencakup segala tanggapan yang berwujud pengamatan, pengenalan, imajinasi yang rasional maupun emosional.

M. Ross (1978) seorang pendidik , seni adalah wahana kegiatan pelaku seni untuk mengungkapkan ide rasa/pengalaman batinnya dalam bentuk karya seni dengan pertimbangan estetik-artistiknya kepada orang lain, sehingga orang lain memiliki pengalaman baru.

Seni bermotif alat ekspresi dan komunikasi

Ki  Hajar Dewantara (pendiri Sekolah Taman Siswa),  Seni merupakan perbuatan manusia yang timbul dari perasaannya dan bersifat indah, sehingga dapat menggerakkan jiwa dan perasaan manusia.  

Drs. Suwadji Bastomi (dosen ISI Yogyakarta), Seni adalah aktifitas batin dan pengalaman estik yang dinyatakan dalam bentuk agung yang mempunyai daya menjadikan takjup dan haru.

Drs. Primadi (Dosen Seni Rupa ITB), berpendapat bahwa bentuk yang agung merupakan pengejawantahan pribadi kreatif yang telah matang dan  masak, sedangkan haru adalah getaran emosi yang terjadi karena adanya rangsangan yang kuat dari sesuatu yang agung. Haru adalah rasa puas yang dimulai dari empati dan simpati, kemudian lebur menjadi terpesona, akhirnya memuncak menjadi haru. bahkan lebih jauh, seni adalah juga hal-hal yang terlihat oleh alam batin/kejiwaan.

Dr. Sujoko (dosen Seni Rupa ITB) Seni mempunyai cakupan yang cukup luas. Seni adalah kemahiran membuat dan melakukan sesuatu yang dipakai sebagai perangsang pengalaman estetis yang memuaskan. Yang dimaksud dengan kemahiran bukan sekedar membuat dan melakukan namun harus memuaskan. Sedangkan memuaskan tidak harus indah, dapat juga mengharukan, menegangkan, menggalakkan, dan sebagainya.

Drs. Sudarmaji (dosen ISI Yogyakarta). Seni adalah segala manifestasi batin dan pengalaman estetis dengan media grafis, warna, volume, teksture, dan ruang.

Soedarso (1987) dosen ISI Yogyakarta, berikutnya mengemukakan bahwa seni adalah hasil karya manusia yang mengkomunikasikan pengalaman-pengalaman batinnya, pengalaman batin tersebut disajikan secara menarik, sehingga merangsang timbulnya pengalaman batin pula pada manusia lain yang menghayatinya. Kelahirannya tidak didorong oleh hasrat memenuhi kebutuhan pokok, melainkan upaya untuk melengkapi dan menyempurnakan derajat kemanusiaannya, memenuhi kebutuhan yang spiritual sifatnya. Batasan ini lebih dapat dipahami secara lebih komprehensip.

Paul Klee (Dosen Sekolah Seni dan Desain Bauhaus, Jerman) Seni bukan sekedar refleksi hal-hal yang kasat mata, Paul Klee lebih cenderung menganggap bahwa seni adalah hasil penuangan kehidupan batin yang mempunyai nilai estetis.

S. Sujoyono, salah seorang pelukis terkemuka Indonesia, menyatakan bahwa seni adalah jiwa tampak (Jiwa ketok= bhs.Jawa) 

Achdiat Kartamihardja, Seni adalah kegiatan rohani yang merefleksikan realitas ke dalam suatu karya. Bentuk dan isinya mempunyai daya untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam batin penghayatnya.

Averyman Encyclopedia, menjelaskan bahwa seni adalah sesuatu yang dilakukan orang, dan bukan merupakan kebutuhan pokok, melainkan segala sesuatu yang dilakukan karena kemewahan, kenikmatan atau kebutuhan spiritual.

Ensiklopedia Indonesia, Seni adalah penciptaan segala hal atau benda yang karena keindahan bentuknya orang senang melihat atau mendengarnya.

Banyak pendapat yang muncul  dari ahli seni baik dari Barat, Timur, maupun dari Indonesia, dan banyak pula literatur  yang dapat menjelaskan hal ini, dan tentu saja daftar tentang pendapat-pendapat ini dapat diperpanjang lagi. Anda sendiri (pembaca) juga boleh membuat pendapat atau tafsiran sendiri tentang seni. Agar lebih jelas maka pendapat ini muncul dari (1)  . respon mereka terhadap seni atau karya seni secara kritis (logika) maupun (2) hasil respon estetik (merasakan keindahan seni).

Tentu saja semua pendapat itu tidak akan ditulis dalam buku ini. Namun pendapat-pendapat ini perlu Anda cermati dan Anda rangkum dalam beberapa kesimpulan, apa sebenarnya seni itu dan bagaimana peryujudan atau penampilannya.

3. Seni yang tidak Disadari (tidak memiliki motif tertentu)

Sesuai dengan konsep Hauser, suatu seni umumnya datang dari suatu grup atau suatu kelompok masyarakat di saat masyarakat memiliki suatu kerangka sosial budaya yang berkembang dan memiliki tradisi tertentu. Seni ini berbeda dengan seni yang disadari karena sifat tradisi dan konvensionalnya. Umumnya seni ini  berkembang dan tidak disadari. Tentu saja seni tradisi ini kalau bersentuhan dengan kebudayaan modern, maka seni itu berubah menjadi seni yang disadari .

Terbentuknya masyarakat dan budaya itu mungkin saja disebabkan oleh isolasi budaya, atau geografis; yang sebagian besar dari mereka, pada suatu saat, mengembangkan citarasa seni yang tinggi namun tidak terlepas dari kelompok masyarakatnya yang lebih besar. Seni folk, tradisi atau yang semacam ini pada masyarakat maju, cendrung disenangi oleh kalangan tua.

Folk art dapat berbentuk seni petani (the art of peasants), seni masyarakat pengembala domba (shepherds art), seni orang laut (sailors art), seni masyarakat nelayan (fisherfolk), seni masyarakat tukang (artisans) dan seni kelompok kecil pedagang (small tradespeople) yang hidup pada pusat budaya perkotaan (cultural urban centers) pada suatu bangsa yang tidak memiliki industri berat. Bentuk-bentuk masyarakat seperti ini  ditemukan sejak abad Pertengahan di Eropah, dan terdapat di Amerika sejak abad ke-20, juga terdapat di Eropah Timur. Corak masyarakat seperti ini  ditemukan pada pusat Asia dan Asia Timur, serta pada kota-kota di Amerika Latin.

Folk art, dengan demikian, secara konsisten mengembangkan produk yang khas, sesuai dengan selera lokal yang khas. Objek-objek seperti furniture, peralatan, permaian (toys), pakaian, perumahan (housing), peralatan musik (musical instruments), senjata, alat upacara (religious figurines), beberapa produk peralatan rumah tangga (household utensils) dapat dikategorikan sebagai hasil folk art.

Masyarakat petani umumnya sangat konservatif, mereka berpikir dan bekerja berpegang kepada adat atau tradisi yang di anutnya. Masyarakat seperti ini justru menyimpan banyak corak tradisi, terutama seni mereka yang beragam itu. Seni rakyat folk art) merefleksikan konvensi-konvensi, kebebasan berkias (proverbial wisdom), tahayul kuno (old superstitions) tema-tema sentimental, dan kepercayaan agama. Hal ini secara turun temurun dianut oleh sebagian besar masyarakat ortodok.

Seni rakyat itu tersembunyi pada berbagai bentuk upacara dan perayaan, seperti upacara kelahiran, perkawinan, kematian/penguburan, dan pemujaan (ritus) sepanjang terkait dengan irama hidup atau pekerjaan mereka seperti menanam atau memanen basil pertanian yang mereka lakukan secara rutin.
Kita menamakan karya mereka itu, namun seni yang ada pada seni rakyat itu bukan untuk tujuan seni menurut pemikiran manusia sekarang.

4. Kesalahpahaman dalam Menilai Seni


Kesukaran lain dalam memandang seni dari segi kebudayaan yang berbeda adalah suatu kecenderungan untuk menyederhanakan masalah, bahwa kita cendrung melihat semua jenis seni pada suatu area budaya yang luas, dianggap mirip satu dengan lainnya, pada hal bisa saja apa yang kita lihat itu kebalikan dari apa yang kita ketahui. Di dalam berpikir tentang Seni Cina dan Seni Barat, kita perlu diingatkan bahwa seni Cina itu telah terbentuk selama 5.000 tahun lamanya dan menjadi tradisi yang berlanjut sampai sekarang.


Tradisi seni Barat biasanya dikatakan mulai muncul pada Seni Yunani di abad ke 8 SM, separuh lebih sedikit tuanya dari pada Seni Cina. Pengamat Barat mungkin memperhatikan Seni Cina yang tak berubah-ubah. Padahal Seni Cina sesungguhnya banyak berubah, baik di pusat budayanya, maupun pada sistem politik, dan kepercayaan religius sampai berabad-abad lamanya, namun hal ini sering tak kelihatan dengan jeli oleh pengamat Barat atau penganut budaya lainnya. Lain halnya dengan Seni dari Afrika, orang Barat cenderung untuk berpikir bahwa seni Afrika itu adalah semata-mata seni Selatan Sahara Afrika dan menghilangkan Seni orang mesir dan Seni Kristen Etiopia yang juga sebenarnya bagian dari Afrika.


Kecenderungan lain adalah adalah untuk berpikir bahwa semua kultur Afrika yang berbeda-beda itu, sebagai suatu hal yang sama, dan keseluruhan budaya ini hanya tidak sama dengan peradaban (civilization) tradisi kultur Eropa . Ahli antropologi yang mempelajari seni Afrika, dan mengenal sejarah seni dan terdidik justru membandingkan seni ini, atau terjebak untuk membandingkannya dengan seni anak-anak atau orang-orang prasejarah. Di dalam beberapa Bahasa Afrika, kata-kata yang digunakan untuk mengatakan seni dan diterjemahkan kedalam bahasa Inggris agak berbeda dengan apa yang kita pikirkan, misalnya seni (art) diartikan sebagai “pemenuhan/accomplihsment, keahlian/skill, dan nilai/value,” “berbagai objek dibuat dengan tangan/things made by hand,” dan “ berbagai objek untuk diperhatikan/ things to look at.”



Dari dua definisi pertama itu, dapat diperbandingkan ke definisi seni Eropa sampai era Renesan, sedangkan yang terakhir adalah semakin dekat ke Definisi seni Barat dari abad yang 18-an. Orang Afrika juga mempunyai tokoh yang terkenal dalam membuat seni, sama halnya apa yang dilakukan oleh orang Eropa dan Amerika, dan Seni Afrika berabad-abad lamanya memperlihatkan perubahan gaya dan inovasi.


Beberapa unsur seni Afrika mirip antara satu budaya dengan budaya yang lain, misalnya kecenderungan untuk menciptakan seni abstrak (baca: penyederhanaan dan penyamarataan/simplified-generalized) bentuk-bentuk pilihan untuk seni tiga dimensi pada lukisan.


Bagaimanapun juga ada perbedaan besar pada daerah budaya yang berbeda di Afrika. Sejumlah buku tentang Afrika dan lainnya budaya non-Barat menunjukkan bagaimana kesalahpahaman Barat tentang budaya lain, dan hal ini mengangkat kesadaran tentang variasi tradisi seni yang sangat luas di seluruh dunia.Demikian juga dalam menilai karya seni yang berasal dari Asia, jika kita tidak memahami bagaimana pandangan spiritual agama Budha, maka akan sukar untuk memahami apa yang digambarkan oleh seniman Thailand. 





[1] Di Eropa juga ada istilah lain untuk menamai hal yang sama. Orang Jerman menyebut seni dengan die Kunst dan orang Belanda menyebutnya Kunst, yang berasal dari akar kata lain yang memiliki pengertian yang sama. 
[2] Lihat, Jim Supangkat, 1979, dalam: Gerakan Seni Rupa Baru, Jakarta: Gramedia. Hal.70 
[3] Dialah penulis pertama di Tanah Melayu yang menyajikan sejarah dalam konteks universal dan memprakarsai bentuk baru penulisan sejarah Melayu. buku sejarahnya yang berjudul Bustan al-Salatin merupakan karya terbesarnya yang mencerminkan minat khusus pengarangnya terhadap sejarah, khususnya Sejarah Melayu 
[4] Uraian yang lebih lengkap lihat buku Nasbahry Couto (2008), Dimensi Teknologi pada Seni Rupa, Padang, UNP Press. 
[5] Lihat aesthetic questions, http:// art.unt.edu/ntieva/ download/ teaching/a esthetic/ Aesthetic_ Questions. pdf 
[6] Professor at Wake Forest University Greensboro/Winston-Salem, North Carolina Area, Amerika serikat 
[7] Disadari atau tidak, tujuan utama seni visual kemudian menjadi alat atau media untuk mengajarkan ajaran agama Kristen, alasannya, banyak orang tidak bisa membaca, sebab budaya tulis belum berkembang. Hubungan seni dan agama adalah suatu yang menyenangkan bagi kebanyakan orang Barat saat itu, misalnya gambar atau lukisan. 
[8] Pada permulaan abad Pertengahan, sebuah kesatuan usaha tertentu (misalnya usaha sepatu) kesatuan usaha dianggap sebagai milik dari yang mengepalainya. Pada umumnya yang mengepalainya adalah tuan tanah, sedang mereka yang bekerja pada tuan tanah dianggap sebagai budak. Untuk mencapai tujuan tertentu, para tuan tanah dapat memperlakukan budak sekehendak hatinya. Lama-kelamaan para budak yang sudah mempunyai keahlian ini dapat menebus dirinya dari perbudakan dengan jalan pemberian ganti rugi kepada tuan tanah. Bekas-bekas budak yang sudah bebas dari perbudakan ini, kemudian menimbulkan suatu kelas di dalam masyarakat, yang kemudian diberi nama karyawan merdeka. Upah yang diterimanya ditentukan oleh tuan tanah sebesar yang dianggap dapat menyambung hidup karyawan merdeka dengan keluarganya. Karyawan merdeka yang tidak bekerja pada tuan tanah lama-kelamaan menjadi majikan pula dengan mengupah beberapa orang karyawan merdeka. Sistem ini kemudian disebut dengan sistem gilde. Timbullah dua macam gilde yaitu pertama terdiri dari para karyawan merdeka yang sudah menjadi majikan dengan pembantu-pembantunya dan jenis kedua terdiri dari para pedagang lokal yang mengadakan gabungan dengan maksud menentukan kualitas dan melawan saingan dari pihak luar. Sistem produksi pada abad pertenganahn, dikerjakan dengan tangan, mengalami perubahan dengan timbulnya revolusi industri. Dalam masa revolusi industri proses produksi tidak lagi seluruhnya dikerjakan oleh tangan tetapi sudah umum mempergunakan mesin-mesin 
[9] Mereka lebih berani dengan warna (gaya ini kemudian di sebut post-impressionisme). Gagasan di mana seni harus suatu bentuk ekspresi diri (self-expression), menjadi lebih penting, sebagai bagian dari definisi seni kita sampai hari ini. 
[10] Seniman Pop, terinspirasi oleh ide dada sepanjang tahun 1960-an, Jasper Jhon dengan karyanya menggambarkan Bendera dan seniman Andy Warhol yang menggambar kan kaleng sup. 
[11] Couto, Nasbahry Standar Pendidikan Seni dan Budaya, http: //nasbahrygalleryedu. blogspot. com/2011/10/standar-pembelajaran-seni-dan-budaya. html, diakses Nopember 2011 
[12] Bahan yang lebih lengkap lihat dalam buku Seni Rupa Teori dan Aplikasi, serta buku Dimensi Teknologi dalam Seni Rupa, terbitan UNP Press. 
[13] Bahan yang lebih lengkap lihat dalam buku Dimensi Teknologi dalam Seni Rupa, terbitan UNP Press, karangan penulis 



Sering dilihat, yang lain mungkin penting